CH 04 - Unknown Facet Realm II (Part 02)

2 1 0
                                    



Korwa merasakan temperatur yang berbeda, intensitas Unfar mengalir layaknya badai dahsyat yang datang di tengah musim panas. Suhu seakan menjauh dari permukaan jemari dan dada, mendatangkan radang dingin yang menjalar ke sekujur tubuh. Ingatan serta akal sehat melayang dalam sekejap, seakan ditarik keluar dari tubuh dengan paksa.

"Apa-apaan ini? Apa dia orang yang sama?" benak Korwa seraya melangkah mundur. Tepat setelah perempuan rambut biru tersebut memasuki kelas, Ia langsung memucat dan gemetar tidak karuan. Membisu dengan wajah dipenuhi ketakutan seakan-akan sedang melihat hantu. "Kenapa kamu masih hidup?" tanyanya seraya mengerutkan kening.

Diskusi seketika terhenti, pertanyaannya menarik perhatian seluruh murid dan menciptakan suasana senyap yang janggal. Diiringi tatapan sinis, heran, dan kebencian yang samar-samar tercampur layaknya lumpur. Mereka terusik karena pertanyaan itu tidak pantas diucapkan oleh seorang Pengajar, apalagi kepada Pelajar dari Jann.

"Uluran tangan penuh keraguan selalu terlambat meraih kebenaran ...." Irwin bangun dari tempat duduk, kemudian berjalan menuruni anak tangga dan bertepuk tangan sekali. Sembari melebarkan senyum tipis layaknya seorang penguasa, pemuda rambut hitam itu perlahan mengulurkan tangan kanannya ke depan dan berkata, "Apa yang menggerakkan kamu, Ibu Korwa? Pencapaian? Melindungi sesuatu? Atau mungkin kepercayaan?"

"Hah? Bicara apa kamu ini?!" Korwa terhenti, berhenti mengerutkan kening dan mulai menunjuk dengan kesal. "Memangnya makhluk sepertimu tahu apa tentang diriku?! Kamu bahkan tidak tahu tentang perasaan seorang Halv! Dasar keturunan tiran!" bentaknya lantang.

"Kakanda?" Lydia ikut bangun, lekas meraih tangan Irwin dan berkata, "Tolong berhenti! Dia ... orang yang menyerang Kakanda waktu itu, 'kan?"

"Tak perlu cemas, aku baik-baik saja. Sekarang aku sudah memahaminya." Irwin melepaskan tangan Adiknya, kemudian lanjut menuruni anak tangga dan berhenti tepat di hadapan Korwa. "Lama tidak berjumpa, Inkarnasi Leviathan. Apakah zaman senja ini menyenangkan?" ujarnya menyipitkan mata dan menatap tajam.

"Apa yang kamu bicarakan⸻?"

Ingatan berkarat, terendam air asin dan diterjang suara ombak. Aroma khas besi tua yang sudah lapuk tiba-tiba merangsang kenangan rapuh.

Bobot kenangan yang seharusnya tidak pernah Korwa alami. Ingatan lapuk milik seseorang dari masa lampu. Jauh sebelum Perang Sipil Kedua berakhir, tepat pada awal pendirian Kekaisaran Solus. Terasa sangat kuno dan keramat, sakral layaknya berasal dari siklus kehidupan entitas primal.

Dipenuhi kobaran api biru yang menyala di atas genangan air.

Lebih gelap dari malam, sunyi layaknya pemakaman tua. Namun, gugusan bintang seakan mengubah semua kesan negatif yang ada. Ikut menerangi tumpukan mayat terbakar yang mengapung di atas genangan air hitam.

Sejauh mata memandang hanya ada kehancuran, seluruh kehidupan perlahan terbakar sampai menjadi abu dan larut dalam air. Kelak akan menjadi garam dan memberikan rasa asin untuk masa depan keturunan mereka.

Tepat sebelum Korwa memahami apa yang dirinya lihat, kesadarannya ditarik keluar dan kembali dihadapkan dengan Irwin. Tersentak dengan wajah memucat dan mulut sedikit terbuka dengan kaku. Ingin mengatakan sesuatu, namun kalimatnya tertahan di tenggorokan. Tertelan bersama rasa takut, kemudian memperlihatkan kecurigaan pada wajah.

"Ah, kamu belum mengingatnya? Sayang sekali ...." Irwin melempar senyum sayu, lalu memalingkan pandangan dan lanjut berkata, "Biarlah! Lagipula itu hanya janji sepihak."

Siklus SakralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang