PBHIS-07

84.8K 1.8K 174
                                    

"Udah, deh, Pak. Saya ngantuk." kata Nadine sambil menjauh dari Arthur dan pergi dari kamar mandi.

Arthur menghela napas dengan mata yang tertuju pada bagian bawahnya. Arthur pun keluar dari kamar mandi dan langsung mendapati Nadine sudah berbaring dengan posisi meringkuk seperti itu. Dengan posisi seperti itu, Arthur dibuat semakin tidak tahan lagi karena paha Nadine yang kian terekspos.

Arthur menghela napas, menenangkan diri sekaligus menahan nafsu agar tidak semakin memuncak. Bukannya keluar dari kamar itu, Arthur malah membuka bajunya sehingga menjadi bertelanjang dada dan naik ke tempat tidur. Dengan entengnya, kedua tangan Arthur memeluk begitu saja tubuh Nadine sehingga membuat kedua mata Nadine terbuka lebar seketika.

"Aaaa!" jerit Nadine yang langsung duduk di tempat tidur melihat Arthur bertelanjang dada.

"Apaan, sih. Lebay banget kamu pake teriak, saya cuma buka baju gini." Arthur menatap sejenak perutnya dan beralih menatap Nadine yang sedang menutup mulut sambil menatap tubuh Arthur dengan mata yang melotot.

"Ya ampun, Pak." Nadine kembali bersuara dengan tangannya yang turun ke bagian dada, matanya tidak lepas menatap perut Arthur.

Melihat Nadine tidak kunjung melepaskan tatapan dari tubuhnya, Arthur tersenyum sambil beralih duduk di tempat tidur.

"Betah tuh mata." kata Arthur dengan posisi kaki kanan yang ditekuk dan tangan kanan yang bertengger di atas lutut. "Kamu suka liat badan saya ini? Jujur aja."

Nadine menunduk sambil menggigit bibir bagian dalam, dengan polosnya, Nadine mengangguk. "Kalo di kampung, harus ngintip-ngintip, Pak. Kalo ngeliatin kayak gini pasti langsung diceritain."

"Karena kamu nggak lagi di kampung dan mumpung ada kesempatan, liatin aja badan saya, nggak papa. Mau kamu sentuh juga boleh."

Kedua mata Nadine melebar dan senyum Arthur kian melebar juga. "Boleh, Pak?"

Arthur memejamkan mata sejenak. "Tadi, 'kan, saya bilang boleh." Arthur berbaring terlentang dengan satu tangan yang dijadikan sebagai bantalan. Melihat posisi Arthur seperti itu, Nadine menutup wajah menggunakan kedua tangan karena Arthur terlihat sangat seksi dan menggoda di matanya.

"Kalo kamu mau sentuh badan khususnya perut saya, saya juga harus sentuh kamu, dong. Simbiosis mutualisme, kamu tau apa artinya?" tanya Arthur.

"Saling menguntungkan?" Nadine menjawab dengan sedikit ragu.

Arthur menjentikkan jari. "Ya, kapan lagi kamu bisa sentuh badan bos kamu. Saya lagi baik malem ini, silakan sentuh badan saya dan biarin saya sentuh kamu juga, setuju?"

Nadine diam saja karena ada perasaan ragu di dalam hatinya.

"Cuma malem ini aja saya izinin kamu sentuh badan saya, besok-besok nggak lagi."

"Nggak, deh, saya nggak mau sentuh badan Bapak. Nanti saya ketagihan pengen terus sentuh badan Bapak sedangkan Bapak bilang cuma malem ini aja saya diizinin sentuh badan Bapak."

Mendengar kalimat Nadine barusan, Arthur sedikit gelagapan. "Tapi, kalo malem ini kamu sentuh badan saya, boleh, kok, sampe seterusnya kamu ulangi lagi."

"Bener, Pak?" tanya Nadine memastikan dan Arthur langsung mengangguk. "Kalo saya sentuh perut Bapak, nanti Bapak sentuh perut saya juga, ya?"

"Terserah saya. Terserah saya mau sentuh tubuh kamu di bagian mana. Ini posisinya saya bos dan kamu sekretaris, karena kedudukan saya lebih tinggi, saya berhak, dong, punya ketentuan." Kedua mata Arthur sedang tertuju pada payudara Nadine.

"Duh, tiba-tiba saja mules. Bentar, ya, Pak." Nadine tidak berbohong, perutnya tiba-tiba saja terasa sakit dan gadis itu pun langsung pergi ke kamar mandi. Sementara Arthur, pria itu mendengus kesal karena harus menunggu di saat gairahnya sudah memuncak.

[Arthur Wilson] Perverted Boss and His Innocent Secretary [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang