Ketiga puluh (Apakah Salah)

77 10 0
                                    

Haizan terlihat tersenyum menatap benda persegi panjang itu, terkikik sesekali tertawa. Dia memang tengah berkomunikasi melewati chat grup dengan teman-temannya. Membagikan vidio atau foto lucu, serta bersenda gurau dengan temannya.

Hingga notifikasi dari grup chat lain membuatnya terpanggil, yaitu grup kelas 12 yang dimana menginformasikan bahwa ada anggota baru yang baru masuk.

Haizan terlonjak dengan tersenyum sumringah. Dia segera menyimpan nomor baru itu, yang dimana dia sangat yakin bahwa itu adalah nomer milik Razeldo, teman kelas barunya.

Dengan cepat dia beralih ke chat pribadi. Dia mengetik satu persatu huruf, namun dia hapus lagi karna bingung mau mengetik apa. Setelah lima menit lamanya berfikir, dengan mantap dia mengetik lalu mengirim apa yang dia ketik.

[Punten geulis]

Dan benar saja, pesannya dibaca. Terlihat dia menunggu dengan tak sabar ketika di bilah aksi terdapat kata 'mengetik' disana. Namun dia harus menatap layar itu kecew kala melihat tidak ada pemberitahuan tanpa ada satu pesanpun terkirim kepadanya.

Akan tetapi bukan Haizan namany kalau menyerah, dia kembali mengetik pesan dan dikirimnya, hingga ketikannya terlihat di bubble pesan ;

[Ini teh Izan. Ieu Haizan kasep anu geus diuk gigireun anjeun.]

Terlihat kata mengetik lagi di bilah aksi, membuat mata Haizan berbinar. Kini, perberitahuan itu berhenti dengan pesan yang masuk, terpampang di layar ponsel.

[G bsa bahsa indo kh?]

Haizan tersenyum, lalu dengan semangat membalas pesan itu. “Senangnya dalam hati, euy!” ucapnya bernyanyi riang.

[Ya bisa lah. Orang gue juga orang indo]

[Gue Haizan. Di save ya azel geulis]

Senyuman pudar, kala membaca huruf yang dikirim orang disebrangnya. “Beuh! Nyeri pisan hate aing!“

[G]

Dia kembali mengetik sesuatu dan mengirimnya, namun tak ada jawaban sama sekali. Bahkan dipesannya tertandai hanya ceklis satu, dia mengira kalau nomornya di blokir.

“Ck nanaon razel teu balas chat aing, anying!?”

“Haizan!”

Dia hendak melempar handphonenya ke lantai, namun dia mengurungkan niatnya kala terdengar suara yang meneriaki namanya.

“Naon?”

Dengan cepat, dia berlari sesudah berteriak, menghampiri sang ibu yang berada di dapur, yang tengah sibuk menyiapkan sesuatu.

Belum sempat Haizan bertanya, wanita itu lebih dulu menyodorkan sebuah toples berisi kue kering pada Haizan. “Tolong kasih ini ke nenek, ya? Mama buat banyak soalnya.”

Haizan menghela nafas dan dengan lesu berkata, “Sekarang, Ma?”

“Kalau ga sekarang kapan lagi, Haizan!?” ucapan wanita itu lembut namun menekan.

Haizan menghela nafas kasar, lalu mengangguk mengambil toples yang berisi kue kering itu lalu berjalan keluar dari gerbang, berjalan sedikit ke arah kiri dan masuk ke pekalangan rumah yang lebih besar dari rumahnya itu. Dia memang sudah dikenal baik sama satpam rumah itu, hingga langsung dibukakan gerbang dan disuruh masuk.

Sesampai di depan pintu, dia memencet bell. Tak lama dari itu, pintu terbuka mendapati seseorang dengan perawakan laki-laki. Dia terkejut, lalu tersenyum sumringah.

“Laren?”

“Gigimu! Gue Razel!” celetuk pemuda itu kesal. “Lo lagi, lo lagi. Lo nguntilin gue ya!?” Razel menatap Haizan tidak kalah terkejut, menghela nafas kasar, menatap tajam pemuda itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dari BentalunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang