Liam menekan kembali nomor Serlin namun hanya suara operator yang menjawab. Liam kesal dan marah. Dia memantau rumah Serlin dari balik jendela yang langsung menghadap ke pekarangan rumah kekasihnya itu. Giginya sudah saling beradu ketika perhatiannya teralih, gelas yang berada di dekatnya langsung Liam lempar ke lantai.
"Berani kamu." Liam keluar dari rumah, dengan langkah lebar dia mendekat ke Serlin dan seorang pria yang terlihat akrab. Liam menarik lengan Serlin dan menyembunyikan di balik badannya.
Serlin yang diperlakukan seperti itu terkejut. Dia memukul punggung lebar Liam dan melempar makian. "Keparat apa yang kau lakukan, huh?!"
Pria yang mengantar Serlin itu mengintip dari sela tubuh Liam. "Dia siapa Li?"
"Li, siapa? Kau memanggil siapa sialan?" Liam menyahut kesal dengan nada suara keras.
"Serlin aku memanggilnya Lili. Dia kekasihku."
Selepas itu Liam menarik kerah baju yang pria itu kenakan kemudian memukul wajahnya. Napas Liam naik turun, wajahnya mengeras, otot tangan sampai lehernya bahkan muncul.
Serlin panik dia mencari benda yang bisa memisahkan kedua pria itu hingga tatapannya tertuju ke balok kayu. Serlin bimbang dia harus memukul Liam atau bagaimana? Pikiran perempuan itu kacau, dia tidak tega menyakiti Liam namun dia tidak tega melihat pria yang dipukul Liam sudah penuh luka.
Serlin mengambilnya dia mengangkat benda itu tinggi-tinggi dan berakhir menghantam keras ke punggung Liam. Serlin menutup mulut dia mundur selangkah melihat Liam yang jatuh ke aspal. Tatapan Serlin teralih. Dia segera membantu menolongnya dan membiarkan Liam tidak sadarkan diri di aspal sendirian.
"Li, sialan, siapa pria tua itu? Dia membuat tubuhku penuh luka karena asal ucap. Kau tidak memiliki hubungan dengannya, 'kan? Jawab?!" desak pria itu meremas lengan Serlin dengan kesal.
Serlin menarik paksa tangan sepupunya. Dia berdecih mendengar pertanyaan itu. "Satu bulan yang lalu aku mengencani pria itu, namanya Liam dia seorang duda."
"What the hell. Are you kidding me, Serlin? Kau tidak berbohong? Kenapa kau mengencani duda? Apa kau tidak bisa mencari pria lain?" Sepupu Serlin itu terus melempar berbagai macam pertanyaan.
"Dengarkan aku. Dia memang bukan lajang. Aku menyukainya karena aku suka dengan sikapnya, kedewasaannya dan ...." Serlin mengangkat bahu dia memandang sepupunya.
"Cih. Lalu kenapa kau bilang satu bulan yang lalu? Apa kau putus karena mendengar kabar bahwa kekasih mu itu sudah mengencani wanita lain?"
Serlin menyipitkan matanya. Bantal yang berada di pahanya dia lempar.
"Tunggu, jadi benar? Kekasihmu mempunyai wanita lain?"
Serlin menyandarkan punggungnya ke sofa. Kepalanya mengangguk detik berikutnya menggeleng. "Aku melihat Liam dengan mantan istrinya. Pakaian mereka kusut dan leher Liam ada bekas lipstik. Lalu aku harus berpikir bagaimana? Mereka hanya melakukan permainan truth or dare?"
Tawa menggema dari orang di sebelahnya membuat Serlin muak. "Kau bodoh menanggapi rayuan manis seorang duda. Sekarang kau merasakan akibatnya, bukan?"
"Aku yang merayu, aku yang membuat dia menerima pernyataan cintaku."
"Fuck! Kau tidak tahu malu. Kau bodoh! Aku tidak bisa memberimu nasehat, kau rasakan sendiri akibatnya."
Serlin cemberut ketika sepupunya meninggalkan dirinya sendirian dengan isi kepala yang penuh memikirkan Liam. Hubungan mereka tidak ada ucapan putus namun Serlin juga sangsi untuk memberi ketegasan kalau mereka masih menjalin hubungan dengan Liam yang sudah bermesraan dengan mantan istrinya.
Serlin menyusul ke depan dia berlari ke sepupunya. "Kau tidak mau menolong sepupu mu yang cantik ini? Kau tidak mau melihat sepupu mu ini dicelakai oleh pria itu, bukan? Bantu aku kabur Ken, aku rasa tempat ini sudah tidak aman lagi."
Ken yang melihat permohonan dari Serlin terlihat enggan namun pernyataan Serlin pria yang memukul nya akan melukai sepupunya itu membuat hati Ken tergerak dan kepalanya mengangguk. "Cepat kemasi pakaianmu, aku antar kau ke bandara."
"Bandara? Tidak ke rumah mu saja?"
"Bodoh. Aku tidak mau keributan terjadi di rumah ku. Aku akan mengantarmu ke bandara dan terserah kau mau pergi ke mana. Cepat lah sebelum pria itu bangun dan memukul wajahku lagi."
Serlin berlari ke dalam dia mengambil setengah pakaian yang dia kira cukup untuk beberapa hari.
Dia sudah memutuskan rencana pergi ini setelah Ken dipukul. Rasa takut muncul melihat perilaku tidak normal Liam. Pria itu bukan Liam, dari tindakan yang diperbuat. Selain itu memang dia ingin menghindar dari Liam agar patah hatinya kembali pulih dan Liam bisa memikirkan masa depannya untuk kembali bersama sang mantan istri.
Dua jam Serlin duduk sendiri di bandara. Dia sudah memesan tiket yang tujuan jauh untuk hari ini dan mengharuskan Serlin menunggu berjam-jam.
Di tempat lain, Liam bangun tubuhnya terasa pegal. "Depan rumah," gumam Liam. Pelipisnya dia pijat sampai memori sebelum dirinya jatuh pingsan muncul. Liam mendesis dia menoleh ke samping. Matanya menyipit tajam melihat keadaan rumah Serlin seperti biasanya.
Liam bangkit dan masuk ke dalam. Setelah membersihkan diri Liam duduk di kursi meja makan, sedetikpun dia tidak mengalihkan pandangan dari rumah Serlin. Bagian luar memang terang namun lampu di bagian dalam padam sebagian. Liam curiga namun tatapan matanya ke jam membuat Liam menelan rasa curiga nya.
"Sayang kamu berubah," ucap Liam, kepalanya menunduk. Layar ponselnya terdapat gambar Serlin. Di album khusus Liam menaruh semua foto Serlin di sana. Liam terkekeh bayangan Serlin selalu mengambil gambar di ponselnya setiap saat membuat hampir sebagian isi album Liam hanya Serlin.
"Maaf buat kamu cemburu dan sakit. Aku tidak bermaksud melakukan itu, sayang. Aku ingin menjagamu agar wanita itu tidak melukaimu." Liam mengelus layar ponselnya.
__________
Kepergian Serlin sudah terdengar Liam. Sudah tiga Minggu pria itu pergi berkeliling kota di sela waktu bekerja ke tempat yang mereka datangi atau tempat yang dulu menjadi favorit Serlin. Dia mencari Serlin, dia ingin Serlin kembali dan dia ingin meminta maaf.Sekarang pria itu berada di rumah Serlin. Selama Serlin pergi Liam menyempatkan untuk datang. Sebelum dia tahu bahwa Serlin pergi Liam mencoba menghubungi nomor telepon Serlin dan mengetuk pintu rumah perempuan itu. Namun hanya keheningan yang menyambut.
Liam kira Serlin pergi membeli keperluan dapur namun sampai setengah jam berlalu Liam tidak melihat kedatangan Serlin. Liam duduk di teras dengan gelisah, ponsel di tangannya menampilkan panggilan ke nomor Serlin yang lagi dan lagi hanya operator.
"Sayang kamu di mana? Jangan buat aku khawatir."
Liam membuang napas. Dia tidak bodoh nomor ponselnya sudah di blokir oleh Serlin namun bagaimanapun Liam tetap mencoba menghubungi, ada sedikit secercah harapan Serlin membuka kembali.
"Lima menit. Lima menit kamu gak datang aku pecahin kaca jendela kamu."
Benar saja seperti ucapan Liam. Kaca jendela rumah Serlin pecah di bagian depan. Pria itu masuk dan langsung ke kamar perempuan itu. Perbuatan Liam tidak dapat di contoh memang tetapi Liam tidak peduli dia ingin melihat seisi rumah Serlin.
"Kamu pergi ya sayang? Tanpa kasih tau ke aku? Tanpa dengar penjelasan aku?" Liam terkekeh kecil. Dia memukul pintu lemari dengan keras sampai buku tangannya memerah dan lecet.
"Kamu yakin sudah pergi jauh dari aku," ujar Liam gila. Tangannya bergerak membuka seluruh isi laci meja dan buku yang Liam harapkan ada. Senyum di bibir Liam muncul dia menarik satu buku berukuran berbeda dengan sampul yang berbeda dengan lainnya.
Liam menaikkan alisnya. Dia terkekeh kecil melihat isi buku harian Serlin. Terselip satu foto dirinya yang saat itu membersihkan halaman depan. "Kamu suka mengamati ku sudah lama ya sayang?"
"Sweet. Kamu lucu." Liam membalikkan kertas sampai gerakan jemarinya tertahan. Raut wajah bingung Liam terganti senang. "Ternyata ke sana. Aku susul kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story
Short StoryShort story romance Mulai : 24 Desember 2023 Selesai : Copyright ©2023 Short Story by MissRomansa