- 💉 : Awal

67 8 0
                                    

❀┊"Aku bersyukur dapat mengenal dirinya. Mengenal ia yang juga memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk sembuh."

𔘓𓂃 ִֶָ🌹

Di suatu rumah sakit terkenal di kota itu, seorang remaja laki-laki kini tengah berlari melewati koridor rumah sakit. Ia tak mempedulikan tatapan-tatapan aneh dari beberapa pengunjung lainnya.

Yang ia pedulikan hanya satu.

Reihanza yang kini tengah berjuang melewati masa kritisnya.

Sudah tak asing lagi baginya jika mendengar bahwa temannya itu sedang dalam kondisi kritis. Namun tetap saja, kekhawatiran tak akan pernah jauh dari pikiran remaja tersebut.

Walau Ia selalu yakin, Reihanza akan sembuh, dan dapat melewati masa kritisnya, dan itu pasti.

Lantas saat ia menemukan ruang IGD yang di dalamnya terdapat Reihanza saat ini, ia pun mulai terdiam dan duduk di salah satu bangku di sana. Duduk sembari menenangkan pikirannya yang selalu saja kalut jika menyangkut keadaan Reihanza.

Walau ia sendiri tau....

Bahwa ia tidak ada bedanya dengan Reihanza.

Remaja itu adalah Haekala Haendra Putra. Ia juga sama menderitanya dengan Reihanza, Haekala dianogsis mempunyai penyakit Kidney sufferers atau yang dikenal dengan penyakit gagal ginjal. Ia sudah menderita itu dari ia kecil. Dan di setiap hari-hari tertentu ia akan ditemani untuk jadwal cuci darah oleh sang Abang atau Reihanza, jika kondisinya sedang baik-baik saja.

Haekala muak? Tentu saja.

Ia sangat menderita mempunyai penyakit seperti ini. Sakit rasanya jika terkadang penyakit ini bisa kambuh di mana saja, dan kapan saja.

Tapi tidak ada yang dapat dirinya lakukan kecuali dengan berharap kepada Tuhan, agar ia dapat baik-baik saja. Agar saat ia bangun dari tidurnya, ia masih dapat bernafas menghirup udara.

Karena pikirannya yang sangat kalut, Haekala sampai tak melihat jika ada lelaki lain yang berada di dekat ruangan Reihan. Seorang laki-laki paruh baya yang juga menunggu kabar dari keadaan sang putra tunggalnya.

Ya, Pria paruh baya itu adalah ayah dari Reihanza.

Pria itu tersenyum sendu saat mengetahui atensi keberadaan Haekala di sana. Lantas ia mendekat.

"Haekala,"

Haekal mengangkat kepalanya dan mendapati Ayah dari temannya itu, segera ia mengusap air matanya yang sedari tadi tak hentinya turun membasahi wajah miliknya.

"Kamu ke sini sendirian?" tanya pria itu.

"Eh nggak paman.. Aku ke sini bersama abang," ucapnya sembari mengedarkan pandangannya mencari keberadaan sang Abang. Karena pikirannya yang kalut juga Haekala sampai melupakan keberadaan sang Abang yang ikut serta dengannya juga sedari tadi.

"Itu dia," ujarnya sembari telunjuk yang mengarah ke seorang laki-laki berperwakan tinggi dan juga tampan itu.

"Ya Ampun kal, Abang cariin di mana-mana ruangannya kamu malah enak banget langsung lari ninggalin."

"Maaf bang.. Haekal kalut tadi."

"Yasudah, Eh ada paman.. Maaf ya paman, Jon sama Haekala telat," ucapnya sembari memeluk Ayah dari Reihanza tersebut.

"Iya, tidak apa-apa, Jon."

"Sekarang keadaannya gimana paman? Masih di dalam?" tanyanya kembali.

"Iya. Masih di tangani oleh dokter Jaya." Pria paruh baya itu tersenyum sendu dan Jon dapat merasakan itu.

Sebuah senyuman yang dipaksa.

"Baiklah.. Haekala, ayo kita keruangan dokter Darren dulu. Hari ini jadwal kamu," ucap Jon lembut sembari menatap Haekala yang masih senantiasa menunduk.

"Tapi aku mau nunggu Reihan dulu..." katanya sambil melihat manik mata sang Abang.

Lantas Jon berjongkok di samping Haekala sembari mengelus puncak kepala sang Adik.

"Iya, cuman kamu nggak boleh telat. Nanti penyakit kamu malah kambuh, kalau kambuh sama aja nanti kamu nggak bisa lihat Reihanza, kan?"

"Tapi..."

"Haekala, gapapa.. Kamu bisa beresin jadwal kamu dulu. Jangan ditunda. Reihanza juga udah biasa gini kan? Gapapa kok," kali ini Ayah dari Reihanza membuka suaranya, ikut meyakinkan Haekala agar segera melakukan cuci darahnya.

"Reihanzanya juga pasti nggak bakal suka kalau Haekal nunda-nunda jadwal kamu." ucapnya lagi sembari tersenyum teduh. Meyakinkan Haekala kembali.

"O-oke.." Haekala menyerah, ia tak mau membuat temannya yang kini tengah berjuang di dalam ikut kecewa karena ia menunda-nunda jadwalnya apalagi karena menunggu Reihanza.

Jon tersenyum, lantas langsung mengajak Haekala agar keruangan dokternya guna melakukan jadwalnya hari ini.

"Baiklah, Paman Jon dan Haekal keruangan Dokter Darren dulu ya. Nanti ada apa-apa bisa kabarin Jon aja."

"Iya Jon."

Lantas dengan hati yang masih tak karuan itu, Haekala dengan langkah gontai pergi meninggalkan ruangan yang masih senantiasa diisi oleh temannya yang kini tengah berjuang di dalam sana.

Ia pergi meninggalkan lorong itu dengan hati yang tak hentinya terus berharap semoga keajaiban itu kembali datang kepada Reihanza.

'Gue mohon, Reihanza.'

𔘓𓂃 ִֶָ🌹

- Annyeong yeorobun! Gimana dengan chapter ini?? semoga terasa yaa feel nya :D don't forget to voment yeorobun, see u in another chapter 🤩

Berakhir || END ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang