Jangan lupa vote komen ❤️
Happy reading~***
"Tolong!"
"Tolong anak saya!"
"Tolong, ibu saya masih ada di dalam rumah!"
Jerit tangis penduduk desa Rawa Biru menyeru. Tempat tinggal mereka kini berubah menjadi lautan jingga yang membara. Puluhan tempat tinggal, sekolahan anak istimewa, dan juga pasar tradisional dilalap si jago merah.
Mereka hanya bisa menyelamatkan apa yang bisa mereka selamatkan, karena api dengan cepat melalap pemukiman, dan pasar. Bahkan satu-satunya jalan menuju pemukiman kini sudah di kuasai si jago merah, yang membuat siapa pun yang masih berada di pemukiman tidak bisa keluar dan masuk. Namun, para warga tidak menyerah. Mereka berbondong-bondong, bahu membahu, mencoba memadamkan api dengan peralatan seadanya sembari menunggu pemadam kebakaran datang.
***
Suara sirene truk pemadam kebakaran perlahan mendekat dan semakin jelas. Tak lama kemudian, enam truk pemadam kebakaran tiba di lokasi.
"Siapkan peralatan!" seru petugas pemadam kebakaran bertubuh bongsor, yang tak lain adalah Yudhistira. Memberi instruksi pada para anak buahnya yang bekerja di bawah kepemimpinannya.
Yudhistira menatap sekeliling untuk melihat kondisi. "Semuanya menjauh!" serunya menghimbau seluruh warga yang masih berada di dekat kebakaran untuk menjauh. "Tolong, semua warga untuk menjauh!" imbuhnya lagi lalu menoleh saat ada yang berteriak sembari berlari ke arahnya.
"Pak, tolong, pak!" seru pria yang merupakan seorang warga. Pria paruh baya itu mendekat di antara kerumunan petugas pemadam yang sedang bersiap. "Masih banyak warga yang terjebak di rumah mereka!" lanjutnya hingga suaranya hampir hilang.
"Komandan, izin kan saya untuk memasuki pemukiman penduduk," ujar Guntur setelah mendengar penuturan warga tadi.
"Kita padamkan pasar lebih dulu," titah sang komandan.
"Pak, masih banyak anak-anak yang terjebak di rumah!" Warga itu terdengar memaksa, bahkan suaranya sedikit bergetar.
Yudhistira menatap ke depan, dia menatap kobaran api yang perlahan menghabisi pasar tradisional desa Rawa Biru. Pemukiman warga berada di belakang pasar. Jika ingin masuk ke pemukiman, mereka harus melewati puing-puing bangunan yang hampir 80% terbuat dari kayu yang kini sudah mulai habis terbakar.
"Komandan, kita tidak punya waktu. Maaf." Guntur kemudian berbalik. "Padamkan jalan menuju pemukiman!" serunya lalu berlari menjauh dari komandannya.
"Guntur, tidak ada jalanan yang aman menuju ke pemukiman!" seru Yudhistira yang sia-sia.
Apa yang di harapkan jika Guntur sudah berkehendak? Yudhistira menghela nafasnya pelan. Yudhistira sudah paham sekali dengan Guntur. Guntur bahkan lebih memilih menulis surat laporan dan permintaan maaf, dari pada mendengarkan larangannya. Tidak ada pilihan lain selain membiarkan Guntur pergi, toh Guntur juga pasti tidak pergi sendiri.
"Pak, Bapak mending menjauh dari sini. Asapnya berbahaya, kami akan memaksimalkan penyelamatan." Yudhistira menuntun laki-laki itu lalu menyerahkan pada paramedis.
Setelah itu Yudhistira menatap ke depan, dia menatap Guntur yang sedang bersiap-siap. Seperti yang dia duga dari awal, kalau Guntur tidak akan pergi sendiri, karena pasti akan ada yang mengikutinya. Dan benar, kini ada 6 petugas yang mengikuti Guntur, yang tak lain adalah Jenin, Nadil, Rangga, Hilal, Arjuna, dan juga Zaenal.
"Ya, karena mereka Kesatria Geni." Yudhi tersenyum lalu kembali mengaktifkan HTnya untuk memberi instruksi pada petugas yang lain.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Kesatria Geni
Fanfiction"Mereka bahkan lebih menakutkan dari api. Mereka benci api, tapi mereka tidak takut dengan sang anala. Disaat orang-orang menjauh, mereka berlari mendekat. Mereka dekat dengan api, tapi mereka tidak bersahabat." Petugas pemadam kebakaran mugkin seri...