Coming Home

300 7 1
                                    

Writer POV
Sosok pria tegap, berperawakan tinggi, memakai sweater hitam lengkap dengan celana abu-abunya serta sepatu hitam, ransel hitam besar dan beberapa koper dan juga tak lupa kacamata raybean hitamnya untuk menutupi wajah dinginnya sedang duduk memunggungi disalah satu caffe dibandara. Mendecak berkali-kali dan terus melihat kearah jam ditangannya, tak lama ada seorang pria paruh baya yang tak kalah gagahnya memakai jas kantor sedang jalan kearahnya tanpa disadari.
"Ehem. Maaf mas Adri, apa sudah lama menunggu?" bicara pria paruh baya itu dengan sangat formal dari belakang pria yang sedang duduk menunggu itu. "Iya. Lama banget sih pak. Saya itu udah nunggu hampir 2 jam disini. Kalo emang gabisa jemput kan saya bisa pulang dengan taksi" jawab panjang lebar Adrian dengan dinginnya masih memunggungi si pria paruh baya itu. Tak lama kemudian, Adrian pun bangun dari duduknya dan berbalik badan, tak disangka Adrian dengan kagetnya dan sedikit berteriak langsunglah dia berjalan cepat menuju pria paruh baya itu lalu memeluknya layak pria pada umumnya. "Papah! maaf pah aku kira pak Parman gataunya papah yang jemput kesini" bicaranya sambil memeluk sang ayah yaitu Pak Dipto. Suara tawa pun keluar dari mulut pak Dipto "hahaha kamu ini ya gaada berubahnya. Umur udh 27 tahun tapi kelakuan masih aja sama. Ilangin dong sikap kamu yang dingin dan cuek ini" bicara pak Dipto sambil menepuk-nepuk pundak Adrian. Seusai pertemuan itu pulanglah mereka dengan mobil Range Rover pak Dipto.

Ya, memang Pak Dipto atau lebih tepatnya Baskoro Meshach Pradipto adalah seorang pengusaha properti terkenal di Indonesia. Dari rumah mewah dan apartemen-apartemennya dia menghidupi keluarganya yang serba berkecukupan. Dia juga menggeluti usaha properti ini di negara lain dan jelas sekali penghasilannya membuktikan apa yang kita lihat selama ini. Salah satu bukti dari jerih payah pak Dipto adalah lulusnya anak semata wayangnya Adrian Meshach Pradipto dari salah satu universitas di Australia yang terkenal dengan pendidikkannya yang sangat bagus yaitu Harvard University. Tentu biaya kuliah disana tidak seperak dua perak, harus siap biaya besar pastinya. Dari segi akademis, Adrian sangat membanggakan orang tuanya tetapi tidak dengan perilakunya. Bukan perilaku buruk yang melawan orang tua atau hal buruk lainnya namun sikap nakal dan berantakan serta sikap dingin dan kakunya terhadap semua orang yang membuat pusing kedua orang tuanya. Sudah sejak kecil Adrian seperti itu dan salah satu contoh hal yang membuat pusing kedua orang tuanya yaitu tidak pernahnya betahnya baby sitter Adrian pada waktu umur 7 tahun . Tak kurang dari seminggu para baby sitter itu banyak yg mengundurkan diri dan terpaksa berganti-ganti orang akibat sikap dan ulah Adrian. Dia itu seperti bunglon, entah dan bagaimana sikap dan perilakunya bisa berubah-ubah.

Adrian's POV
Setelah sekian lama gue nunggu akhirnya dijemput juga tetapi yang gue kaget itu bokap tumben mau jemput. Biasanya sih gak akan mau dia. Gak ngebayangin gue gimana reaksi nyokap nanti.
Kalian pasti ngira kalo gue bakal bersikap dingin, cuek dan sebagainya. Ya gue emang dingin tapi kalo udah berurusan dengan keluarga udah beda lagi. Mereka adalah rumah gue. Mau sampai kapanpun dimanapun gue berada pada akhirnya tempat peristirahatan terakhir gue didunia ya keluarga gue.
Gak biasanya bokap nyerocos ini itu ngobrol panjang lebar gini sama gue karna biasanya dia selalu disibukin sama kesibukkan bisnisnya dia. Emang sih gue terbilang belum bisa mandiri walaupun umur gue udah 27 tahun tapi ya gapapa lah. Gue baru mau nyoba ikut usaha bokap di Indo sekarang ini syukur-syukur bisa ngehasilin uang juga kaya bokap.
Sesampainya gue dan bokap dilihat dari dalam mobil ada seorang gadis pake celana joger dan kaos oblong dan lap kecil di pundak yang dengan cerianya membukakan pintu rumah. "Pah itu siapa? kok dia sih yang ngebukain?" celetuk gue dengan sedikit dingin, "oh itu. Itu mah pembantu udah dari 2 bulan yang lalu kerja dirumah dateng tiap malem" jawab bokap dengan santainya. "Oh pembantu...tapi kok kaya cewe cewe biasa gitu" gumam gue dalam hati sambil ngangguk ke bokap.

Writer POV
Dengan tidak sadar perempuan yang tadi dilihat Adrian pun menghilang entah kemana, dan langsunglah Adrian menghambur ke pelukan sang ibu yang sudah lama menunggunya. "Gimana kabar anak mama?" tanya Bu Nissa seraya memeluk anak semata wayangnya itu. "Baik kok mah. Mama gimana? sehat kan?" jawab Adrian yang lalu melepaskan pelukan dari ibunya. "Sehat dong. Dah yuk masuk. Koper sama tas biar pak Parman aja." Masuklah mereka sambil mengobrol. Karena merasa haus setelah mengobrol panjang lebar dengan mama dan papa nya, Adrian pun ke dapur untuk mengambil minuman dikulkas. Dan saat sedang menutup kulkas terkejutlah Adrian karena kehadiran sosok perempuan yang sempat ia lihat tadi sedang membawa tasnya jalan keluar dari dapur.
Langsung saja Adrian bicara dengan dinginnya sambil meneguk airnya "lo mau ngapain? kok bawa tas?" dengan takut-takut Adara pun berbalik badan dengan menunduk dan menjawab "maaf saya gak mau ngapa-ngapain. Pekerjaan saya disini sudah selesai. Saya hanya ingin pulang." Dengan tampang dingin dia ngeliatin Adara dari ujung kaki sampai kepala. Tapi sayang mukanya tertutup rambut. Dengan nada yang sedikit meremehkan Adrian pun bergumam "Pembantu ya? Oh gitu, yaudah." Dengan segenap keberanian Adara pun kembali bicara "iya pak. Kalau begitu saya permisi" lalu Adara berjalan menuju ke ruang keluarga dimana ibu Nissa dan pak Dipto sedang duduk berdua. "Permisi om dan tante, pekerjaan saya sudah selesai. Saya mau pamit pulang" Adara pun berpamitan dengan kedua orang itu yang disambut dengan senyuman dengan ibu Nissa dan pak Dipto "oh iya hati hati ya nak Dara" jawab bu Nissa yang ditimpali dengan perkataan pak Dipto " iya nak hati hati ya." Lalu Adara menjawab dengan senyuman juga " iya om tante." Tak lupa Adara salim kepada bu Nissa dan pak Dipto lalu keluar rumah.
Pada umumnya orang yang melihat gadis cantik nan polos seperti Adara yang hendak ingin pulang pada malam hari gini pasti takut terjadi apa apa dan menawarkan untuk mengantarnya kerumah. Ya, ibu Nissa dan pak Dipto pernah menawari dia untuk diantar pulang oleh supirnya tetapi Adara bersikeras menolak dengan berbagai macam alasan dan ingin pulang sendiri. Untungnya Adara menguasai seni bela diri yaitu taekwondo ban hitam jadi ya keluarga pak Dipto yang mengetahui itu pun tenang membiarkan Dara pulang sendiri pada malam hari.
"Akhirnya selesai juga" gumam Adara dalam hati sambil menyusuri jalan menuju halte.
Dengan sisa tenaganya dia tersenyum masam sambil duduk berpikir di halte menunggu bis dan bergumam lagi "seandainya ayah ibu masih ada..mungkin gue gak akan kaya gini sekarang sama Rey.."

Mohon maaf apabila ada salah penulisan/kosakata yang kurang tepat. ayo VOTE dan COMMENT nyaaaaa
Sangat menerima kritik dan saran!! Terima Kasih:))

FEARSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang