Pulang

981 67 5
                                    

Genre family gini semoga seru ya...
[i'm sorry if there are typos or weird sentences, i don't have time (well more like i don't have the motivation) to revise this]

Greesel and Cynthia if Greesel didn't die in 2112 (NOT CANON):

***

Setelah sekian lama, akhirnya aku akan segera menginjakkan kaki di tanah air. Kali ini, aku tanpa segala perasaan negatif itu. Justru, aku datang dengan perasaan yang menyenangkan. Waktu yang berlalu sama sekali tidak melunturkan kecintaan dan kerinduanku terhadap negeriku.

Aku tidak sendirian sekarang. Aku kemari bersama istri dan anakku. Beberapa tahun yang lalu, aku mengikat janji dengan Cynthia, perempuan yang sejak lama mewarnai hari-hariku. Ya, itu juga kami harus kawin lari. Orang tua kami jelas-jelas melarang hubungan ini namun kami berdua keras kepala. Kami memulai hidup dari nol di negeri yang asing, dingin, dan mengerikan. Semua itu kami lakukan karena cinta.

Segala keringat, darah, dan tetesan air mata itu membawa kami ke sini. Ke titik di mana kami dapat pulang tanpa perasaan was-was. Aku juga sudah lama ingin mengajak anakku mengelilingi tempat yang dulu menjadi wilayah kedua orang tuanya.

Kami masih berada di pesawat sekarang. Erine berada di antara aku dan Cynthia. Sudah enam tahun lamanya this bundle of joy menemani kami berdua. Setiap saat merupakan kebahagiaan untukku. Melihatnya tumbuh kembang merupakan sebuah anugerah yang terindah. Ia memberikanku arti hidup yang lebih bermakna.

"Ma, Erine takut," ucapnya ketika pesawat agak tidak stabil. Aku pun menggenggam erat tangannya sambil membisikkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ia terlihat lebih tenang setelah itu.

"Aku yang hamil tapi dia nempelnya ke kamu, ya?" goda Cynthia ketika Erine kembali fokus kepada iPad yang ada di pangkuannya.

"Iya lah. Aku kan children magnet. Semua anak yang pernah interaksi sama aku, suka sama aku."

Cynthia hanya tertawa mendengar itu. Ia kembali melihat ke luar, ke arah jendela. Sayap dari pesawat ini dapat terlihat dengan jelas. Flaps pesawat sudah dikerahkan yang berarti pesawat akan segera mendarat. Cynthia pun menepuk pundak Erine dan menunjukkan pemandangan di balik jendela. Tidak bisa disebut pemandangan, sebenarnya. Semuanya tertutup polusi.

"Liat tuh, bentar lagi landing, Rine," ucap Cynthia. Kepala Erine langsung mendongak dan melihat ke arah jendela. Benar saja, pesawat langsung touchdown dan perasaan bahwa pesawat sudah menapak di tanah terasa.

Kami pun menunggu pesawat selesai melakukan taxi sebelum mengambil semua barang-barang kami. Setelah aba-aba itu diberikan, aku pun membuka seatbeltku dan seatbelt Erine sebelum berdiri dan mengambil koper cabin kami.

Perlahan-lahan, kami keluar dari pesawat dengan membawa koper-koper itu. Erine terlihat riang sekali, aku lega ia tertarik terhadap kampung kedua orang tuanya ini. Biasanya, ia membenci negara-negara panas. Syukur lah.

Kepulanganku kali ini sangat berbeda. Biasanya, aku pergi ke imigrasi untuk orang lokal, sekarang, aku pergi ke tempat untuk orang asing. Antriannya tidak mengular sama sekali. Rasanya masih saja aneh. Aku masih belum bisa menerima kenyataan ini. Di atas kertas, aku sudah bukan lagi orang Indonesia.

Tujuan selanjutnya adalah baggage claim, di sana aku mengambil trolley dan mengangkat koper kami sekeluarga. Ujung-ujungnya, kami membawa dua trolley karena koper cabin sulit untuk dibawa. Setelah itu, kami hanya harus melalui bea cukai dan kami tidak kedapatan masalah.

Di bandara, terdapar banyak sekali taksi sehingga mencari transportasi untuk mengantar kami ke apartemen sangatlah mudah. Tanpa menunggu lama, kami sudah berada di taksi. Erine duduk di antara aku dan Cynthia kembali. Semenjak memiliki anak, aku dan Cynthia memang sudah jarang memiliki waktu berdua. Perhatian kami tersita oleh Erine yang sedang lucu-lucunya.

Gre/Greecyn One ShotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang