4. Terjebak tanpa Suara

1.7K 268 34
                                    

Jangan lupa vote komen 💞
Happy reading~

***

Kaki jenjang Komandan Yudhistira melangkah dengan cepat memasuki sebuah pasar yang sedang dilalap si jago merah. Pria berbadan bongsor itu berlari sangat cepat menuju pemukiman warga. Dengan gesit dan hati-hati ia menghindari api dan juga puing-puing yang hampir menimpanya. Pikiran dan hatinya sungguh tidak tenang, dia tidak ingin ada lagi yang gugur karena ceroboh dan kesalahan. "Ini tidak boleh terjadi lagi," gumamnya, bahkan dia berkali-kali memejamkan mata sebentar saat ada bayangan-bayangan samar yang memenuhi kepalanya.

Beberapa saat yang lalu ia juga berpapasan dengan Arjuna dan bertanya mengenai beberapa hal. Pria beranak satu itu melepas masker respirator yang ia digunakan. Matanya menatap sekelilingnya. Kosong, tidak ada siapa pun di sekitarnya.

"Hilal!" serunya memanggil anak buahnya yang beberapa saat yang lalu berpamitan memasuki kawasan pemukiman warga yang terisolasi. 

"Guntur!" Yudhistira menggigit bibir bawahnya. 

Nafasnya memburu, tak terkendali. "Zaenal!" Kakinya melangkah ke sana kemari lalu memanggil semua nama anggota Kesatria Geni. 

"Jenin!"

"Nadil!"

"Rangga!" Yudhistira mengusak wajahnya dengan tangannya yang masih terbalut sarung tangan, sungguh dia sangat tidak tenang. "Hil-" Ucapan dan langkahnya terhenti saat Jenin muncul di depannya dalam keadaan baik-baik saja.

"Jenin."

"Komandan."

Yudhistira menarik lengan Jenin. "Di mana yang lain?!" tanyanya terdengar panik, bahkan dia belum bisa mengatur nafasnya dengan baik. 

Jenin terdiam sesaat, dia terlihat kebingungan melihat komandan Yudhistira yang sedang bersikap berlebihan. "Itu," sahutnya seraya menunjuk teman-temannya dan juga orang-orang yang berhasil mereka selamatkan.

Yudhistira menoleh, lalu menghela nafas lega setelah melihat api yang sebagian sudah padam. Pria berwajah tegas itu memutar tubuhnya, dia bisa melihat Hilal dan Nadil yang sedang memadamkan api agar tidak merembet pada bangunan milik agen gas LPG. Guntur, Rangga, dan juga Zaenal juga terlihat sedang berbincang dengan para warga. Meski kini dirinya terlihat aneh dan berlebihan di depan anak buahnya, setidaknya dia merasa sangat lega. Kesatria Geni memang bisa diandalkan, batinnya lalu tersenyum seraya menepuk lengan Jenin yang masih berdiri di dekatnya. 

***

Sebenarnya ada beberapa kejadian yang cukup dramatis beberapa saat yang lalu. Sebelum Guntur melapor kalau dia menemukan beberapa anak dan juga guru di sekolahan anak istimewa atau SLB (Sekolah Luar Biasa).

Guntur, Nadil, dan Jenin berjalan beriringan mencari warga untuk dievakuasi. Mereka bertiga juga dengan telatennya mengecek rumah-rumah yang belum terbakar sempurna. Lama-kelamaan mereka merasa aneh, karena tidak mendengar teriakan warga minta tolong seperti warga yang ada di depan pasar.

Sampai akhirnya mereka tiba di Sekolah Luar Biasa yang ada di Rawa Biru. Mereka menyusuri setiap kelas meski hampir terbakar sempurna. Apa lagi ini sekolahan anak-anak istimewa yang terkadang belum tahu caranya minta tolong, jadi mereka harus lebih teliti lagi. Meski menurut berita sekolahan itu akan dibubarkan karena sedikitnya peminat, para petugas damkar tetap mengeceknya. 

Brak!

"Aaa!"

Suara runtuhan dan teriakan membuat tiga petugas pemadam kebakaran itu berlari ke sumber suara. Ketiganya masuk ke ruangan yang pintunya sudah terbakar secara bersamaan. 

Kesatria GeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang