- epilog -

1K 123 32
                                    

Karena Taufan memiliki Tujuh.



Loteng itu memiliki banyak kenangan di sisi atap miringnya.

Dinding kayu bergaris menghiasi setiap sisi rumah.

Cahaya senja menelisik dari jendela lebar bak kabin sang pelaut, memperlihatkan ruangan istimewa seorang pemuda bernama Taufan. Membuat warna jingga pada ruangannya. Menyinari setiap sudut ruangan.



Dinding-dinding ruangan penuh dengan karya indahnya.

Lukisan yang tak sekadar coretan kuas dan warna. Itu adalah, sebuah kenangan, sebuah memori. Ingatannya pada orang-orang terkasih dalam hidupnya.

Segenap perasaan, dari sang anak kedua.




Adalah persembahan.

Dari seorang yang memiliki dunianya sendiri.

Kepada sosok-sosok paling berharga dalam hidupnya.



Lukisan langit malam dengan taburan sejuta bintang, diiringi kabut merah buram yang ditimpa warna ungu kasar. Begitu kacau, dan indah. Campuran antara perasaan yang terbolak-balik disana.

Lukisan yang tercipta dari hati yang sedang terluka, menghasilkan karya besar di loteng rumahnya.

The Whole Galaxy, dari Taufan, untuk kakak sulungnya, separuh dirinya, Halilintar.



Lukisan kedua, sebuah gedung tinggi kota metropolitan, yang begitu gemerlap dan angkuh,  berpendar di kegelapan malam. Sebuah simbol penghormatan.

Lukisan yang dicipta dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Adalah Starry Night, untuk Gempa, adik yang akan selalu menjadi kebanggaannya, yang terus membuat debaran pada dirinya. Dari Taufan, untuk Gempa.



Lukisan permata dengan nyala api di dalamnya, berlian yang terendam dalam air jernih, dikelilingi oleh guguran bunga yang mengapung diatasnya.

Ketulusan tersimpan di dalamnya. Di setiap garis warnanya. Sosok yang terus menginspirasinya.

Yang memberikan kobaran untuknya, yang selalu membelanya, yang paling menyayanginya di dunia ini. Flame of Jewel, penghargaan untuk Blaze, dari kakak kedua. Untuk sang anak tengah.



Sang samudera, ombak-ombak yang memperlihatkan isi lautan, gelap dan kosong. Begitu misterius. Menggambarkan ketenangan abadi. Lukisan paling mengagumkan yang pernah Taufan buat.

Untuk yang tak pernah menyerah, Ice, Taufan mempersembahkan. Adik yang selalu menjadi sandaran hidupnya. Untukmu, Ice, Sea Waves.



Coretan niskala pada kain putih. Matahari yang tenggelam diantara awan-awan. Sinarnya mengungkung dunia begitu indah. Panorama menakjubkan. Sekilas, langit gelap diatasnya menggambarkan gemerlap bintang yang redup. Pertunjukan cahaya sang bola api.

Untuk yang memiliki dua sisi, yang selalu menjaganya sepenuh hati. Yang memiliki atma terbersih, Last Twilight— kepada Thorn.




Sekuntum bunga matahari dalam kanvas, dengan langit senja dibelakangnya, berwarna merah muda dan lembayung, begitu menawan dan lembut. Menunjukkan tangan yang begitu berjuang untuk lukisan ini. Yang menghabiskan siang dan malam.

First Sunflower, dari Taufan. Untuk Duri, sang adik pendiam yang amat berarti untuknya, yang akan selalu menjadi kenangan terhebat—menggambarkan kasih sayang seorang kakak.



Lukisan terakhir, Langit malam di antartika, dengan lekukan aurora warna warni yang menari di udara. Sebuah padang salju terhampar luas. Begitu anggun dan menghipnotis.

Untuk seorang adik, yang paling berharga dalam hidupnya, yang selamanya selalu menjadi kesayangannya, bungsu keluarga. Solar. Low Sky.




Dan ini untukmu, wahai pembaca. Sebuah lukisan padang ilalang yang tinggi. Tertiup oleh angin sore, diiringi cahaya matahari yang membelakangi tanaman ilalang. Begitu lembut mengayun. Echo Chanting

Tulus ikhlas dari sang kelereng shappire, yang memiliki senyuman terbaik di dunia ini.

Dan selamat tinggal.

autism — tamat
[ taufan , dan merelakan ]

autism | taufanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang