My Love, My Neighbor

5.6K 176 36
                                    

Serlin menyukai Liam tetangga nya. Dia tampan, tinggi, berwibawa dan semua yang di diri Liam Serlin menyukainya. Setelah memasak cukup banyak makanan yang dia sengaja hanya karena Liam Serlin segera beranjak menuju rumah sebelah tempat Liam tinggal.

Mengetuk pintu bewarna coklat di depannya Serlin tidak menampik kalau dirinya selalu gugup. Mengembuskan napas panjang Serlin kembali melakukan hingga putaran kunci terdengar disusul suara menyahut dari dalam. Detakan jantung perempuan itu berhenti mendadak, bola mata hitam nya membulat tampak membesar. Mulutnya ikut menganga tidak percaya.

Liam bertelanjang dada dengan bulir keringat membasahi sekujur tubuhnya. Laki-laki itu memandang Serlin bingung. "Nona?"

Serlin menaikkan alisnya. Dia tersenyum kaku menghilangkan kegugupan. "Hai, Tuan Liam. Aku memasak banyak hari ini jadi aku membagi untukmu juga."

Liam tersenyum tipis tetapi mudah dilihat dari jarak dekat Serlin berdiri. "Terima kasih, Nona Serlin kau repot-repot saja memberi makanan kepadaku."

Perempuan itu menunduk dia tersenyum senang makanannya diterima baik oleh sang pujaan hati. "Tidak repot. Apa yang kau lakukan pagi ini sampai berkeringat?" Serlin memulai pembicaraan hanya untuk memperpanjang pertemuan.

Liam mengangkat bahu sambil terkekeh. "Hanya membersihkan rumah."

Serlin mengangguk dia mundur beberapa langkah dan izin pamit. Setelah berjalan cukup jauh, kepala Serlin berputar ke belakang dia kembali melihat rumah Liam. Pintunya sudah ditutup tetapi sang pemilik seakan masih berdiri di sana.

Senyum perempuan itu mengembang seperti adonan dalam oven. Dua Minggu yang lalu dia mendapatkan tetangga baru, Serlin sebetulnya tidak ingin ikut campur atau sekadar ingin tahu namun ketika mobil hitam itu berhenti di depan dan pemiliknya keluar Serlin yang saat itu sedang menyiram tanaman langsung jatuh hati.

Dari situ Serlin selalu mengambil kesempatan. Dia mengajak Liam mengobrol sebelum berangkat bekerja, memberi makanan. Dia suka ketika Liam memberi senyum entah pamit atau saat melihat dirinya berdiri di pelataran rumah. Dia suka ketika Liam datang hanya untuk meminta bantuan di dapur.

Hingga Serlin memberanikan diri menyatakan perasaannya ke hadapan Liam secara langsung. Serlin sudah memikirkan hal ini matang-matang. Pada hari Sabtu berkunjung ke rumah Liam dia datang membawa bahan masakan karena dia tahu Liam selalu lupa dengan isi kulkasnya.

"Terima kasih. Aku sungguh sering merepotkan mu. Masuklah, aku akan menjamu dengan teh dan sedikit masakan untuk malam ini."

Masuk ke dalam rumah Liam pertama kali pandangan Serlin langsung tertuju ke beberapa foto yang terpasang di dinding. Ada foto keluarga, foto Liam seorang diri dan foto perempuan. Serlin melangkah mendekat tetapi tidak terlalu dekat. Mengamati sejenak Serlin tersenyum kecil, dia berpikir itu foto adiknya.

"Nona Serlin kemari lah, masakan ku sudah jadi." Liam sibuk ke sana kemari. "Aku harap masakan ku cocok dengan lidahmu. Teh nya sebentar lagi atau kau mau jus jeruk saja?"

Serlin tertawa kecil. "Aku jus jeruk saja."

"Sekali lagi aku berterima kasih kepadamu. Karena mu isi kulkas ku selalu terisi," ujar Liam di tengah suapan.

Serlin memandang wajah Liam dia terpesona dengan laki-laki di depannya. Berdeham, Serlin memanggil Liam hingga atensi laki-laki itu teralih.

"Liam. Aku menyukai mu." Seketika keadaan ruangan yang terasa hangat menjadi dingin, sunyi hanya suara napas mereka yang terdengar.

Liam mengembuskan napas sesaat. "Ternyata benar kau menyukaiku. Tetapi aku bukan lajang seperti yang kau kira Nona Serlin. Aku pernah menikah dan gagal."

Dia menatap ke arah Serlin dengan seulas senyum. Serlin yang melihat di mata Liam ada rasa kecewa dan sedih menjadi satu membuat perempuan itu semakin membulatkan tekad. Serlin bangkit dia duduk di samping Liam dengan berani Serlin menarik lengan pria itu hingga keduanya berakhir berhadapan.

"Ayo kita menjalin hubungan bersama. Aku akan membuatmu merasakan perasaan yang berbeda saat bersamaku dan buang rasa kecewa dan sedih mu," ujar Serlin penuh penegasan, dia menggenggam erat tangan Liam yang hangat di genggamannya. Serlin menatap mata Liam.

Liam meremas balik tangan Serlin dia menatap ragu bola mata hitam perempuan di depannya.

"Aku beri waktu tiga hari dan setelahnya kau boleh memutuskan setuju atau tidak." Serlin bangkit dia mengelus rambut Liam dan berlalu pergi.

Liam meraba rambutnya yang tadi dielus oleh Serlin. Sudut bibirnya tertarik sedikit sebelum bayang-bayang masa lalu berputar dalam pikirannya. Liam melempar gelas ke dinding mengingat Istrinya selingkuh karena dia selalu pergi bekerja ke luar kota. "Sial, sialan! Pergi dari pikiranku, bajingan!"

Lima hari berlalu sekarang hubungan keduanya sudah resmi hanya saja mereka memilih menjadi sepasang kekasih terlebih dahulu untuk pendekatan.

Semenjak menjadi kekasih Serlin berinisiatif memasak untuk Liam bahkan membeli keseluruhan bahan dapur dan rumah dengan persetujuan Liam tentunya karena pria itu pemilik rumah.

"Bau masakan mu membuatku bangun, sayang," ujar Liam dengan memeluk pinggang Serlin dan meletakkan kepalanya di bahu perempuan itu. Liam memajukan wajah mendekat ke leher - dia mencium sekilas dan membuat tanda sebelum berlalu pergi ke ruang tamu.

Serlin mengusap lehernya sembari memukul lengan Liam. Pria itu selalu mencium namun tidak hanya itu dia juga memberi tanda padahal tanda yang kemarin belum benar-benar menghilang. "Berhenti membuat tanda Liam."

Liam menarik pinggang Serlin dan mengangkat dagu perempuan itu. "Kau kekasihku, apa salah melakukan hal itu?"

"Tidak bisa jawab berarti aku melakukan hal yang benar. Aku ke depan, selesaikan masakan mu aku lapar, sayang." Liam mencium kening Serlin.

__________


Serlin mengetuk pintu rumah Liam sampai detik sepuluh pintu itu dibuka, wajah Serlin sudah menampilkan senyum bahagia menyambut Liam namun bukannya Liam, Serlin melihat seorang perempuan.

"Who are you?" Keduanya saling melemparkan pertanyaan yang sama dengan raut bingung.

Beberapa detik saling diam hingga suara dari dalam mengalihkan perhatian Serlin. Serlin melihat pakaian Liam yang kusut, namun yang paling membuat Serlin marah sekaligus kecewa adalah bekas lipstik di leher Liam.

Sudut bibir Serlin tertarik kecil. Dia mundur dan memperhatikan lebih baik keduanya. Penampilan yang sama kacau, batin Serlin.

"Serlin. Perkenalkan dia Mantan Istri aku." Panggilan yang berbeda membuat Serlin paham. Pria itu tidak benar-benar melupakan.

Serlin menganggukkan kepala. "Aku tetangga Liam." Setelah mengucapkan itu Serlin menatap lebih lekat wajah mantan istri Liam sampai dia mengingat kembali foto yang terpajang saat dia mengunjungi rumah Liam untuk menyatakan perasaannya dulu.

Mantan istri Liam itu memandang remeh Serlin. "Aku kira dia kekasih mu Liam ternyata tetangga."

Serlin diam tidak membalas dia ingin mendengar jawaban dari Liam. Dianggap sebagai apa dirinya.

Liam terkekeh kecil. "Dia hanya tetanggaku."

Berengsek sekali. Selama satu bulan menjalin hubungan ternyata cuma dianggap tetangga, sedangkan aku menganggap nya sebagai kekasih, orang tua sialan!

"Ada apa ke sini Nona Serlin?" tanya Liam.

Serlin mengangkat kantong belanjanya. Dan, untung saja Serlin membawa barang bawaannya sebagai alasan. "Aku membawa bahan dapur, kau menitip tadi."

Liam mengambilnya dan mengucapkan terima kasih setelahnya mereka berpisah dengan Serlin yang patah hati dan Liam yang bersenang-senang dengan mantan istrinya.

Short Story Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang