Lembar 2

38 9 0
                                    

Hwanwoong membuka matanya perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah langit-langit ruangan yang tampak tinggi, kemudian matanya mengitari sekitar dan terbelalak saat melihat seorang pria tengah duduk di samping kasur. Hwanwoong ingat bahwa pria itu adalah sosok makhluk bersayap yang menggendongnya tadi.

Hwanwoong pun langsung panik dan memundurkan tubuhnya ke pinggir kasur guna menjauhi pria itu, tanpa menghiraukan rasa sakit dari memar dan luka di sekujur tubuhnya.

“S-siapa pun kamu, tolong jangan bunuh saya!” ujar Hwanwoong ketakutan. Hwanwoong yakin sosok di depannya bukanlah manusia. Wajahnya putih pucat, bertubuh besar dengan sepasang sayap kelelawar, dan telinganya meruncing seperti elf.

“Tidak perlu takut. Aku tidak akan memakanmu,” jawab sosok tersebut, yang membuat Hwanwoong menelan ludahnya.

Hwanwoong terlalu fokus dengan sosok di depannya itu hingga ia baru menyadari bahwa saat ini dirinya tengah berada di sebuah ruangan besar dengan ornamen kuno dan antik. Ruangan ini persis seperti kamar dalam film-film kerajaan yang ia tonton. Bedanya, seluruh perabot dalam ruangan ini tampak lusuh dan tak terawat, kecuali kasur yang ia tempati.

“Ini di mana? Kamu bawa saya ke mana?” tanya Hwanwoong sembari terus memerhatikan sekitarnya.

“Kastil.”

“Kastil?”

“Iya”

“Di mana? Saya baru tahu ada kastil di sekitar sini.”

“Bukan di ‘sekitar sini’. Kastil ini jauh dari tempat kalian, jauh di tengah hutan,” jelas sosok tersebut kepada Hwanwoong.

Hwanwoong hanya mengedipkan matanya, dan sedetik kemudian ia terkejut menyadari sesuatu. “Eh—kamu bisa bicara bahasa manusia?!”

Sosok tersebut menghela napas menanggapi pertanyaan—atau mungkin seruan—Hwanwoong. “Ini bukan pertama kalinya aku melihat manusia. Aku belajar bahasa manusia," jawab sosok tersebut.

Saat itu juga mata Hwanwoong dipenuhi dengan binar penasaran, seakan ia melupakan rasa takut yang menjalari dirinya beberapa saat lalu.

Sementara itu, sosok tersebut bangkit berdiri dan berjalan ke arah balkon. Ia menaiki pembatas balkon yang sontak hal tersebut membuat Hwanwoong panik.

"H-Hey!! Kamu sedang apa?!” Hwanwoong dengan panik turun dari kasurnya dan hendak menghampiri sosok tersebut. Namun, sosok itu telah lebih dulu membentangkan sayapnya dan terbang meninggalkan Hwanwoong sendirian di kastil itu.

“Hey!! Mau ke mana?? Kenapa aku ditinggalkan sendiri?!!!” teriak Hwanwoong dari atas balkon, menatap sosok yang telah terbang menjauh dari kastil hingga hilang di balik kabut.

Hwanwoong terdiam sejenak, mematung di balkon sambil menatapi kemana arah sosok itu pergi. “Aneh. Semua ini tidak masuk akal ...” gumam Hwanwoong.

Ia menyilangkan tangan di tubuhnya, udara malam terasa dingin. Hwanwoong bingung harus melakukan apa di sana sendirian. Akhirnya ia pun kembali naik ke atas kasur besar yang ada di ruangan tersebut, ia meringkuk dan menyelimuti dirinya.

“Ini pasti hanyalah mimpi. Mungkin, kalau aku tertidur lagi, aku akan bangun dari mimpi ini,” gumam Hwanwoong sesaat sebelum memejamkan matanya. Ia pun kembali tertidur dengan harapan seluruh kejadian mengerikan yang menimpanya tadi hanyalah mimpi.

****

Hwanwoong mengernyit saat merasakan sesuatu yang dingin di pipinya. Ia pun membuka mata dan mendapati sebuah tangan besar dan putih tengah menyentuh pipinya.

Sedetik kemudian ia menyadari bahwa rasa dingin itu berasal dari tangan tersebut, yang tak lain adalah tangan dari sosok bersayap tadi.

“Ah!!” Hwanwoong berteriak kaget dan langsung bangkit “Kamu mau apakan saya?!”. Hwanwoong menatap dengan penuh curiga dan rasa takut pada sosok tersebut.

Sementara itu, sosok tersebut masih tampak tenang tanpa ekspresi yang berarti.

“Aku hanya membangunkanmu.” Sosok itu berdiri dan mendorong sebuah meja, di mana di atasnya terdapat sebuah hidangan. “Kau pasti belum makan apapun. Makanlah, supaya luka di tubuhmu cepat pulih.”

“Apa itu?”

“Daging rusa bakar.”

Hwanwoong menampilkan wajah yang tak enak. Astaga, seumur hidup Hwanwoong belum pernah memakan daging rusa.

“Coba dahulu.”

“Saya tidak lapar,” sanggah Hwanwoong. Namun, sialnya perut Hwanwoong berkata lain di saat yang bersamaan.

Sosok itu menyeringai kecil melihat tingkah Hwanwoong. “Akan lebih repot jika kau mati karena kelaparan.”

Hwanwoong pun menghela napas dan mencoba mengambil daging tersebut lalu memakannya. Awalnya ia tidak terlalu yakin, tapi setelah dicoba ternyata rasanya tidak seburuk yang ia bayangkan.

“Lembut sekali,” gumam Hwanwoong sambil sesekali melirik sosok itu. Kemudian ia lanjut memakan daging tersebut hingga habis. Ia tak menyangka kalau perutnya memang selapar itu, syukurlah ada yang berbaik hati memberinya makan.

“Ngomong-ngomong, dari mana kamu dapatkan daging ini?” tanya Hwanwoong, hendak berbasa-basi karena merasa tak enak sudah berprasangka buruk sebelumnya.

“Aku berburu, kemudian hasil buruan tersebut aku olah menjadi makanan untukmu,” jawab sosok itu.

Hwanwoong tersenyum atas kebaikan makhluk di hadapannya. “Terima kasih. Siapa namamu?”

“Leedo.”

“Leedo? Oh okay, kalau saya—ehm, aku, namaku Hwanwoong. Salam kenal.”

Leedo hanya mengangguk menanggapi Hwanwoong.

“Uhm, apa boleh aku menyentuh sayapmu?” celetuk Hwanwoong secara tiba-tiba, jujur saja sejak awal pandangan Hwanwoong memang selalu tertuju pada sayap Leedo.

Leedo pun mengangguk. Ia sedikit membentangkan sayapnya dan membiarkan Hwanwoong menyentuhnya.

Saat itu Leedo dapat merasakan rasa hangat di sayapnya. Tubuh Hwanwoong memang terasa hangat, Leedo sadar akan hal itu saat menyentuh pipi Hwanwoong tadi. Berbeda sekali dengan dirinya yang pucat dan dingin.

“Kalian berbeda sekali dengan kami,” gumam Leedo.

Hwanwoong menghentikan tangannya dan beralih menatap wajah Leedo.

“Kami? Kalian?” tanya Hwanwoong kebingungan.

“Aku seorang Blood Demon, ras kami adalah sekumpulan orang-orang yang serupa denganku. Memiliki sayap, kulit putih pucat dan dingin, serta telinga meruncing.”

“Jadi yang seperti kamu jumlahnya ada banyak?”

“Dulu, ya. Sekarang tidak lagi.”

“Kemana perginya yang lain? Kenapa hanya kamu seorang?”






To Be Continued ....

Into The Blood Moon •ONEUS•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang