Lembar 5

46 6 2
                                    

Hari-hari berlalu, Hwanwoong menjalani kehidupannya seperti biasa di masa liburannya ini. Tinggal dua minggu lagi ia akan memulai semester barunya di perkuliahan.

Hingga tibalah Hwanwoong pada hari ke tujuh tepat di mana ia berjanji akan menemui Leedo kembali. Saat itu Hwanwoong pergi dengan membawa tas berisikan beberapa buku yang ada di apartemennya. Buku tersebut akan ia pinjamkan ke Leedo. Leedo ingin memahami dunia Hwanwoong, kata Leedo pada saat itu di kastil. Maka Hwanwoong berinisiatif untuk memberikan buku yang mengenalkan Leedo pada gambaran kehidupan modern. Salah satunya adalah novel remaja yang terselip di sana.

Kata orang buku ada jendela dunia, bukan?

Hwanwoong menggendong tas kecilnya, tak lupa pula ia mengantongi sebotol kecil spray cabai dan pisau lipat kalau saja ada orang yang berniat mencelakainya kembali di perjalanan.

Setelah semuanya sudah siap, Hwanwoong pun meninggalkan apartemennya.

Ia menuju ke pinggir kota dengan menggunakan bus dan turun di sebuah halte. Kemudian ia berjalan menuju posisi yang telah disetujui oleh ia dan Leedo, kurang lebih 1 kilometer dari halte bus. Kemudian ia masuk ke hutan dan menunggu di pinggir hutan sembari menatap langit yang saat itu tampak cerah.

“Apa benar dia bisa menemukanku di sini? Kok aku tidak yakin ya ...” gumam Hwanwoong.

“Benarkah?” Sahut sebuah suara yang datang dari balik pepohonan. Bersamaan dengan itu Hwanwoong terlonjak kaget.

Kepalanya dengan cepat menoleh ke samping dan mendapati sosok Leedo berjalan ke arahnya dengan senyum tipis di bibir.

Hwanwoong reflek menghembuskan napas lega saat menangkap kehadiran Leedo. “Kurasa lain kali kamu tidak perlu melakukannya,” ujar Hwanwoong pada Leedo.

“Melakukan apa?”

“Mengejutkanku secata tiba-tiba.”

Leedo tergelak ringan. Kemudian ia mengulurkan tangannya pada Hwanwoong. “Ayo kita berjalan santai menikmati hutan ini,” ujar Leedo.

Hwanwoong tersenyum dan mengangguk. Kemudian ia berjalan lebih dahulu tanpa menerima uluran tangan Leedo. Bagaimana pun Hwanwoong harus menjaga batasan karena dia bukan pria lajang.

Keduanya pun berjalan beriringan, menikmati hutan pada malam hari. Atau, sebenarnya mereka kurang bisa menikmati hutan itu karena terlalu lebat dan gelap. Hal itu terlihat dari wajah Hwanwoong yang sedikit bingung melihat sekitar.

“Mari kuajak kau ke tempat yang sedikit lebih lapang, tidak selebat dan segelap di sini,” tawar Leedo. Dan tanpa basa basi langsung menggendong Hwanwoong ala bridal style.

Leedo membawa Hwanwoong terbang ke suatu tempat yaitu di dekat sebuah air terjun. Leedo pun menurunkan Hwanwoong di salah satu tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan liar. Tinggi rumput itu hampir selutut Hwanwoong.

“Apakah ini lebih baik?” tanya Leedo.

Hwanwoong menatap sekitarnya. Menatap sebuah air terjun dan hilir yang airnya jernih. Hal itu dapat dibuktikan karena tampilannya yang bak cermin, merefleksikan gambar langit malam di atasnya. Tak hanya itu, di sekitar hilir tersebut ditumbuhi bunga dan kunang-kunang yang mengitarinya.

“Ini jauh lebih baik,” jawab Hwanwoong tanpa melepaskan pandangannya pada keindahan alam di depan sana. Senyum bahagia tampak di wajah Hwanwoong. Ini pertama kalinya Hwanwoong merasakan pengalaman bagai di cerita dongeng fantasi.

Tanpa Hwanwoong sadari, Leedo ikut tersenyum dalam diam saat melihat wajah Hwanwoong yang bahagia.

Perlahan, Leedo duduk di atas rerumputan dan menarik tangan Hwanwoong untuk ikut duduk.

Into The Blood Moon •ONEUS•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang