RRGHC

775 62 4
                                    

[Double update to make up for the almost 2 weeks of not uploading and celebrate Greesel's VC lol (Seperti biasa maafkan typo/pacing jelek/etc. I made this in a day)]

Relung-relung Gelap Hati Sisi simplified:

***

Wajah itu terlihat tidak asing sama sekali. Memori-memori dari masa lalu seketika menyerangku tanpa ampun. Ialah Greesel, teman sebangkuku dulu—jauh sebelum kami bertengkar karena hubungannya dengan Markus. Ia masih terlihat sama cantiknya, dandanannya dewasa, pakaiannya pas di badannya, dan ia masih sama menggodanya.

Sejak dulu, ia adalah incaran laki-laki di sekolah. Seorang cheerleader namun juga mahir bermain olahraga. Basket, voli, berenang, lari, sebut saja, semuanya pasti ia kuasai. Aku saja masih bingung mengapa kami bisa bersinggungan erat kala itu. Markus adalah sosok yang sempurna, ia mapan, tampan, terpandang, dan pintar. Tak ada bagus-bagusnya diriku jika dibandingkan dengannya. Entah apa yang membuat diri ini dilirik oleh Greesel.

Aku datang bersama temanku, Edwin. Bukan teman juga sih sebenarnya, ia pernah menyatakan perasaannya dan aku mengiakan. Aku tidak mengerti jalan pikiranku kala itu. Mungkin, aku terpaksa. Jika Greesel boleh melanjutkan hidupnya bersama Markus maka aku juga berhak melakukan yang sama dengan Edwin.

Kami pernah tertangkap basah dahulu kala. Muda sekali kami berdua pada saat itu. Sudah enam tahun yang lalu. Malam itu adalah malam perpisahan. Aku tak kuasa melihat tangan Markus yang melingkar di pinggang Greesel begitu nyamannya sehingga aku memilih untuk pergi ke kamar mandi untuk menenangkan diri. Saat memandang wajah sendiri di cermin, tetiba sosok yang aku rindukan itu datang. Ia memelukku dari belakang untuk beberapa saat sebelum membalikkan tubuhku dan mendekapku mesra. Ketika pelukan itu dilepas, dengan lancang ia mencium bibirku. Ah, aku tidak mengerti apa yang membuatnya seberani itu—eh, mungkin, aku mengerti sekarang—ia memang selalu seperti itu.

Sialnya, pintu tiba-tiba terbuka. Teman kami masuk dengan menyelonong. Ia berteriak dengan hebohnya, guru pun melihat kami berdua. Ibu itu tidak mengatakan apa-apa, namun, esok harinya, Mama langsung dipanggil dan aku terpaksa mengikuti beberapa rangkaian terapi. Aku tidak mengerti mengapa hal ini disebut sebagai kelainan, padahal rasanya sangat benar. Seluruh sel dalam tubuhku merasa bahwa apa yang aku lakukan saat itu adalah suatu yang tidak bisa diubah.

Kembali lagi ke masa kini, aku sedang berdiri bersebelahan dengan Edwin ketika perempuan yang kerap menghantui pikiranku itu datang. Ia melihat Edwin dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sorot matanya menunjukkan seakan ia meremehkan lelaki yang datang bersamaku ini. Apa masalahnya? Memangnya aku tidak boleh mencoba untuk menjaga martabatku sebagai perempuan?

Setelah memberi tatapan sinis pada Edwin, ia menjulurkan tangannya kepadaku. Aku pun membalasnya dengan genggaman yang lemas. Aku hampir tidak memberi tekanan sama sekali.

"Udah lama, ya?" ucapnya basa-basi. Caranya menyuarakan pikirannya itu sangat menggoda, namun aku tetap tidak bisa menentukan apa yang membuatnya terdengar begitu menggoda. Aku hanya mengangguk singkat padanya, tidak mau membuka terlalu lebar jendela hatiku.

"Pacar?" tanyanya sambil menunjuk Edwin. Edwin tidak bergerak rupanya. Aku pun hanya menggeleng.

Edwin tidak terlihat kecewa, ia memang sangat baik untukku. Terlampau baik malah. Ia polos, sangat polos. Alasannya ia mencintaiku adalah karena kami berdua melakukan bakti sosial di tempat yang sama. Ia jatuh sakit dan akulah orang yang merawatnya. Semenjak saat itu, caranya melihatku berbeda. Tidak dengan diriku, aku menganggapnya teman saja. Jantungku tidak berdebar dengan hebat ketika bersentuhan dengannya, berbeda dengan ketika aku bersentuhan dengan Greesel.

"Kamu sendiri. Nggak sama Markus ke sini?"

"Oh, Markus sibuk. Dikejar FBI," balasnya bercanda. Senyumannya itu manis sekali. Mengingatkan diriku terhadap hari-hari yang aku habiskan di kamarnya yang dicat biru. Belajar mengenai materi sekolah yang terkadang membuat pusing, namun terasa ringan karena dilalui bersamanya.

Gre/Greecyn One ShotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang