09.hancur

316 26 1
                                    

"rasa sakit dalam hati akan timbul jika seseorang yang di cintai telah tiada tanpa permisi"

-Nadia Ervina Athiya-


"Kok nangis?"pertanyaan yang terlontar pertama kali dari Abang sulung Al, ridho.

Dia bisa melihat segalanya lagi, semua lukanya juga seakan terbuka kembali saat melihat lelaki bertubuh tegap itu, orang yang menolak dirinya mentah-mentah saat akan lahir ke dunia, dia mengenal lelaki itu adalah sesosok lelaki dingin dan kasar.

Saudara?Al justru membungkam mulutnya seolah kehabisan kata, matanya berkaca-kaca dengan tangann yang masih terjepit oximeter di jemari telunjuk kanannya.

Dokter sedikit heran, reaksi Al membuat dokter takut operasi yang dilakukannya mengalami kegagalan  namun Al sedikit merespon dengan menatap dokter, "Bisa melihat saya?kalau belum bisa melihat katakan saja, jangan diam, saya takut syaraf penglihatan mu juga ikut rusak gara-gara kanker otak yang kamu derita"inne tercengang mendengarnya, apa yang dokter katakan?dia tidak kuasa menahan tangis dia merengkuh tubuh Al yang terlihat kurus dan tidak terawat, kulitnya memang tidak sebersih Raka, penuh dengan sayatan luka dan tanda perjuangannya untuk hidup dari kecil.

Hancur, sial sekali matanya terus meneteskan air mata yang tak kunjung berhenti, "Ka-kanker otak dok?"dia tampak terdiam sejenak setelah mendapat anggukan dari dokter Fahri.

Al bahkan tidak berani menatap ibunya, dia menunduk dengan keadaan terdiam, dia peluk erat tubuh Al yang terluka itu berharap bisa meredakan segala sakit yang dia derita, "Ini bunda kamu sayang, kamu gamau tatap bunda?Al benci bunda ya?"Al berdesis lirih nafasnya agak terengah saat menangis.

"Katakan sesuatu untuk bunda nak, bunda ingin mendengar suara Al lagi?  Al simpen semuanya sendiri ya?peluk bunda sayang, bunda ingin mendengar kata hati Al"dia semakin menunduk dengan menggenggam tangan Al yang gemetar takut.

Akhirnya si bungsu berani menatap sekeliling, "Aku di panti aja ya Bun?"lirih Al dengan suara tertahan.

"Di panti cocok buat anak-anak kurang sempurna seperti Al, ingin sekali merasakan punya saudara yang baik meskipun tidak sedarah, dimana tempat Al bisa di hargai disana"dia menatap mata bundanya dengan bibir gemetar.

Abang Al, mereka berdua tampak melarang Al membuat permintaan seperti itu, ridho menyentuh tangan Al berharap adiknya mengerti, "Kita mulai dari awal bareng-bareng lagi ya?Abang janji gak akan pernah nyakitin kamu lagi, Abang janji Al" Raka memeluk adiknya sesekali mengelus rambut adiknya di pelukannya.

"Kita itu kembar, kamu gak boleh nyerah, gak boleh pergi, sekarang kita baikan ya? Nanti Raka beliin eskrim kesukaan kamu tapi bukan sisaku lagi berapapun yang kau mau, nanti main bareng Raka lagi, tidur bareng Raka ya?"dia hanya menatap nanar saudaranya yang mungkin kebanyakan berjanji itu.

Dari lamunannya dia teringat akan masa kecilnya, dia melihat membawakan kue yang dia beli untuk ayah Nanda. Al hanya diam menatap Raka dari kejauhan, tanpa sengaja Raka kecil menjatuhkan barang yang ada di kamar ayahnya dan langsung keluar setelah meletakkan kue karena takut ayahnya marah.

Al berniat membereskan apa yang di di jatuhkan Raka yaitu beberapa berkas dan handphone ayahnya yang retak itu, di belakang Al lelaki bertubuh tinggi itu menatap Al dengan tatapan tajam dia mencengkram kuat tengkuknya, "Apa yang kamu lakuin Al!kamu jatuhin handphone ayah yang mahal!kamu gak akan pernah bisa ganti dengan apapun! Dasar anak tidak tau diri!" Ananda memojokkan Al pada dinding dia menampar pipi Al yang merah merekah itu dia sedikit menangis takut melawan kekasaran ayahnya.

"Bu-bukan Al ayah, Al gak ja--

Sebuah kue yang di taruh di meja itu masukkan ke mulut mungil Al dengan paksa dirinya menangis rasanya dia ingin muntah karena sakit, "mmhh... Yah sakit..."rintihnya.

TULISAN PENA TERAKHIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang