Nadine beranjak dari sofa dan memberikan catatan mengenai pertemuan Arthur dengan rekan kerja pria itu. Posisi Arthur saat ini duduk bersandar di tempat tidur sambil membaca buku.
"Pak, kita nggak ada jalan-jalan?" tanya Nadine sambil menyerahkan catatan yang sudah ia buat.
"Jalan-jalan aja sana sendiri, saya masih pengen hidup." jawab Arthur sambil membaca catatan yang Nadine buat.
Nadine mengerutkan dahi mendengar kata terakhir dari kalimat Arthur. "Emang kalo jalan-jalan, Bapak bisa meninggal gitu?"
Arthur menghela napas. "Itulah pentingnya tau tentang siapa saya."
Nadine tampak semakin bingung. "Bapak ngomong apa, sih?" gumam Nadine dengan pelan.
Karena hari sudah malam, sudah makan malam juga, Nadine pun naik ke tempat tidur walaupun sebenarnya belum mengantuk. Semenjak dibelikan handphone canggih oleh Arthur, Nadine menjadi gemar bermain ponsel di mana sebelumnya Nadine sangat jarang memainkannya, maklum, ponsel Nadine sebelumnya hanya dipakai untuk berteleponan dan mengirim pesan, ada permainan pun hanya permainan ular.
Nadine berbaring membelakangi Arthur dan sudah asyik dengan ponselnya, gadis itu sedang bermain game yang tentu saja tidak ada di ponsel sebelumnya.
Arthur menutup buku agenda berisi catatan yang ditulis oleh Nadine, karena tidak ada masalah dan kesalahan dengan apa yang Nadine tulis, Arthur pun menaruh buku tersebut di nakas lalu menoleh pada Nadine.
Pakaian yang Nadine kenakan sama modelnya seperti kemarin malam tanpa Nadine pernah melepas outernya. Kedua mata Arthur sedang memperhatikan tubuh terutama paha Nadine yang akhir-akhir ini kembali berhasil mengguncang imannya yang sangat tipis itu.
"Kamu tau," Arthur bersuara membuat Nadine menoleh. "Saya harus tidur pake guling, tapi, di sini nggak ada guling."
Nadine beralih menatap tempat tidur dan baru sadar jika memang tidak ada guling. "Ya udah, Bapak pake bantal saya aja, saya nggak masalah tidur nggak pake bantal."
"Enggak!" Arthur menahan bantal yang hendak Nadine angkat. "Percuma kamu kasih bantal kamu ke saya, tetep aja itu bantal, bukan guling."
"Tapi, kemarin Bapak bisa tidur, 'kan?"
Arthur terdiam. Sebenarnya tidak masalah tidur tanpa memakai guling tetapi demi sebuah maksud, Arthur harus berbohong kepada Nadine.
"Saya nggak bisa tidur. Karena kamu udah tidur duluan, kamu nggak tau aja kalo saya nggak bisa tidur."
"Oh, pantes aja tadi pagi Bapak keliatan kesel, ternyata Bapak kurang tidur."
Arthur langsung mengangguk. "Jadi, karena saya butuh guling dan di sini nggak ada benda itu, gimana kalo kamu yang jadi guling saya?"
Nadine mengerutkan dahi. "Saya nggak ngerti."
"Ya, saya peluk kamu biar saya bisa tidur. Saya bayangin kamu itu guling, daripada saya nggak bisa tidur lagi terus saya sakit? Nanti kamu, lho, yang ribet kalo saya sakit."
"Ya udah, deh, terserah Bapak." balas Nadine yang kembali membelakangi Arthur dan melanjutkan kegiatan bermain gamenya.
Arthur langsung tersenyum dan dengan cepat menghilang. Pria itupun mulai berbaring dan langsung memeluk Nadine. Tangan kanannya melingkar di perut Nadine dan tangan kiri melingkar tanpa dosa di payudara Nadine.
"Pak, kenapa tangan Bapak di sini?" tanya Nadine dengan raut tidak nyaman melihat posisi tangan kiri Arthur.
"Guling empuk, 'kan? Nah, di sini rasanya hampir sama kayak guling, empuk. Udah, diem aja kamu. Dua hari lagi kamu gajian, lho."
KAMU SEDANG MEMBACA
[Arthur Wilson] Perverted Boss and His Innocent Secretary [COMPLETED]
RomansaMempunyai sekretaris yang polos adalah sebuah keberuntungan atau kesialan? Mungkin untuk Arthur adalah keduanya. Nadine, gadis polos yang berasal dari kampung, hanya tamatan SMA dan tidak pernah mengenal yang namanya sex education, menjadi korban k...