Asap putih menyelimuti jembatan penyeberangan dermaga, membatasi jarak pandang dan menciptakan kepanikan ringan di antara para penumpang. Tepat setelah pengumuman masalah pada pendaratan sampai ke telinga mereka, pintu Peluncur Langit segera dibuka meski masih terdapat kejanggalan pada proses penurunan suhu danau.
"Kemarilah! Ikuti cahaya ini!" ujar seorang Petugas Keamanan sembari melambaikan tongkat neon. Memandu para penumpang yang baru keluar dari kapal. "Perhatikan langkah kalian! Tolong tetap tenang! Hal seperti ini sering terjadi saat pendaratan dini hari! Tidak perlu panik dan ikuti saya!" jelasnya untuk menenangkan mereka.
Petugas tersebut berasal dari ras Piscium, memiliki perawakan kurus dengan telinga berbentuk sirip dan rambut biru. Tubuhnya sedikit bungkuk, mengenakan kacamata, dan sedikit keriput. Tampak seperti petugas senior yang hampir pensiun.
Meski kacamatanya tertutup embun, Petugas Keamanan tersebut tetap mampu memandu para penumpang dengan lancar. Ia sesekali menjentikkan jari dan menyebarkan suara, menggunakan ekolokasi untuk memilih arah yang tepat. Tidak ragu mengambil langkah meskipun pijakannya benar-benar tertutup kabut.
"Tu-Tunggu! Tolong jangan cepat-cepat!" Seorang penumpang yang sudah lanjut usia meraih tangan Petugas Keamanan. Ia sedikit gemetar, kemudian menundukkan kepala dan berkata, "A-Apa ini aman? Jalannya sama sekali tidak kelihatan ...."
"Tenang saja, Pelanggan yang Terhormat. Anda tidak perlu cemas!" Petugas Keamanan memegang tangannya dengan erat, kemudian melambaikan tongkat neon dan lanjut berkata, "Layanan kami sudah sesuai dengan Protokol Almiah."
"Ba-Baiklah ...." Penumpang tersebut mengangguk pelan.
"Jika masih belum yakin, saya bisa memandu Anda seperti ini." Petugas Keamanan tidak melepaskan tangannya. Sembari memberikan tanda kepada rekannya yang berdiri di dermaga, ia dengan suara lantang berkata, "Baiklah, sebaiknya kita bergegas! Sepertinya air laut sebentar lagi naik! Arus dari kanal akan semakin deras!"
"A-Apa ada masalah?"
"Perasaan pendaratan dini hari tidak seperti ini, kabutnya tebal sekali."
"Hmm, terlalu tebal! Apa ada masalah di menara kendali? Dari tadi suara airnya tidak berhenti-berhenti, loh! Bukannya penurunan suhunya sudah selesai?"
Penumpang lainnya ikut panik, kemudian mulai mencibir kualitas pelayanan terminal pendaratan. Meski sejauh mata memandang hanya ada kabut tebal, mereka mulai menoleh ke sana kemari seakan ingin mencari tahu. Menunjukkan gelagat ingin menyalahkan pihak pengurus, bahkan ada yang berniat menuntut pihak penanggungjawab terminal pendaratan.
"Tidak perlu cemas, kita sudah dekat dengan dermaga!" Meski dicibir, Petugas Keamanan yang memandu mereka tetap menunjukkan sikap profesional. Ia melempar senyum ramah, kemudian mengangguk ringan dan berkata, "Tenang saja! Kami akan memberikan kompensasi yang sesuai, jadi tolong jangan panik dan patuhi arahan kami!"
"Terserah! Lakukan saja tugas kamu!" ujar seorang penumpang dengan tubuh gempal.
Pria paruh baya tersebut berasal dari kaum Malin, ras Spix. Ia memiliki unsur genetik kucing yang cukup kental, bulu abu-abu, dan ekor yang pendek. Karena ukuran tubuhnya yang besar, ia lebih mirip seperti beruang daripada kucing.
"Hey! Jangan menyerobot! Antre yang benar, dong!!" bentak seorang pedagang yang juga baru saja turun dari Peluncur Langit. "Air liur kamu menciprat ke baju ku!" lanjutnya seraya menyeka pakaiannya dengan saputangan.
Pedagang itu berasal dari kaum Malin, ras Mustela. Ia memiliki karakteristik musang yang sangat kental, tubuh dipenuhi bulu berwarna keemasan, ekor lebat, dan telinga lebar. Tampak seperti pria kurus dalam kostum maskot bintang. Namun, tentu saja dia tidak ramah karena Mustela dikenal sebagai ras cerdik dan materialis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siklus Sakral
FantasíaSejarah yang terlupakan, peradaban baru umat manusia, dan warisan keangkuhan. Perdamaian tanpa tujuan hanya akan mendatangkan dekadensi masyarakat, menggiring mereka menuju akhir berikutnya. Siklus kehancuran dan penciptaan dunia. Mereka menyembunyi...