8. Evil Deed

170 6 11
                                    


Otak cerdas Agas lekas mencari akal. Dia tidak boleh sampai ketahuan kalau punya pikiran mesum terhadap Nurul yang suaranya saja terdengar begitu indah.

Sejenak Agas berdeham. "Kiyai, boleh saya bertanya? Mengapa santri laki-laki dan perempuan dipisahkan? Saya tidak pernah melihat ustadzah atau santri perempuan sejak tiba di sini."

Kiyai Hasan menoleh, wajahnya memancarkan kelembutan dan pengertian. Pria baya itu berusaha memahami kalau Gus yang ada di hadapannya ini sedang mengalami amnesia hingga hal dasar seperti ini pun tidak bisa dia pahami.

"Subhanallah, Gus Faiz." Kiyai Hasan mengelus dadanya bersabar. "Di semua pesantren memang memisahkan santri laki-laki dan perempuan untuk menjaga adab dan interaksi mereka sesuai dengan tuntunan agama. Tapi, jangan salah paham, santri perempuan juga mendapat pendidikan yang sama baiknya. Mereka memiliki ustadzah dan fasilitas sendiri di sisi lain pesantren."

Agas mengangguk, pura-pura memahami penjelasan Kiyai Hasan. "Apakah saya bisa melihat bagian pesantren untuk santri perempuan? Siapa tahu ingatan saya bisa muncul begitu melihat sesuatu yang asing," tanyanya, rasa penasaran masih menggelayut di hatinya. Dirinya adalah seorang Gus yang dihormati. Masa tidak boleh, sih?

Kiyai Hasan tersenyum sabar. "Tidak begitu, Gus Faiz. Interaksi langsung antara santri laki-laki dan perempuan kami batasi. Bahkan guru-gurunya pun satu mahram. Kami percaya pada pentingnya menjaga batas-batas tersebut untuk menghindari fitnah dan menjaga hati mereka tetap bersih."

Agas mengumpat dalam hati. Dia tidak percaya ada aturan sebodoh itu di dunia. Percuma dong kalau menginap di sini, tapi tidak bisa bersenang-senang di waktu malam? Atau diam-diam bermain di balik semak perdu dan merasakan sensasi dingin di tubuh yang langsung menyatu dengan alam?

Bagaimana mereka bisa berkembang biak jika tidak pernah mengenal dengan lawan jenis? Apa seperti dirinya dan Nurul? Main dijodohkan? Benar-benar seperti judi! Bagaimana kalau sampai pasangan ternyata tidak bisa memuaskan di ranjang? Sia-sia dong menikah? Gerutu Agas dalam hatinya.

"Gus, ayo kita makan siang," ajak Kiyai Hasan saat menyadari waktu sudah satu jam menjelang Zuhur.

Namun, Agas yang tak sabar ingin melihat Nurul, calon istrinya, mencari cara untuk bisa mengintip ke sisi lain tembok tinggi yang memisahkan santri laki-laki dan perempuan.

"Saya mau berkeliling lagi. Rasanya kepala saya mulai mengingat pemandangan di sini. Kalau saya berhenti khawatir nanti malah lupa lagi." Agas beralasan.

Kiyai Hasan pun setuju dan pamit karena harus mengurusi santri makan siang. Sebagai Kiyai, dia harus mengawasi jalannya makan dan ikut makan bersama ustad lainnya di ruang makan. Baru setelah itu, persiapan salat Zuhur.

Untuk beberapa waktu, Agas masih mondar-mandir di sekitar tembok sambil mengamati sekitar. Begitu suara-suara sudah sunyi di sekitarnya, Agas menyeringai puas.

Matanya bak elang yang menyisir setiap sudut yang bisa dijangkau. Dengan langkah yang hati-hati, mendekati sebuah pohon rindang di sudut yang tersembunyi. Dia memanjat dengan cekatan, tersembunyi di balik rimbunnya dedaunan. Dari sana, ia bisa melihat ke sisi lain tembok.

Pandangannya jatuh ke sebuah dunia yang berbeda: banyak santri wanita yang beraktivitas, semuanya berjilbab tapi tidak ada yang bercadar. Agas bertanya-tanya, mungkin di lingkungan yang semuanya wanita, mereka merasa tidak perlu bercadar? Kalau begitu aman, kenapa sekalian tidak berjilbab? Seringai mesum muncul di wajah.

Ah, mungkin mereka menjaga dari orang-orang macam dirinya yang berniat mengintip seperti sekarang. Namun, sedikitnya dia kecewa melihat bagaimana gamis lebar hitam dan jilbab hitam tak kalah lebar menutupi tubuh mereka. Mengganggu saja!

Mata Agas menyapu area itu, mencari satu wajah di antara banyaknya wajah yang ada. Dan kemudian, di sana, di tengah kerumunan, ada satu sosok yang tampak berbeda.

Saat itu telinganya menangkap sebuah suara.

"Ustadzah Nurul."

Agas langsung menajamkan mata ke arah pandangan sang pemilik suara. Agas berhasil menemukannya. Dadanya berdebar kencang.

Nurul, berdiri di sana, adalah sebuah gambaran kecantikan yang tak lekang oleh waktu. Kulit wajahnya bercahaya bak mutiara yang terkena sinar matahari, terlihat lembut dan bersih. Matanya besar dan berbinar, seperti dua buah permata cokelat yang berkilauan, mencerminkan kedalaman dan kebijaksanaan. Agas bisa langsung membayangkan rambutnya tersembunyi di balik jilbabnya yang dikepang atau diikat bawah hingga tidak menonjol di kepalanya sama sekali. Keanggunannya tak tersembunyi. Bibirnya merah alami, tersenyum dengan kelembutan yang menyentuh jiwa. Setiap gerakannya anggun dan penuh martabat, membuatnya tampak seperti bunga yang mekar sempurna di tengah taman.

Nurul berbicara dengan santri-santri lainnya, suaranya lembut namun jelas, seperti alunan musik yang menyenangkan hati. Aura yang ia pancarkan begitu hangat dan menenangkan, membuat orang-orang di sekitarnya merasa nyaman dan diterima. Ada kecerdasan yang terpancar dari matanya, kebijaksanaan yang tak hanya berasal dari pengetahuan, tapi juga dari pengalaman.

Agas terpesona, tak bisa mengalihkan pandangannya dari sosok Nurul. Setiap detail tentangnya, dari cara ia berbicara hingga senyumnya yang lembut, membuat hati Agas terpaut. Dia seperti lukisan yang sempurna, karya seni yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Nurul adalah definisi kecantikan yang tak hanya fisik, tapi juga kecantikan jiwa dan akal.

Di balik rimbun pohon, Agas menyaksikan Nurul dengan rasa kagum yang mendalam. Dia berharap bisa berbicara dengan Nurul, mendengar suaranya langsung, melihat mata indah itu dari dekat. Namun, ia tahu bahwa itu mustahil dalam situasi ini. Jadi, ia hanya bisa menatap dari kejauhan, menyimpan rasa kagum itu dalam hatinya.

Waktu berlalu, dan Agas masih terpaku di tempatnya, tak ingin melewatkan satu detik pun untuk menyaksikan Nurul. Namun, akhirnya ia harus turun dari pohon tersebut, kembali ke realitas bahwa ia hanya bisa mengagumi dari jarak jauh.

Turun dari pohon, Agas merasa ada perubahan dalam dirinya. Kecantikan Nurul bukan hanya membuat hatinya berdebar, tapi juga membangkitkan sisi liar yang mampu membakar gairah panas di dada hingga sebuah tekad terbentuk di dada. Dia akan membuat Nurul bertekuk lutut di bawah kedua kakinya!

 Dia akan membuat Nurul bertekuk lutut di bawah kedua kakinya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Up dari apk error. Dari browser ga ada tulisan "tulis". 

Udah beres dari kemarin lusa, baru bisa up hari ini. 😡

Gus Playboy TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang