"Dimana papa?" Evans yang baru saja tiba di Mansion keluarga Sanjaya langsung membuka pintu lumayan keras hingga pintu tersebut terbuka lebar.
Jane dan mamanya yang saat itu sedang berada tak jauh dari pintu depan langsung kaget.
"Diruang kerja, Kak," Jawab Jane ditemani mamanya.
Evans langsung berjalan cepat dengan langkah besar menuju ruang kerja yang saat ini dalam keadaan tertutup rapat.
Evans menarik nafas panjang sebelum akhirnya mengetuk pintu ruang kerja sebanyak tiga kali yang langsung disahuti dari dalam.
Dia membuka pintu ruang kerja yang sudah lama sekali tidak dimasuki karena papanya jarang dirumah.
"Pa.." Sapa Evans sopan sambil memasuki ruangan tersebut.
"Duduk, Evans." Perintah papanya tanpa melihat ke arahnya, masih duduk di kursi kerja membelakangi dirinya. Evans langsung duduk di sofa yang berada di depan meja kerja papanya.
"Jadi benar?" Papanya tiba-tiba bertanya sambil memutar kursinya sehingga menghadap Evans.
"Benar apa, pa?" Tanya Evans mencoba memastikan pertanyaannya. Papanya berdecak.
"Your marriage.. it's fake!" Evans tidak menjawab.
"Kenapa bisa berasumsi seperti itu, Pa?" tanya Evans, dia tidak ingin asal jawab hingga nanti timbul salah paham.
"Jane.. dia mendengar percakapanmu dan Almira semalam. Sesuatu mengenai kesepakatan ketika membicarakan mengenai keturunan." Evans belum menjawab.
Dia tidak percaya jika Jane mendengar semua pembicaraan mereka, padahal mereka berbicara dengan berbisik.
Tapi sepertinya memang saat itu Jane belum tidur pulas sehingga bisa mendengar semuanya tanpa menyela, hanya mendengarkan.
Evans tidak menyalahkan adiknya yang sudah menguping karena itu juga akibat kecerobohannya sendiri.
"EVANS!" Papanya sudah tidak sabar.
"It's real. I marry her because I love her!" Tegas Evans jujur. Setidaknya itulah yang dia rasakan.
"Bagaimana dengan Almira?" Evans memalingkan wajahnya. Terlihat keraguan dalam dirinya.
"Dia mencintaimu?" Evans mengangkat bahu. Dia benar-benar tidak tahu perasaan Almira saat ini karena tidak pernah menanyakannya. Papanya menghela nafas panjang.
"Let me ask you. Same question as before." Evans kali ini menatap papanya.
"Kami sama sekali belum pernah melakukannya." Jawab Evans, tahu pertanyaan apa yang baru saja akan ditanyakan kembali oleh papanya.
"WHAT?" Papanya kaget hingga menggebrak meja dan berdiri.
"She's still a virgin." Evans kembali menjawab.
"WHAT??" Papanya kembali kaget hingga melebarkan matanya menatap Evans.
"EVANS!" Seru papanya tidak percaya.
"Itu syarat agar aku bisa menikahinya, Pa." Papanya kembali duduk mencoba mencerna kebodohan anaknya.
"Who the hell is she? sampai bisa mengaturmu seperti itu?" Tanyanya sambil duduk bersandar di kursi kerja empuknya memijat dahinya yang sedikit pusing.
"Dia tidak tau. Kalau aku mencintainya." Papanya menghentikan kegiatannya dan menatap anaknya kembali.
"EVANS SANJAYA!" Seru Papanya memanggil Evans dengan nama lengkapnya. Jika dia sudah memanggil seperti itu, artinya papanya sudah Mad level 2. Harus waspada dalam berbicara dan Evans tahu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake Marriage
RomanceMenikah karena TARUHAN? Ya, itulah yang terjadi antara Evans dan Almira. Rival kerja yang iseng membuat taruhan untuk tahu proposal siapa yang diterima oleh kliennya. Ketika Almira menjalaninya dengan kewaspadaan diri agar tidak jatuh cinta, justru...