sepuluh

361 51 1
                                    

"Padahal udah nyiapin kado."

Hari-hari libur menjelang natal membuat Dimas bisa bersantai di rumah meski harus tetap melakukan sesi les bersama tutornya nanti sore. Pun Samudera yang melakukan latihan-latihan melalui zoom sedari tadi sebagai persiapan olimpiade.

Keduanya sedang berada di ruang tamu dengan aktivitas masing-masing. Akhirnya, salah satu dari mereka menoleh karena tertarik dengan celetukan kecil mengenai kado. "Kado buat siapa?" Samudera mendekat, ia yang semula duduk di lantai dan menghadap laptop akhirnya duduk di samping adiknya di atas sofa.

"Apa, sih, Mas? Udah sana kan lagi latihan."

"Udah selesai kali. Jadi, kado buat siapa?"

"Buat temanku. Katanya mau rayain natal bareng sekalian rayain ulang tahun dia, aku udah nyiapin kado tapi tiba-tiba dia batalin." Dimas menyimpan kembali ponselnya dan memindai area luar rumah melalui pintu yang terbuka.

"Alasannya apa?"

"Gak jelas, Mas. Katanya batal aja. Ya udahlah. Mungkin dia mau rayain di rumah sama keluarganya."

"Eh, jangan gitu. Kamu bukannya udah siapin kado? Harus diantar, dong. Temanmu itu cewek apa cowok?"

Dimas memasang lirikan tajam, ia tau arah pertanyaan ini. "Cowok," balasnya singkat.

"Bohong."

"Enggak. Orang beneran cowok!"

Samudera yang memasang senyum misterius membuat Dimas jengah melihatnya. Ternyata kakaknya bisa semengesalkan ini. Dimas telah salah menilainya. "Iya, deh, percaya ...," ledek pemuda itu.

"Oh, wow. Dia lahir waktu natal? Keren. Ya udah, malam sebelum natal Mas antar kamu ke rumahnya, ya, sebelum jam dua belas."

"Jangan, Mas. Gak usah ngerepotin." Dimas menolak dengan hati-hati.

"Repot apanya? Mas senang direpotin sama kamu. Sekarang tanyakan alamat rumahnya biar waktu kita antar kado udah tau jalannya." Dimas mengangguk dan menyanggupi titah kakaknya. Begitu alamat rumah Kanaya sudah ada di tangannya, segalanya akan menjadi lebih mudah karena kakaknya hampir tahu dan hafal seluruh jalan di kota ini.

Kakaknya benar-benar keren dan bisa ia andalkan.

-

Keluarganya merayakan natal dengan suka cita, atau mungkin kecuali dirinya. Mereka menghias pohon natal dengan berbagai pernak-pernik. Hingga pada saat menghias puncak pohon natal dengan hiasan bintang besar, Dimas tidak diperbolehkan oleh orang tuanya untuk memasang hiasan tersebut.

Mereka memilih Samudera untuk memasangkan hiasan utama tersebut. Namun, Samudera yang berbaik hati mengulurkan benda itu pada adiknya untuk ia pasang. Dimas tersenyum lebar dan segera menaiki tangga untuk memasang bintang tersebut pada puncaknya.

Ini pertama kalinya ia memasang hiasan utama pohon natal setelah Papanya menikah lagi.

Kue jahe buatan Dimas terhidang di atas meja di dalam bungkusan-bungkusan kecil. Pemuda itu pandai dalam membuatnya meski berbekal resep di internet. Ia harap keluarganya bisa menikmati kue jahe buatannya.

Selagi ia menata bungkusan kue jahe ke dalam mangkuk, ia melihat kedua orang tuanya turun dari lantai dua sambil membawa beberapa bungkus kado. Oh, ia baru ingat sesi tukar kado. Pemuda itu langsung menaiki anak tangga untuk kemudian berlari menuju kamarnya.

Beberapa saat kemudian, Dimas menuruni anak tangga sambil kesusahan membawa beberapa kotak kado di dekapannya. Di ruang tamu yang sudah dihias banyak pernak-pernik natal, kedua orang tua dan kakaknya memulai sesi tukar kado.

Samudera tampak menerima kado dari Mama dan Papanya, pemuda itu juga memberikan kado pada mereka berdua. Tidak lupa, sepasang suami istri itu saling menukar kado. "Papa, Mama. Ini kado dari aku." Dimas tiba-tiba datang dan meletakkan sebuah kotak kado di atas meja untuk kedua orang tuanya.

"Mas Sam, ini kado dari aku." Satu lagi kotak ia berikan ke hadapan Samudera. Samudera tersenyum dan memberikan sisa kadonya kepada sang adik. "Ini buat kamu," ucapnya.

"Wah!" Dimas memeluk kado yang kakaknya berikan dengan senang hati. Sedangkan Mama dan Papanya tampak tidak memberikan respons apa pun, bahkan tidak ada tanda-tanda ingin memberikan kado untuknya.

"Kue jahe buatanmu enak, Sam."

Mendengar celetukan Mamanya, Dimas jadi menoleh dan memperhatikan sudut meja yang terdapat bungkusan kue jahe di sana. Ia tersenyum dan membalas, "Itu buatan aku, Ma. Makasih."

Wanita itu melirik sinis dan membuang napas kesal. Dengan langkah panjang, Mamanya pergi dari sana dan pergi ke dapur.

"Kamu benar-benar mirip Mamamu. Makasih, Dimas. Kuenya enak." Papanya tersenyum lalu beranjak pergi untuk menyusul istrinya ke dapur. Dimas merasa hatinya berdesir, ia tersenyum tipis dan menatap kakaknya. "Sini, Dimas."

Ia pun duduk di sebelah kakaknya untuk membuka kado bersama. "Mas suka kadonya?"

"Wah, suka banget. Warna kesukaanku." Samudera memakai syal yang dihadiahkan oleh Dimas.

"Itu syalnya aku rajut sendiri, loh." Dimas dengan bangga memamerkan bakatnya sambil membusungkan dada. Rambutnya diusap penuh kasih sayang dan ia pun memutuskan untuk membuka kado dari Samudera sebagai kado natal satu-satunya hari ini.

"Ini serius Mas kasih laptop buat aku? Ini kan mahal." Dimas berkaca-kaca melihat kardus berisi laptop di tangannya.

"Iya itu buat kamu biar kamu gak usah lagi minjem-minjem laptop Papa buat ngerjain tugas. Selamat belajar, ya, semoga tambah rajin." Usapan kepala yang makin dalam membuat Dimas tidak bisa menahan air matanya. "Makasih, Mas. Bakal aku jaga laptopnya."

"Maafin aku, aku dulu iri sama Mas Sam, Mas selalu dapat cinta di mana-mana dan dari siapa pun. Mas gak perlu berlutut buat dapetin itu semua. Tapi, aku harus mencium kaki semua orang biar dapetin cinta dari mereka. Meski begitu aku sayang banget sama Mas, aku bangga punya kakak kayak Mas."

"Maafin Mas, Dimas," ujar Samudera pelan.

Samudera bergerak untuk mendekap tubuh kurus itu, memeluknya erat-erat dan enggan melepasnya. "Maaf, Mas baru kasih kado sekarang."

Dimas makin mengeratkan pelukan tersebut setelah mendengar kalimat itu keluar dari bibir kakaknya. "Jangan tinggalin aku lagi, Mas. Aku cuma punya Mas."

"Iya, Mas bakal terus di samping kamu."

Dimas melepas dekapan tersebut dan mengulurkan jari kelingking pada pemuda itu. "Janji?" tanyanya.

"Iya, Mas janji."

Aktivitas keduanya diinterupsi karena kehadiran Papa yang menyuruh mereka ke dapur untuk makan bersama. Samudera dan Dimas tersenyum, keduanya lantas melangkah menuju tempat makan.

Namun, Dimas diminta untuk tinggal dengan Papanya di ruang tamu. Takut-takut, pemuda itu mencoba menatap matanya dan bertanya, "Ada apa, Pa?"

"Kado natalmu besok, ya? Gak apa-apa, kan?" Pria itu menepuk salah satu bahu putranya.

Dimas tersenyum sumringah dan mengangguk setuju. "Iya, Papa. Gak apa-apa!"

Setelah itu, keempat dari mereka makan malam bersama dengan penuh suka cita. Satu-persatu luka di hatinya menutup, Dimas mulai menerima semuanya. Perlahan tapi pasti, Papa pasti akan berubah seperti dulu.

"Aku sayang banget sama kalian. Sebagai anggota keluarga termuda, aku pasti udah banyak nyusahin Papa, Mama dan Mas Samudera. Oleh karena itu, aku minta maaf. Selama ini aku hidup bergantung sama kalian. Sampai sekarang, aku masih ada juga berkat kalian semua. Terima kasih."

Samudera yang duduk di sebelahnya tersenyum dan mengusap surai adiknya sebelum melanjutkan sesi makan malam bersama.

Malam natal yang hangat penuh suka cita ini sudah Dimas impikan sejak lama. Jika ia masih berumur panjang, ia ingin melakukannya lagi. Ia ingin merasakan kehangatan yang sama lagi, seperti sekarang.

Semoga terkabul.

Sebelum Aku PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang