Ketiga (Rasa Bersalah)

136 12 0
                                    

Disore hari itu, sesuai dengan ucapannya, Bintara datang memanggil Laren dengan berteriak dari depan pagar kayu rumah Nenek arum. Dapat dia lihat seorang yang biasa disebut dengan panggilan 'Ninik' itu berjalan ke arahnya. Sedikit kecewa karna bukan Laren yang datang dan malah merepotkan Ninik.

“Araq naon, nak kasep?”  tanya Ninik dengan lembut.  'Ada apa, anak ganteng?'

“Laren ada Nik?” tanyanya.

“Ada dikamarnya. Masuk saja terune solah, seperti tidak pernah kesini saja.”

“Terune” yang artinya adalah Anak laki-laki yang menginjak remaja. Sedangkan “Solah” berarti bagus. Bisa dibilang maksudnya adalah; Anak baik, atau anak ganteng.

Bintara menyengir. “Malas Nik,” sembari membuka pagar rumah yang terbuat dari kayu yang tingginya hanya sepinggang orang dewasa.

Ninik hanya menggelengkan kepalanya heran, kemudian pergi masuk rumah melanjutkan rajutannya yang sempat tertunda.

Sebenarnya, Bintara sering sekali ke rumah Ninik sekedar membantu jika wanita itu butuh bantuannya. Dan sebenarnya pula, Bintara tidak perlu berteriak, bisa saja dia pergi langsung kekamar Laren yang berada di lantai dua, karna tangga menuju ke lantai dua berada di luar rumah.

Rumah ini merupakan rumah adat desa tersebut, rumah desa Bentalun yang di buat dari kayu dengan atap ilalang yang memiliki dua lantai. Rumah ini bukan rumah panggung, melainkan rumah yang berlantaikan tanah, dan tentunya lantai atas ialah kayu. Lantai bawah lebih luas dibanding lantai atas. Dimana lantai bawah memiliki beberapa ruangan sedangkan lantai atas hanya memiliki satu ruangan saja dan lebih kecil dari ruang bawah karna dibagi menjadi balkon. Tangganya tidak berada didalam rumah, melainkan berada di luar rumah. Harus keluar rumah dulu, baru bisa naik ke atas.

Biasanya satu kepala keluarga bisa membuat dua atau tiga rumah di satu kawasan. Rumah ini didesain untuk membuat mereka lebih mudah menaruh barang hasil kebun. Biasanya barang berada di bawah, sedangkan ruang tidur diatas (untuk kepala keluarga) menjaga hal buruk yang bisa menimpa, contohnya pencuri dan hal mistis yang masih dipercayai sampai sekarang. Keluarga yang lain tidur di rumah lainnya bersama ibu rumah tangga, dan lantai atas yang lainnya ini untuk anak laki-laki mereka yang sudah dewasa nanti.

Berhubung Ninik yang sudah ditinggalkan suaminya yang telah tiada, Ninik hanya dibantu oleh para tetangga yang dengan baik hati membantu. Para tetangga pula masih memiliki ikatan persaudaraan. Entah itu anak dari saudara-saudaranya, anak dari sepupunya, ada dilingkungan tersebut.

“Laren, pendek, keciiil..,” ucapnya setengah bernyanyi, mengetuk pintu kamar Laren pelan. “Renciiil.” Lagi, dia memanggil lebih keras berharap ada sahutan namun nihil.

Karna tidak ada jawaban, dia membuka pintu kamar Laren yang kebetulan pintu itu tidak terkunci. Setelah membuka perlahan, dia mengintip dengan memasukan kepalanya saja. “Kau didalam atau tidak?” tanyanya.

Setelah melihat Laren yang tengah merebahkan tubuhnya dengan fokus menatap dan mengotak atik ponselnya, ia langsung membuka pintu itu lalu masuk, kemudian menutup pintu itu kembali.

“Laren!! Tidur wae de baturr!” ucapnya sedikit keras yang membuat Laren sedikit terkejut. 'Laren!! Tidur saja kamu kawan!'

“Apa sih lo!!” ketusnya. “Masuk kamar orang sembarangan!” Laren melempar bantal kepada pemuda yang telah lancang masuk ke kamarnya. “Kayak gak pernah di ajarin sopan santun aja lo.”

“Lagian, inggih dipanggil diam saja seperti orang bisu,” sarkasnya mengambil bantal yang mengenainya tadi di lantai.

Laren tak menghiraukan ucapan Bintara, kembali melihat layar ponselnya dengan serius. Bahkan alisnya bertaut, matanya tak henti kesana kemari menatap layar tersebut. Sepertinya ada hal serius yang menimpa dirinya.

Dari BentalunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang