"Kenapa kau jauh lebih anggun memakai ini, dibanding aku, ya? Aku merasa tidak cocok."
Selcia memindahkan atensi cepat ke arah fotonya mengenakan gaun pengantin, yang ditunjuk oleh Selcia Primary Quinn.
Lalu, senyum dikembangkan. Bukan karena kagum akan betapa menawan dirinya, tapi memuja ketampanan sosok Wilden.
"Aku bahagia dengan pernikahanmu, Adik Cantikku. Kau benar-benar cantik."
Baru saja, Selcia hendak menjawab pujian sang kakak sepupu. Namun, ia sudah lebih dulu dipeluk Selcia Primary Quinn.
Tentu, langsung diberikan balasan. Bahkan, dekapannya jauh lebih kencang.
Entah mengapa, rasa haru tiba-tiba melanda hingga menyebabkannya berkaca-kaca.
Selcia berupaya menahan semua pergolakan batin dialaminya, tentu supaya tidak sampai mengeluarkan lebih banyak air mata.
Namun sayangnya, tidak dapat Selcia atasi perasaannya yang campur aduk. Apalagi, sang kakak sepupu telah menangis kencang.
Selcia jelas mengikuti.
"Aku sungguh bahagia melihat kau menikah, Adikku. Kau pantas mendapatkannya."
"Kau harus selalu bahagia, ya? Oke, aku tahu setiap hari pasti akan ada saja masalah. Tapi, aku percaya kau bisa menghadapinya."
Selcia semakin keras mengeluarkan suara tangisan. Perasaannya pun jadi jauh lebih lega. Salah satu cara pelampiasan yang baik, dibandingkan terus memendam sendiri saja.
"Dari awal aku sudah punya firasat, kalian akan berjodoh. Untung saja, aku tanggap."
"Bagusnya lagi, aku tidak pernah menaruh perasaan apa pun pada Wilden. Dia bukan pria yang masuk kategori idamanku."
Selcia Primary Quinn terkekeh geli. "Untung saja aku memiliki ide yang licik. Syukur juga, aku tidak harus menikahi Wilden."
Ucapan kakak sepupunya kali ini, berhasil menarik perhatian. Selcia segera melepas pelukannya. Mata masih sangat berair.
Ditatap sang kakak sepupu dengan sorot tak percaya. Bola mata melebar. Sama sekali tidak bisa berkedip atau mengalihkan atensi dari Selcia Primary Quinn.
Sementara itu, sang kakak sepupu loloskan tawa. Entah apa yang menyebabkan gelakan dikeluarkan oleh Selcia Primary Quinn.
Selcia sendiri tengah sibuk dengan pikiran rumitnya. Beragam pertanyaan muncul di dalam kepala. Harus dikonfirmasi pada sang kakak sepupu agar tak ada kesimpulan asal.
"Apa maksudmu tadi, Kak? Jadi, kau tidak mengalami penyimpangan seksual ya--"
"Hahahahaha."
Selcia tambah membulatkan bola mata. Ia juga dilanda rasa terkejut mendengar tawa sang kakak sepupu yang membahana.
Bukan hanya gelakan Selcia Primary Quinn menyebabkannya dilanda kekagetan besar, melainkan pernyataan kakak sepupunya.
Selcia bahkan sempat menahan napas untuk beberapa detik. Pacuan jantungnya juga jadi peningkat karena ketersiapan dialami.
Dan, Selcia semakin kesal mendengar tawa sang kakak sepupu. Apalagi, saat rasa ingin tahunya belum mendapat jawaban jelas.
Selcia langsung memikirkan ide serta cara paling cepat dan juga tertepat, dalam usaha membuat kakak sepupunya tak lagi tertawa.
"Selmary ...," Diloloskan nama panggilan Selcia Primary Quinn dengan seruan cukup kencang yang pasti bisa didengar.
Sayang, sang kakak sepupu tidak memberi respons. Alhasil, Selcia semakin mantapkan diri untuk merealisasikan rencana.
Diawali dengan bangkit dari posisi duduk, lalu bergerak mendekat ke arah sang kakak sepupu yang belum menyudahi tawa.
Gerakan tangan Selcia pun begitu cepatnya membekam mulut Selmary. Tentu, kakak sepupunya terkejut, tapi tak bisa melawan.
Gelakan Selmary sudah berakhir. Memang itulah yang sangat Selcia inginkan dari tadi.
Tangan baru dijauhkannya beberapa menit kemudian, tepat setelah yakin jika Selmary tidak akan kembali meloloskan tawa.
"Awas kau ulangi lagiii!" Selcia memberikan peringatan dalam seruan kencang.
Ancaman yang dilakukan, tentu saja cepat membuahkan hasil. Sang kakak sepupu pun mengangguk mantap. Ia yakin Selmary tak akan mengingkari janji untuk diam.
Walau memang, seringaian yang sang kakak sepupu perlihatkan, sebabkan Selcia tidak bisa menghilangkan perasaan kesal.
"Kau berbohong atau bagaimana? Jelaskan padaku semua." Selcia memerintah, bukan meminta dengan gaya bicara halus.
"Dan apa alasannya kau lakukan semua itu? Tujuan apa yang sedang kau capai?"
"Awas saja ada yang kau sembunyikan. Aku tidak akan pernah mau bicara atau bertegur sapa lagi. Kau dan aku akan bermusuh--"
Selcia langsung berhenti bicara, tepatnya setelah melihat sang kakak sepupu menaruh jari telunjuk di depan bibir yang terkatup.
"Kau tidak henti berceloteh, bagaimana bisa aku menjelaskan padamu, Adikku? Aku akan terus terang. Biarkan aku menjelaskan."
Selcia mengangguk segera. Dalam gerakan kepala pelan saja. Mulut masih dibungkam agar tidak bersuara. Walau, sudah muncul sebuah pertanyaan di kepalanya.
"Akan aku mulai dengan pengakuan bahwa aku ini masih sangat normal. Aku tidak ada mengalami penyimpangan seksual."
"Aku menyukai pria saja. Sama sekali tidak pernah perempuan. Aku berani bersumpah bahwa aku tidaklah seorang lesbi."
"Kenapa aku berakting jika aku memiliki penyimpangan seksual? Itu semua taktikku dalam membatalkan pernikahan."
"Aku tidak siap dengan wasiat dari kakek dan juga harus menikah. Aku masih ingin bebas. Menikmati hidup dan berkarier."
"Kau bisa menerima alasanku, Adikku?"
Selcia merespons cepat. Kepala dianggukan mantap beberapa kali. Senyuman merekah di wajahnya. Perasaannya pun senang.
Kemudian, dipeluk sang kakak dengan erat. Selmary segera saja membalas.
"Untung kau masih normal, Kakakku. Tidak masalah aku berbohong. Aku tidak marah. Asal kau tetap menyukai pria, Selmary."
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Suami Duda [21+]
General Fiction*follow dulu untuk membaca part khusus berisi adegan dewasa.* Selcia Secondly Quinn, tidak pernah membayangkan bisa terlibat dalam wasiat pernikahan mendiang sang kakek. Ia harus menggantikan posisi kakak sepupunya sebagai pengantin. Menikah dengan...