002

192 21 0
                                    

sabina terus mengaduk-aduk matcha latte kesukaannya dengan sedotan. pandangannya terkunci ke jalanan yang saat ini sedang macet karena lampu merah.

"entar kesambet setan lo, bi, ngelamun mulu."

"ya setannya kan elo, no," timpal sabina lalu kembali menyedot minumannya.

"lagi mikirin apa sih?" tanya lino setelah ikut menyeruput cafe latte-nya.

"banyak."

lino terdiam sejenak, seperti berpikir.

"mau jalan-jalan?"

sabina melirik lino, "maksudnya jalan kaki?"

"nggak, naik naga."

sabina melempar bombastic side eye untuk yang kesekian kalinya kepada rekan kerja seruangannya itu.

"lo suka jalan kaki kan? daripada lo overthinking mulu. terserah mau kemana, biar gue temenin," lanjut lino.

"lo baik begini sama gue ada maunya ya?"

lino mengangkat sebelah alisnya, "emang gue pernah jahat sama lo?"

sabina memandang langit-langit kafe, seperti sedang mencoba mengingat sesuatu, "pernah.."

"kapan coba?"

kali ini tangan kanan sabina memangku dagunya, terus mencoba mengingat kembali sesuatu di memorinya.

"pasti pernah sih pokoknya. kan lo setan, udah pasti jahat kan," jawab sabina keukeuh setelah gagal mengingat kejahatan yang pernah lino lakukan.

lino tersenyum gemas seraya mengamati sabina yang sedang menyedot habis matcha latte-nya.

"yuk," ajak sabina lalu beranjak dari kursinya.

lino menengadah bingung.

"katanya lo mau nemenin gue jalan-jalan?"

setelah mengerti maksud dari sabina, lino pun ikut mengemasi barangnya dan beranjak dari tempat duduknya, mengekori sabina yang lebih dulu meninggalkan kafe.

lino dan sabina berjalan santai berdampingan, menyusuri trotoar jalan yang ternyata masih lumayan ramai malam ini. mata sabina sibuk mengamati jalan raya dan kendaraan yang lalu lalang, sedangkan mata lino sibuk mengamati sabina, sambil sesekali mengikuti kemana arah mata sabina tertuju.

"tujuan hidup lo apa, no?"

"tujuan hidup?"

sabina mengangguk.

lino memandang ke arah langit, memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan sabina yang tiba-tiba serius itu.

"tujuan hidup gue.. ya buat hidup," jawab lino singkat.

sabina menatap lino bingung, "maksud lo?"

lino menghentikan langkahnya, "lo expecting jawaban belibet dari gue?"

sabina ikut menghentikan langkahnya, "gak juga sih, tapi gak sesingkat itu juga."

lino menghadap ke arah sabina, "kalo tujuan hidup kita dibikin ribet, ntar hidup kita juga ikutan ribet, bi," lanjutnya.

"maksud gue, kita hidup tuh ya hidup aja, bi, jalanin seadanya. toh kalo kita mati juga orang di sekitar kita nangisnya paling cuma seminggu, setelah itu mereka juga masih harus lanjutin hidup mereka masing-masing."

jawaban menohok lino membuat sabina termenung.

belum selesai dari renungannya, tangan sabina tiba-tiba ditarik oleh lino dengan maksud agar mereka kembali melanjutkan perjalanan.

"main tarik-tarik aja lo, no, lo kira gue gerobak sampah," gerutu sabina tanpa berusaha untuk melepas genggaman tangan kanan lino di tangan kirinya, bahkan bisa dibilang ia terlihat cukup nyaman.

"tapi boleh kan, bi?" tanya lino bermaksud untuk meminta izin dari sabina yang terhitung sudah terlambat.

"terserah."

jawaban singkat sabina disambut oleh senyum puas dari lino.

"ini kalo gue gandeng lo sampe ke pelaminan boleh juga gak, bi?"

"males ah kalo sama orgil."



***

kapan nikah? ; leeknow sinbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang