- halilintar -

1.7K 130 0
                                    

Ia tersenyum, rasanya seperti senyuman terindah yang pernah ia buat, dan terindah yang pernah kusaksikan.”

—autism—

Gelap.

“HALILINTAR!!”



Teriakan kencang membuatku mencengkram kepalaku sendiri. “Argh!!” erangku kencang, suara itu membuat kepalaku pusing. Berat, susah melihat di ruangan tak berujung ini. Langkahku limbung, suara itu seperti menusuk telingaku, rasanya hancur. Rasanya seperti besi yang memasukinya. Sakit sekali.

Di tempat yang tak ada siapapun. Gelap. Tanpa cahaya.

Tak berujung, bahkan seperti aku tak memijak dasar. Hanya hitam yang kulihat. Hingga aku sendiri takut untuk melangkah.

Barusan suara itu meneriaki apa, heh? Apa ia tak sadar kalau suaranya membuatku limbung, seolah-olah kepalaku pecah kemudian disatukan kembali.

Suara itu terdengar kembali.




“HALILINTAR!!”

“DIAM!” aku berusaha melawannya. Aku mencengkram kembali telingaku, berusaha menahan gelombang itu sebisa mungkin kedalam indera pendengaranku. Menjambak rambutku sekuat mungkin, meringis. Menyakitkan. Menyakitkan.

PLAK!!



Sebuah pukulan mendarat di pipiku, membuatku terbanting ke sisi kanan. Perlahan kubuka mataku untuk melihat siapa yang menamparku, seorang pria. Ia menatap datar, tatapannya begitu dingin.

“HALILINTAR, KAU ANAK PERTAMA!” bentaknya. Sekarang aku mengerti asal suara menyebalkan itu, dari pria ini. Aku tak menjawab, rasa sakit ini lebih menahanku untuk tetap terduduk.

Sekarang aku merasakan tangannya yang kuat meraih rambutku, memaksaku mendongak menatapnya.

Jerih, tatapan itu dingin sekali, ia menatapku dengan netra merahnya yang kosong.

“KAU ANAK PERTAMA!! APA YANG KAU LAKUKAN!” ia kembali menghempaskanku dengan kasar. Membuatku terhuyung. “KAU SEHARUSNYA TAK SEPERTI INI! LEMAH!”


“KAU TEGA! HALILINTAR! KAU TEGA SEKALI MEMBIARKAN ADIK-ADIKMU TERLUKA SEPERTI INI!!”

“DIMANA RASA TANGGUNG JAWABMU!!?”

“KAU TIDAK TAHU MALU!!”

“JAWAB AKU!! HAMID ALI NURJANNAH!!”



Suara itu beruntun tanpa memberikan kesempatan bagiku untuk menjawabnya, ia menyudutkan diriku tanpa memberiku celah sedikitpun.

Aku geram, aku ingin memukulnya, tapi bahkan suaranya bisa menyakitiku. aku tak bisa berbuat apapun.

Ia kembali membentakku habis-habisan. Tanpa belas kasih, ia membiarkan diriku meraung sambil menahan sakit yang mendera telingaku.

Siapa lelaki ini!?




“Kak Lin!” terdengar suara lain memanggilku. Suara yang berbeda, suara ini terdengar lembut dan ringan. Membuatku mendongak mencari asal suara tersebut, membiarkan airmataku yang terus luruh. Anehnya lelaki di hadapanku ini membiarkanku mencari suara itu.

Seorang lelaki seusiaku yang mendekat, berpenampilan santai, dengan sebuah baju training berwarna biru, sebuah topi, ia memiliki mata biru laut dan rambut berwarna cokelat gelap. Dengan seikat rambut putih yang terselip dibalik topinya. Ia tersenyum lebar menatapku.

Aku tertegun, ia mirip dengan pria yang baru saja membentakku sedemikian rupa.

Pria itu menatapnya dingin. “Pergi!”



autism | taufanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang