Almira kemudian ingat ada hadiah yang mirip dengan itu, dia langsung mengambil dua kotak putih yang sebelumnya sudah dia tumpuk di pojokan dan mengeluarkan isinya dengan logo tiga mata pisau dan perisai bergaris dan menunjukkannya lagi kepada Evans.
"Kalau dua ini?" Evans kembali mengangguk.
"Sama." Almira kembali mengambil nafas panjang.
"Sebenarnya siapa sih yang datang ke pernikahan kita? Pemilik dealer mobil?" Evans kembali tertawa. Kepolosan Almira sukses membuatnya gemas.
"Kerabat dan mitra Sanjaya tentu saja." Almira menaruh ketiga kunci tersebut ke dalam kotaknya masing-masing dan menumpuknya kembali di pojokan.
"Apa ga ada hadiah yang normal?" Evans mengerutkan dahi. Almira kembali membuka hadiah yang sudah dipisahkan dan menunjukkannya kepada Evans.
"Lihat, bahkan ada yang memberikan emas batangan lima bar. Andai ini coklat pasti aku bisa langsung makan. Tapi emas batangan ini harus aku apain?" Ucapnya sambil memeluk kelima emas batangan itu di dadanya.
"Kamu ga suka?" Almira menghela nafas.
"Bukan ga suka, cuma terasa ga normal ajah. Kalau hadiahnya TV atau mesin cuci masih oke. Tapi kalau yang seperti ini malah bikin aku bingung. Dan aku ga tau hal gak normal apa lagi yang ada di kotak yang belum aku buka." Evans terkekeh saat melihat Almira begitu frustasi dengan hadiah pernikahannya.
"Kamu pasti ga mau tau." Bisik Evans. Almira mengembalikan lima bar emas batangan ke tempatnya semula kemudian menatap kearah Evans.
"Boleh aku gak buka hadiah lainnya?" Evans mengangguk.
"Nanti biar sekretaris keluargaku yang urus kalau gitu. Kamu masih mau makan cemilannya? Atau mau makan besar?" Almira menggeleng.
"Aku jadi ga laper." Evans mengangguk paham kemudian memberitahukan petugas room service untuk meninggalkan unit sambil membawa sisa cemilannya.
Evans menjauhkan posisi duduknya sambil melihat Almira yang sedang membersihkan sampah bungkus kado yang sudah dibuka tadi. Evans langsung menghentikan kegiatan Almira.
"Nanti ada CS yang kesini untuk bersihkan. Sekarang kamu mau ngapain?" Almira meletakkan kembali sampahnya ditepi ruangan. Dia duduk di sofa sebelah Evans.
"Kamu udah seger apa masih capek? Kalo jalan-jalan boleh?" Evans mengangguk.
"Yuk." Dia berdiri dari sofa sambil menggenggam tangan Almira.
"Kita harus kasih liat keromantisan kita kepada orang-orang." Jawabnya sambil tersenyum. Almira mengangguk ikut tersenyum.
Mereka jalan-jalan disekitar hotel sambil melihat semua fasilitas yang ada di hotel tersebut. Beberapa karyawan ada yang memperhatikan mereka yang Evans tebak itu adalah orang suruhan dari keluarganya. Dia berjalan sambil merangkul pinggang Almira yang membuat Almira menoleh padanya. Evans kemudian berbisik.
"Banyak mata-mata keluargaku disini. Kalau kamu ga nyaman, kita bisa kembali ke kamar." Almira menggeleng.
"Aku bosan dikamar. Tapi apa memang kita wajib menginap disini seminggu?" Evans mengangguk.
"Ya, karena kita kan gak langsung berangkat ke Paris. Kita baru berangkat seminggu lagi. Aku dilarang pulang ke apartemen sama Mama, jadinya disuruh nginap disini. Gapapa, kan?" Almira tersenyum.
"Mau gimana lagi, titah pertama mertua." Ucap Almira terkekeh sambil menutup mulutnya malu menyebut kata mertua.
Benar-benar sudah berbeda status dirinya saat ini. Seorang istri dan juga seorang menantu. Evans tersenyum kemudian berbisik kembali.
"Kalau mama nyuruh kita cepat-cepat punya anak gimana? Kamu nurut juga?" Evans langsung menjauhkan wajahnya dari telinga Almira untuk melihat reaksinya.
Almira langsung merona, dia benar-benar malu mendengar kata itu. Kemudian menoleh ke arah Evans.
"Evans.. Ingat perjanjian kita." Ucap Almira yang membuat Evans sedih mendengarnya. Meski begitu, Evans mengangguk dan mencium pucuk kepala Almira.
"Aku tahu, aku cuma bercanda." Ucapnya terkekeh yang membuat Almira mencubit perut Evans hingga mengaduh.
"Al, cubitan kamu sakit juga ternyata." Ucapnya sambil mengusap perutnya yang tadi dicubit.
Almira hanya tertawa. Mereka kembali berjalan berkeliling hingga terakhir mereka ke restoran untuk makan malam.
"Aku mau berenang, tapi ga punya baju renang." Ucap Almira sambil memasukkan salad buah kedalam mulutnya.
"Hotel sediain kok. Kamu mau?" Almira mengangguk.
"Boleh, tapi jangan yang terbuka." Evans berdecak.
"Baru ajah aku mau tawarin kamu bikini warna biru laut." Ledeknya. Wajah Almira memerah karena malu.
"Evans.. " Ucapnya hampir berteriak yang membuat Evans tertawa.
"Tadi juga ada jogging track, apa kamu mau jogging besok pagi? Baru setelah itu kita berenang." Almira kembali mengangguk
"Boleh, kalau ada sepeda lebih bagus."
"Kayaknya gak ada, kalau mau kita bisa bersepeda pas sudah tinggal di apartemenku."
"Apa kalau kita sudah kembali bekerja ada waktu untuk berolahraga? Rasanya hampir setiap hari kamu lembur." Evans tersenyum.
"Kamu perhatiin aku?" Tanya Evans. Almira langsung mencondongkan badannya ke depan mendekati Evans.
"Kamu harus pelajari semua hal tentang rival kamu, supaya kamu bisa menang darinya." Ucap Almira meniru Evans saat mereka makan malam pertama kali.
Evans langsung tertawa yang justru membuat Almira terkejut.
"Kenapa ketawa? Ada yang lucu?" Tanya Almira yang justru menjadi salah tingkah.
Dia tidak menyangka Evans akan meresponnya seperti itu, berbeda dengan dirinya yang langsung kesal saat mengetahui bahwa Evans mempelajari dirinya sejak lama.
Evans menghentikan tawanya meski senyum bahagia masih terlihat jelas di wajahnya.
Dia menatap Almira dengan lekat seperti ingin menerkamnya. Tapi kemudian dia memutus tatapannya dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi sambil menopangkan kedua kakinya satu sama lain dengan kedua tangannya bertumpu diatas lutut.
"Jadi, apa yang sudah kamu pelajari tentang aku, Al?" Tantangnya. Almira meletakkan sendok saladnya dan mengelap pinggir bibirnya dengan serbet di pangkuannya. Dia menegakkan tubuhnya, menopang kan kedua kaki dan tangan seperti yang dilakukan Evans. Almira mengangguk.
"Baru beberapa, setidaknya aku mulai fokus setelah taruhan kita waktu itu. Mau gak mau aku harus mempelajari kamu. Meski aku sudah menjadi istrimu, aku tetap gak mau kalah dalam pekerjaan." Jelasnya mantap dan penuh keyakinan.
Evans tersenyum, ini adalah Almira yang selama ini dia kenal yang justru membuatnya jatuh cinta.
"Jadi kita masih terus bersaing dalam hal pekerjaan?" Tantang Evans.
"Tentu, kenapa enggak? Aku ga mau kita sibuk dengan drama rumah tangga yang sebenarnya bukan itu tujuanku untuk setuju menikah sama kamu." Evans mengerutkan dahinya.
"Kamu punya tujuan lain?"
"Tentu saja. Kamu pikir aku akan pasrah begitu saja setelah menjadi istrimu meski hanya.. Hmm, kau tau." Evans mengangguk, dia mengubah posisinya menjadi condong kedepan.
"Jadi apa tujuanmu? Hartaku?" Tebak Evans yang membuat Almira tersinggung.
"Kamu pikir aku sematre itu ketika aku sendiri bisa menghasilkan uang dengan hasil jerih payahku. Lagipula sejak awal aku ga tau kalau kamu keturunan Sanjaya yang itu." Jelas Almira kesal sambil mengerutkan dahi dan nafas memburu menahan amarah.
Dia masih tahu tempat untuk meledakkan amarahnya dan di hotel milik keluarga Sanjaya ini jelas bukan tempatnya.
_____________________________________________________________________________
Gawat.. gawat inih mas Evans....Mba Almira ngamuk!!
Boleh banget nih diklik gambar bintang di kiri bawah sebagai bentuk apresiasi.. makasih 😊🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage
Любовные романыMenikah karena TARUHAN? Ya, itulah yang terjadi antara Evans dan Almira. Rival kerja yang iseng membuat taruhan untuk tahu proposal siapa yang diterima oleh kliennya. Ketika Almira menjalaninya dengan kewaspadaan diri agar tidak jatuh cinta, justru...