Braakkk!!
Suara tumpukan kertas yang diletakkan dengan keras diatas salah satu meja kerja kubikel divisi pemasaran memecah keheningan.
"Ya ampun mba, pelan-pelan ajah naro proposalnya. Sampe kaget aku." Ucap Linda yang berada di sebelah meja kerja Almira.
Almira yang masih berdiri mendengus sambil melihat sosok pria jangkung yang berada di seberang kubikelnya sedang tertawa sambil mengangkat tinggi kertas proposal yang dia menangkan.
Brraaakkk!!!
Kali ini kepalan tangan Almira yang meninju meja kerjanya, membuat sebagian timnya menoleh untuk melihat apa yang terjadi. Lagi-lagi dia mendengus kemudian duduk di kursi kerjanya.
"Mba Al, sabar.. " Linda mengusap lengan Almira lembut untuk meredakan amarah yang sedang dirasakan oleh teman kerjanya itu. Almira langsung menoleh kearah Linda.
"Aku benci Evans!" Almira mengepalkan tangannya.
"Masa bulan ini proposal desain dia yang menang lagi. Padahal punyaku udah sesuai dengan permintaan klien." Almira kembali membuka salah satu proposal desain yang baru saja dia letakkan di atas mejanya tadi dan memperhatikan desain dan konsep yang telah dia buat yang lagi-lagi menurutnya sudah sesuai.
Almira langsung melempar proposal itu sembarang diatas mejanya karena kesal. Dia melirik kearah seberang kubikelnya dan melihat Evans yang sudah duduk di kursinya sambil tersenyum, membuat rasa kesal Almira semakin menjadi.
"Kata kliennya tadi apa?" Tanya Linda yang memperhatikan tingkah Almira sejak tadi.
"Pernyataan klasik... Desainnya sesuai sama yang mereka mau." Almira memutar bola matanya malas. Dia berdecak sambil melihat foto menara Eiffel yang dia cetak kemudian tempel didinding kubikelnya.
"Kayaknya kita bakal tambah lama ketemu nih." Ucapnya sendu sambil mengusap foto tersebut. Linda melirik ke arah Almira, kembali mengusap bahunya.
"Udah kekumpul berapa?" Almira menoleh padanya sambil menghela nafas.
"Belum ada sepertiganya, mba." Senyumnya miris kembali menatap foto menara Eiffel nya.
"Makanya aku ngandelin bonus dari proposal yang goal. Ga taunya ga goal sejak tiga bulan kemarin. Lagi-lagi Almira menghela nafas.
" Ganti destinasi ajah kalo gitu, mba. Biar cepat terwujud. Lumayan buat liburan akhir tahun ini. Dalam negeri ajah." Usul Linda penuh semangat. Almira memajukan bibirnya, kembali menoleh ke arah Linda.
"Tujuan aku ke Paris kan karena di sana kota romantis. Aku mau ngerasain keromantisan kota itu, kali aja dapet bonus orang sana juga kan." Almira tersenyum jahil.
"Oh itu toh tujuannya. Kalo gitu harus lebih semangat lagi, mba. Biar cepat terwujud." Linda mengepalkan kedua tangannya dan menarik ke arah bawah tanda menyemangati. Almira tersenyum dan merasa sedikit bersemangat.
"Tuntutan orang tuaku juga sih sebenernya, Mba. Mereka mau aku buru-buru nikah karena umurku udah kepala tiga." Jelas Almira.
"Tapi, please. Aku baru umur tiga puluh tahun tuh bulan lalu. Jadi seharusnya masih rasa dua puluh sembilan tahun. Masih kepala dua lebih dikit. Ya ga sih?" Almira meminta dukungan dari Linda yang ternyata justru hanya disenyumi oleh Linda.
"Mba Linda jahat, ih. Aku malah disenyumin doang." Almira kembali memajukan bibirnya. Linda yang berusaha menahan tawa akhirnya bisa mengendalikan diri sesaat.
"Maaf, mba. Abis lucu sih." Linda memejamkan mata dan menarik bibirnya kedalam masih mencoba menahan tawa. Almira menyipitkan matanya kesal meski tidak bisa marah kepada Linda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage
RomanceMenikah karena TARUHAN? Ya, itulah yang terjadi antara Evans dan Almira. Rival kerja yang iseng membuat taruhan untuk tahu proposal siapa yang diterima oleh kliennya. Ketika Almira menjalaninya dengan kewaspadaan diri agar tidak jatuh cinta, justru...