Nadine terkejut melihat Arthur duduk di sofa sementara Nadine baru saja keluar dari kamar, kali ini Nadine keluar tidak dalam memakai handuk, tubuhnya lengkap tertutupi oleh piyama berlengan panjang, begitu juga celananya.
"Bapak baru dateng, ya?"
Arthur menghela napas. "Udah saya bilang tadi sore kalo kita lagi berdua jangan panggil kayak gitu. Kenapa, sih, kamu susah banget dengerin apa kata saya? Apa kata Devan aja kamu gampang ngerti."
"Terus saya panggil apa?"
"Gimana saya panggil kamu aja." jawab Arthur.
"Saya ngerasa kurang ajar kalo pake kamu. Bapak, 'kan, bos saya."
"Iya, emang saya bos kamu dan kamu wajib dengerin apa kata bos, 'kan? Ya udah, saya mau kamu jangan panggil saya 'Pak' atau 'Bapak' kalo gitu lagi berdua. Dimulai dari sekarang. Kalo kamu masih panggil saya kayak gitu, bulan ini kamu nggak gajian."
"Ih, jangan! Oke, saya nggak akan panggil 'Pak' atau 'Bapak.'"
Arthur mengangguk-anggukkan kepala. "Kamu udah makan?"
"Belum, ini saya mau masak makan malem. Em ... Kamu udah makan?"
Arthur menahan bibir untuk tidak tersenyum. "Belum."
"Kayaknya Bap ... Maksudnya, kamu harus cobain masakan saya. Pak Devan udah beberapa kali cobain masakan saya." kata Nadine sambil berjalan menuju area masak.
Arthur bangkit berdiri. "Two things. Jangan pake kata saya, ganti jadi aku. Yang kedua, jangan pernah bawa-bawa Devan lagi."
"Iya." balas Nadine tanpa berbicara apa-apa lagi karena lelah jika harus mendengar Arthur yang pasti akan berbicara panjang lebar.
"Mau masak apa emang?" Arthur mendekat pada Nadine yang sedang mengambil bahan-bahan di kulkas.
"Biasanya sa ... Aku masak yang sederhana aja, tapi karena ada kamu, nggak mungkin yang biasa-biasa aja."
Arthur tersenyum sambil menyenggol lengan Nadine dengan lengannya. "Tau banget."
Nadine tertawa dan meletak bahan-bahan masakannya di meja dapur sementara Arthur sedang memperhatikan isi kulkas Nadine yang tidak penuh itu, tidak seperti pertama kali ia membawa Nadine ke apartemen tersebut.
Arthur menutup pintu kulkas dan berjalan mendekati Nadine. Entah mengapa, Arthur merasa canggung ingin memeluk Nadine. Namun, jika Arthur terus merasa canggung dan tidak memaksakan diri, Arthur tidak ingin rasa canggung itu semakin bertambah.
Ketika Arthur berdiri di belakang gadis itu, kedua tangan Arthur langsung melingkar di perut Nadine, memeluk Nadine dari belakang dan Nadine diam saja seraya sibuk memberi bumbu pada dada ayam. Berkat sering memakan makanan restoran dan memiliki smartphone sehingga bisa mencari resep masakan, skill memasak Nadine kian bertambah dan malam ini Nadine akan membuat honey garlic chicken.
Arthur menatap wajah Nadine yang menurutnya tampak sedih. "Lagi mikirin Devan?"
Nadine menghela napas. "Padahal kamu yang bilang jangan bawa-bawa Devan."
"Kamu keliatan sedih."
Nadine menatap Arthur. "Enggak, sedih gimana? Orang muka aku biasa aja."
"Emang keliatan sedih, kok."
"Enggak." balas Nadine. Nadine sama sekali tidak merasa sedih tetapi tidak dipungkiri jika Nadine masih dihantui oleh kalimat Devan saat berada di kantor tadi.
-pbhis-
Arthur menelan ludah dengan mulut yang seolah berair melihat hasil masakan Nadine. Aroma masakan Nadine tercium sangat nikmat membuat Arthur tidak sabar untuk mencobanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Arthur Wilson] Perverted Boss and His Innocent Secretary [COMPLETED]
Любовные романыMempunyai sekretaris yang polos adalah sebuah keberuntungan atau kesialan? Mungkin untuk Arthur adalah keduanya. Nadine, gadis polos yang berasal dari kampung, hanya tamatan SMA dan tidak pernah mengenal yang namanya sex education, menjadi korban k...