Agas merasa tubuhnya bergetar ketika suara ketukan pintu tiba-tiba menghentak kedamaian tidurnya. Dia mengernyitkan dahi dalam kegelapan yang mengelilinginya. Cahaya matahari belum muncul dari jendela hingga ruangannya masih remang-remang.
Pria itu mencoba mengumpulkan kesadaran dan mendengarkan dengan saksama. Suara ketukan pintu terdengar lagi, lebih keras kali ini. Agas bangkit dari tempat tidurnya dengan cepat. Tiba-tiba gerakannya terhenti. Dia tidak sedang berada di apartemennya. Meski samar, dia bisa melihat lemari kayu memenuhi tepi ruangan. Lemari kayu yang dipenuhi buku-buku bersampul tebal dengan tulisan Arab di punggungnya.
Apa dirinya mabuk semalam hingga masuk ke sebuah tempat yang tak dikenalnya? Agas gamang. Dia berjalan menuju pintu kamar tidurnya dengan hati-hati, berusaha untuk tidak membuat suara berisik dan menabrak benda-benda asing di kamar yang tak kalah asingnya.
Agas meraba-raba dinding mencari saklar dan akhirnya menyalakan lampunya. Matanya mengerjap beberapa kali untuk beradaptasi dengan cahaya. Namun, alis pria itu mengerut dalam menyadari kalau dia berpakaian lengkap. Bukankah semalam dia sedang bersenang-senang dengan Melani?
Mata pria itu kembali ke arah kasur. Kosong. Firasat buruk mulai merayap masuk ke dalam dirinya. Dia mencoba mengingat apa yang terakhir kali dia ingat sebelum tertidur, dan kenangan tentang malam sebelumnya datang seperti kilat kecil dalam pikirannya.
Setelah mencapai puncak kenikmatan bersama Melani, dia terlelap. Agas yakin dia hanya memejam dan terlelap. Tidak minum-minum atau lainnya. Tidak mungkin dia bisa berpindah ruangan, bukan?
Namun, sekarang, Melani tidak ada di sini. Agas terdiam sejenak, mencoba untuk tidak panik. Dia memutuskan untuk membuka pintu kamar tidurnya dengan hati-hati.
Di depannya, ada seorang pemuda berpakaian sangat sopan dengan peci di kepala. Dia tampaknya tenang dan tak tergesa-gesa. Pemuda itu menatap Agas dengan senyuman yang ramah sambil bertanya, "Maaf, Gus Faiz, apa Gus mau memimpin salat Tahajud bersama?"
Agas terkejut dan bingung oleh pertanyaan ini. Bagaimana mungkin dia dipanggil Gus sementara salat saja tidak pernah. Apalagi baru saja dirinya berzina dengan Melani. Apa orang di hadapannya ini sudah gila?
Namun, belum sempat Agas membuka mulut, kepalanya mendadak terasa sakit sekali, seolah-olah ada sesuatu yang tidak beres dalam ingatannya. Rasa kebingungan dan ketidaknyamanan melanda diri. Saat Agas mencoba untuk menjawab, kata-kata tampaknya terjebak di tenggorokannya. Dia merasa semakin pusing, dan dunia di sekitarnya mulai berputar. Semua berlangsung sangat cepat, dan dalam sekejap, Agas jatuh ke lantai tak sadarkan diri
***.
Agas tidak tahu berapa lama dia kehilangan kesadaran. Ketika dirinya membuka mata, dia mendapati dirinya masih dalam ruangan yang sama. Namun, kali ini bertambah aroma harum yang menenangkan. Matahari sudah naik. Jendela di tepi ruangan terbuka lebar meniupkan udara segar pegunungan. Pemandangan di luar begitu asri. Pegunungan menghijau, suara cericip burung, sangat kontras dengan pemandangan ibu kota.
Agas merasa tercengang dan bingung. Dia mencoba mengingat bagaimana dia bisa sampai ke tempat ini, tetapi ingatannya masih buram. Mungkin dia sedang bermimpi, tapi semuanya terasa terlalu nyata. Dia mulai mencari-cari ponselnya, tetapi tidak menemukannya.
Suara derap langkah mengembalikan fokus Agas. Muncul seorang pria tua dengan janggut putih yang panjang dan lebat. Pria baya dengan kerut-kerut di wajah itu tampak bijaksana.
"Assalamualaikum, Gus Faiz. Apa Gus sedang kurang sehat?" tanya pria tua itu dengan sopan.
Agas semakin bingung karena pria itu masih menggunakan nama Gus Faiz untuknya. Dia menjawab dengan ragu, "Siapa sih Gus Faiz itu? Gue Agas!" tukasnya kesal.
Pria tua itu tampak terkejut dan dia mengernyitkan dahinya. "Saya belum pernah melihat Gus berkata kasar seperti itu...." Ada nada mengambang di sana.
"Kasar? Gue cuma bilang kalau gue ini Agas. Gue nggak pake anjing atau babi, kan?"
"Astagfirullah!" Pria tua itu mengelus dadanya penuh keterkejutan. Dia seolah tak percaya dengan apa yang baru didengarnya.
"A-apa Gus kecelakaan? Apa ada yang terbentur di kepala?" Pria itu mendekat dan berusaha meraba kepala Agas, tapi langsung ditepis kasar.
"Ngapain sih lo!"
Lagi-lagi pria baya itu beristighfar. "Gus Faiz, sebaiknya Gus salat Subuh dulu lalu beristirahat. Mungkin kita bisa melakukan rukhiyah saat duha nanti."
"Apaan, sih! Gue nggak kerasukan setan!"
Namun, pria tua itu memilih diam dan berbalik meninggalkan Agas yang membeku diam.
Di lain pihak, Agas mondar-mandir tak karuan di kamar. Pikirannya sama sekali tidak fokus. Dia melongok ke luar jendela. Saat itulah dia melihat pantulan bayangan di cermin. Pria dengan janggut tebal, tapi rapi. Mata lebar dan hitam pekat. Alis meruncing, hidung mancung dan kulit putih yang halus.
Agas mengumpat keras karena terkejut.
Rasa panik mulai merayap ke dalam dirinya. Apa yang terjadi? Bagaimana mungkin dia bisa berada dalam tubuh orang lain? Apakah ini mimpi? Tapi semuanya terasa terlalu nyata untuk menjadi mimpi.
Sekali lagi Agas mencubit pipinya.
Sakit.
Artinya dirinya tidak bermimpi. Agas tidak percaya Tuhan. Tidak percaya setan dan semua kejadian supranatural. Namun, kali ini dia mengalaminya sendiri.
Namun, tidak ada penjelasan logis tentang alasan fenomena langka ini selain memang dirinya mengalami "pertukaran jiwa" atau "transmigrasi tubuh."
Agas mencari cermin di ruangan itu. Tidak ada. Pria yang disebut Gus Faiz itu lebih senang bercengkrama dengan buku dan mengabaikan penampilannya. Namun, kalau dilihat bentuk tubuhnya, jelas Faiz adalah pria yang bugar. Tubuh mereka sama-sama padat berotot. Bahkan Agas tidak percaya seorang ustad bisa memiliki tubuh sekekar ini. Akan tetapi, wajah Faiz terasa familiar di ingatan.
Tiba-tiba mata pria itu membeliak. Gus Faiz ... dia pernah mendengar nama itu. Salah satu pekhotbah kondang yang sering diundang mengisi acara di televisi dan memiliki banyak follower di media sosial.
Senyum mengembang dengan lebar. Sebuah ide terbersit di benak Agas. Jika Gus Faiz adalah seorang ustad kondang, tentu saja dia digemari banyak wanita. Melihat tidak adanya foto perempuan satu pun di ruangan ini, bisa dikatakan kalau Faiz belum memiliki kekasih ataupun istri. Artinya, Agas bisa mencari wanita yang bisa dia goda dengan tubuh barunya.
Betapa menyenangkan bisa membuat wanita tunduk pada pesona seorang ustad saleh yang ternyata memiliki jiwa yang akan membuat mereka semua menyerah di atas ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Playboy TAMAT
ParanormalFaiz terkejut kala terbangun dalam keadaan telanjang bulat bersama seorang perempuan yang juga tidak berbusana. Parahnya, dia adalah seorang Gus sekaligus penceramah agama yang dihormati, lulusan salah satu universitas ternama di Arab Saudi. Belum...