I Love You Queen

9K 230 2
                                    

William menyukai Ratu. Wajahnya cantik bagi William, rambutnya memesona meski pendek, senyumnya manis, bulu matanya lentik. Memandang penuh ketertarikan William tidak tahan untuk mengecup seluruh sisi wajah Ratu, Ratu nya, belahan jiwa nya. William tidak tahu mulai kapan dia menyukai? Mencintai hampir sesak napas ke Ratu.

Ratu gadis yang baru William kenal tiga bulan yang lalu. Pertemuan berlangsung ketika William yang kesakitan diobati Ratu. Setelah itu William suka melihat Ratu, William suka ketika Ratu khawatir, William suka ketika Ratu mengomel, William suka Ratu melarangnya melakukan kegiatan yang buruk.

Tetapi William tidak suka Ratu di musuhi banyak orang, dia ingin membunuh mereka.

Tetapi Ratu selalu melarangnya.

Hubungan keduanya belum masuk ke jenjang yang serius. Hanya sebatas teman namun mesra karena William hanya perlu memberikan label kalau Ratu miliknya.

"Liam bisa minta tolong ambilkan piring," pinta Ratu tanpa menoleh. William sudah di belakangnya memeluk erat sembari mencium rambut atau pelipisnya.

Satu tangan William terulur sementara satu tangannya memeluk Ratu. "Kita bisa pesan makanan kalo kita lapar, Queen."

Mengambil alih piring di tangan William, Ratu menjawab. "Masakan rumah bikin irit keuangan, Tuan William."

"Oh my Queen. Aku punya cukup uang tidak akan membuat kita kekurangan mendadak. Sekarang saja aku sudah siap menikahi kamu." William mencium pipi Ratu dan bahu gadis itu. "Mau nikah, kapan?"

Ratu terkekeh, kepalanya mengangguk membenarkan. William sudah bekerja tentu tidak akan kekurangan sedangkan dia hampir tamat kuliah. "Aku masih dua puluh dua loh. Masih labil buat nikah."

"Queen, umurku sudah tiga puluh, tahun depan akan masuk tiga puluh satu. Mommy meminta untuk segera menikah, mau ya?" mohon William. "Kamu lulus kita nikah, besok tunangan dulu. Ok my Queen?"

Ratu mendudukkan diri ke kursi. Dia menatap William yang mulai serius. "Aku tolak?"

"Aku paksa!" sahut William. Mendekat ke Ratu William mengecup kening dan hidung perempuan itu. "Besok tunangan, jangan bantah, nurut sama aku."

Mengangguk. Kali ini dia menerima William setelah sudah banyak ungkapan yang dia tolak beberapa bulan lalu.

"Kamu hanya perlu sehat karena semua persiapan sudah aku siapkan. Thank you, my Queen. I love you, Honey."

"Balas," bisik William di telinga Ratu.

"Kembali kasih."

Hari pertunangan berlangsung meriah. William tidak segan-segan mengundang tamu dari kalangan menengah sampai ke atas, dia ingin memperkenalkan Ratu ke semua orang. Dia tidak ingin saat Ratu sendirian ada seseorang yang tiba-tiba mengajak Ratu menjadi kekasih.

"Oh, Will. Dia tunangan mu sekarang? Tidak lebih dariku. Cukup mengesankan. Dia dari kalangan atas atau." Seorang perempuan datang menghampiri William, sorot matanya menelisik jauh ke arah Ratu. "Atau dari kalangan bawah?" lanjut nya merendahkan.

"Dari kalangan atas maupun bawah. Saya masih mempunyai adab ketika bertemu seseorang. Perkenalkan saya Ratu tunangan William. Anda siapa?"

Perempuan itu menatap tajam, merasa terganggu ketika lawannya dengan mudah membalas ucapan. "Marissa. Mantan William."

Ratu menoleh ke arah William yang dari tadi memilih diam. "Mantan kamu, Sayang?"

William menggelengkan kepala. Dia mengecup bibir Ratu. "Jangan cemburu, honey. Dia pilihan orang tuaku tapi aku menolaknya."

Berbalik menatap Marissa, Ratu menahan rasa untuk tidak tertawa.
"Dengar Nona Marissa?"

Mendengar ucapan William dan Ratu Marissa merasa harga dirinya di injak. Tanpa pamit atau sekadar memberi ucapan dia pergi keluar dengan kaki yang dihentak.

Ratu melepas tangan William dari pinggangnya. "Kau sungguh bajingan. Kau kata tidak ada seorang pun yang mendekatimu selain aku. Laki-laki memang sama saja, suka sekali menumpuk kebohongan."

Raut wajah yang semula tidak ada ekspresi langsung berganti panik. Dia melihat Ratu yang sudah berjalan menjauh. Menepuk kening William lupa dengan sifat kaum wanita.

Mengejar meski harus terlihat biasa saja, William lekas menarik lengan Ratu dan menyembunyikan wajah cantik perempuan itu di balik pelukannya. "Honey, listen. Aku tidak membicarakan masa laluku karena aku tidak mau kau terbayang atau memikirkannya."

Ratu memicingkan matanya. Dia berdecih. "Oh, kau anggap aku tidak perlu tahu masa lalu mu?" Terkekeh sarkas, Ratu memukul dan mencubit perut William. "Batalkan saja pertunangannya dan jangan menikah denganku. Kau anggap aku apa, huh? Manekin? Asal kau tahu William saat akan menempuh pertunangan atau pernikahan aku ataupun kau harus tahu masalah atau masa lalu cintamu itu. Kenapa? Agar aku tahu kau benar-benar sudah melupakannya!"

"Sialan, aku benar-benar membencimu."

William kelimpungan. Dia salah bicara. William membawa Ratu ke tempat yang lebih sunyi. "Maafkan aku, honey. Aku salah, aku tidak akan melakukannya lagi-"

"Kerja nyata bukan hanya bualan semata, Tuan William terhormat!" potong Ratu.

"Ok, honey. Aku salah, maaf. Jangan putuskan pertunangannya, ya? Maafkan aku." William memeluk Ratu dikecup kepala Ratu dengan sayang. Dia tidak mau kehilangan perempuan ini.

"Aku tidak ingin kehilangan mu. I love you, Queen."

Ratu memutar bola matanya namun tak ayal dia membalas pelukan William. "I love you more, my King."

"Apa boleh pernikahan nya besok saja, Queen?"

Short Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang