004

168 18 0
                                    

"gimana, no?" tanya juan sesaat setelah lino keluar dari ruangan supervisor mereka lalu berjalan menghampirinya.

"revisi," jawab lino singkat.

juan merengut, "part mana yang direvisi?"

"biasa, properti. pak haris nyuruh pake yang ada aja, kaga usah beli baru," jawab lino lagi sebelum ia kembali duduk di kursinya.

"demi rian d'masiv, emang boleh se-syukuri apa yang ada itu?" ucap juan sarkas.

"syukuri apa yang ada~ deadline juga dimajuin~" lino menyanyikan kata-kata yang ingin ia sampaikan kepada juan dengan nada penuh candaan.

"anjinggg capek banget gak sih lu? kita selalu dituntut buat bikin konten yang on track sama trend, tapi kalo kita pengen beli properti baru yang mendukung gak pernah di acc. deadline juga maju mulu udah kayak tim paskibra 17an, anjirlah--"

"fak kata gua teh," sambung lino cepat.

"au ah, no, males gua."

ting!

sabina
|no
|mau temenin gw maksi ga?
|elma sm yesa lg meeting di luar soalnya
|gw di lobby

read.

senyum lino perlahan merekah selepas membaca pesan whatsapp dari sabina.

"gua duluan ya, wan," pamit lino tiba-tiba setelah meraih dompetnya di atas meja.

"mau kemana lu, no?"

"ada meeting penting."

"meeting penting apaan? team meeting kan baru ntar jum'at?"

"yang ini lebih penting," jawab lino cepat lalu bergegas pergi meninggalkan juan sendirian di ruangan.








"udah kenyang?" tanya lino setelah sabina memasukkan suapan terakhir ke dalam mulutnya.

sabina hanya menatap datar mata lino yang duduk di hadapannya dan sudah menghabiskan makan siangnya duluan, sambil terus mengunyah makanan di dalam mulutnya.

lino tersimpul gemas, "yaudah kunyah aja dulu."

glek.

"kalo gue mau nambah 2 porsi lagi emang lo mau nungguin?" tanya sabina setelah berhasil menelan suapan terakhirnya.

"mau-mau aja, asal sambil ikut disuapin aja sih guenya," jawab lino jahil.

sabina memicingkan matanya sebal, "lo masih punya tangan ya, no, segala pengen disuapin mulu."

lino hanya terkekeh pelan.

"no," panggil sabina, kembali memecah keheningan sesaat di antara mereka berdua.

"hm?"

"lo tahun ini udah berapa kali ditanya kapan nikah?"

lino mengangkat alis kanannya heran, "tiba-tiba banget nanya begitu?"

"ya jawab aja sih?"

lino melirik ke sembarang arah untuk berpikir, "kaga tau, bi, gak ngitung."

sabina menghela nafasnya pelan, "lo capek gak sih ditanyain kapan nikah mulu sama orang-orang?" tanyanya terdengar sedikit serius.

"nggak, nguras air laut baru capek."

sabina melempar tatapan malas, "gak gitu maksudnya anjir."

"terus gimana?"

"biar gak ditanyain mulu gimana ya?"

sabina lagi-lagi membuat lino berpikir.

"ya lo nikah aja lah sama gue," jawab lino santai seraya menilik wajah sabina, samar-samar terdengar serius.

sabina mengernyit, "idih si najis?"

"ntar mas kawinnya seperangkat alat gaming dibayar kasbon, biar gue makin dimusuhin sama tim finance."

"HAHAHAHAHAHAH"

lino tersenyum puas dan bangga karena sudah berhasil membuat sabina tergelak lepas dengan humor andalannya.

"tapi kalo lo belom mau nikah gapapa banget kok, bi. gue tungguin, sampe lo siap."

kali ini ucapan lino berhasil membuat sabina merinding karena ia benar-benar terdengar serius. ditambah tatapan dalam mata lino yang sabina rasa sudah berhasil membuat jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. lino yang dikenal sebagai orang yang santai dan humoris sangat jarang berbicara serius seperti ini, kecuali kalau tentang masalah kerjaan.

"tapi kalo mas kawinnya ditambah rumah makan padang lengkap sama uni padangnya gimana, no? ditambah franchise roti mako satu juga boleh deh, buat nyenengin adek gue," canda sabina, bermaksud ingin mencairkan suasana.

"hmm minimal butuh 100 juta kali ya? biar gue nabung dulu. sekarang baru ke kumpul 500 rebu, bi, sabar ya."




***

kapan nikah? ; leeknow sinbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang