A Trip to the Moon

633 45 4
                                    

Inspired by The Dream Songs (2022) [Lanjutan Sahur pisah dari sini]

***

Di dalam kelas yang kosong ini aku tiba-tiba terbangun. Sudah jam tiga sore, aku sudah boleh pulang. Saat tertidur, aku memiliki mimpi yang sangat aneh. Aku tidak mengingat banyak hal, tetapi aku memimpikan Greesel terbaring di padang rumput, tak bernafas. Ketika menghampirinya, ia terlihat begitu tenang. Aku memiliki firasat buruk soal hari esok. Aku harus segera menghampirinya dan mengatakan apa yang seharusnya ia tahu.

Aku meninggalkan tasku di loker dan langsung pergi ke bis, menuju rumah sakit di mana ia sedang dirawat. Aku akan kembali sekitar empat hari lagi dan tidak ada barang berharga yang tertinggal di tas. Seharusnya tidak masalah.

Beberapa minggu yang lalu, ia diserempet oleh murid sekolah lain. Siswa dari sekolah digit yang bergengsi. Akibatnya, kakinya patah dan ia jalan pincang. Awalnya, ia akan ikut study tour ke luar kota, tetapi karena kondisinya yang tidak memungkinkan, ia sepertinya tidak jadi ikut. Aku tidak mau hal tersebut jadi kenyataan, aku harus membuatnya ikut. Setelah mimpi itu, aku tidak mau meninggalkannya.

Beberapa hari ini, aku intens berkomunikasi dengannya. Katanya, ia sudah boleh pulang hari ini. Itu salah satu alasan mengapa aku mau mengunjunginya.

Beberapa menit di dalam bis, aku akhirnya sampai juga. Aku tidak menghabiskan banyak waktu untuk basa-basi. Ruangannya adalah tempat pertama yang aku tuju. Kakinya masih diperban, tetapi ia tidak terlihat terlalu sedih. Ah, aku jadi teringat tentang kucing perliharannya yang mati beberapa waktu yang lalu. Ia sangat terpukul karena kepulangannya.

Saat aku menyibak tirainya, ia terlihat senang untuk bertemuku. Ia langsung tersenyum dan berusaha untuk turun. Memang, ia terlihat sedikit kesusahan, tetapi bukan apa-apa yang membutuhkan bantuan ekstra. Sebenarnya, aku merasa sedikit bersalah ketika hendak menanyakan tentang keikutsertaannya dalam study tour ini. Ia sedang melalui banyak hal, tetapi satu-satunya yang aku pikirkan hanyalah tentang diriku sendiri. Ya sudahlah, aku masih remaja. Aku masih memiliki banyak tahun-tahun lagi untuk berkembang sebagai manusia.

"Gree, kamu besok jadinya ikut, kan?" tanyaku untuk membuka pembicaraan.

"Kayaknya, nggak, deh. Orang aku nggak bisa jalan gini," ucapnya sambil beranjak dari tempat tidur dengan kakinya yang pincang itu.

"Terus nanti yang temenin aku siapa?" tanyaku sedikit merajuk.

"Kan kamu banyak temennya. Ada Anin, ada Alya, ada Jeane. Aku nitip foto-foto aja, Cyn."

"Tapi, semua nggak ada artinya kalau kamu nggak bareng aku, Gree."

"Emangnya kenapa sih?"

"Aku mimpi aneh banget, aku takut nanti kamu kenapa-napa kalau nggak ikut," balasku dengan nada yang sedikit paranoid.

"Emangnya mimpi apa sih?"

"Aku mimpi kamu mati."

"Eh, kamu sadar nggak sih? Aku kayaknya gendutan deh," ucapnya tiba-tiba dan tidak berhubungan.

"Kamu dengerin aku nggak sih? Lagian mana ada orang ke rumah sakit malah gendutan."

"Aku dengerin kamu kok."

"Emang tadi aku ngomong apa?"

"Kamu bilang kamu mimpi aneh, terus aku mati di mimpi kamu."

Aku hanya menghela nafas panjang setelah ia mengatakan hal itu. Sadar akan perasaanku, ia langsung mengajakku untuk pergi keluar dari kamarnya. Sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya, aku menyadari keberadaan satu buku yang terlihat seperti jurnal hariannya.

Gre/Greecyn One ShotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang