- thorn -

681 114 13
                                    

Aku tak keberatan, bahkan jika kak Taufan tidak pernah meminta maaf untuk ini”

—autism—

“Kak!” aku berhasil mendapatkan lengan kak Taufan. Ia mengibaskannya kuat. Matanya menatapku marah. “PERGI, THORN!”

Aku terbanting. Tidak siap menerima hal itu, tubuhku sempat memasang kuda-kuda, jadi tidak terjatuh. Hanya saja kak Taufan sudah menghilang di balik lorong.

Tenaga orang yang marah.. Bisa mengerikan sekali ya..

Berteriak percuma. Dia tidak bisa mendengarku.





Ini aku, Thorn.

Aku anak bungsu—meski secara harfiah itu Solar, tapi ayolah. Dia hanya beda satu jam dariku. Itu tidak jauh berbeda.

Yea, aku tidak tahu dimana aku harus menempatkan diri, jadi kurasa.. Akan ku terangkan tentang diriku, dan kak Taufan.

Hanya sebuah rumah di pinggiran kota, bagiku cukup besar untuk kami bertujuh. Jika ada Solar, kami delapan. Rumah yang memiliki 3 lantai, satu ruang bawah tanah. Halaman belakang yang lebih besar dibandingkan halaman depan.




Dihalaman belakang tersebut, Duri memiliki sebuah rumah kaca mungil. Entahlah bisa kusebut pribadi atau tidak—tapi saudara-saudaraku tak pernah keberatan. Lagipula mereka memiliki tempat pribadi di rumah sendiri-sendiri. Seperti kak Lin dengan ruangan kerja ber ac dan 2 lemari penuh buku berbahasa Inggris dan sebuah globe dunia di mejanya. Seperti kantor direktur perusahaan kuno. Aku menyukai tempat itu, tempatku bermalas di sofa tua dengan warna red velvet yang lembut.

Atau kak Tau yang memiliki sebuah ruangan seni luas di loteng, berbagai karyanya terpajang disana dengan bingkai indah.

Seperti kak Gem yang secara tak langsung seluruh rumah menjadi wilayah kekuasaannya, khususnya dapur.




Dan ada kak Blaze yang kamarnya paling luas, lengkap dengan keranjang basket di dalamnya. Membuat ia betah dikamar berlama-lama memainkan bola basket.

Aku paling menyukai tempat pribadi kak Ice, menurutku itu bukan pribadi—tapi memang kak Ice suka berdiam disana. Sebuah ruangan kecil di bawah tanah dengan satu pot bonsai jepang, kulkas, dan tempat tidur kecil gantung berwujud seperti keranjang telur dengan bantal merah didalamnya, kucing kak Ice juga betah disini.

Tapi bagian terbaiknya adalah, sebuah akuarium yang mengelilingi ruangan itu berikut lorongnya. panorama yang indah. Diisi oleh ikan ikan air asin. Memiliki perpaduan cahaya yang membuat mataku pusing. Tapi memang indah, sungguh.

Solar? Entahlah, kuyakin dia memiliki banyak ruangan spesial di tempat lain. Kuharap dia baik-baik saja. Sudah 3 lebaran, kami tak bertemu.






Ya, ini rumah kaca milik Duri, aku tidak terlalu tertarik menanam, aku hanya suka mempelajari silat dan ilmu defense, ia senang menanam, menghasilkan berbagai pohon yang tumbuh rindang di rumah kaca. Sudah ada pohon rambutan dan mangga yang setinggi 8 kaki. Buah-buahnya terjulur rendah. Mudah digapai.

Sedangkan ruangan untukku dari seluruh rumah adalah gym kecil di belakang rumah, kugunakan tempat itu untuk melatih gerakan silat bersama kak Lin.



Tapi saat ini, rumah kaca ini menyita perhatianku. Tanaman-tanaman di pot panjang berjejeran rapih, terlihat terawat, tidak hanya tanaman hias, Duri juga menanam sayuran, berbagai sawi dan umbi-umbian tersusun rapih.

autism | taufanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang