Lembar 11

29 8 5
                                    

Suasana antara Hwanwoong dan Leedo mendadak lebih hening dan dingin. Entah mengapa barusan Hwanwoong merasa ketakutan melihat sosok lain dalam diri Leedo yang sebelumnya tak pernah ia lihat.

"Apa kau takut darah? Sayang sekali, aku sangat menyukainya."

Ucapan Leedo seakan bergema di kepala Hwanwoong. Kalimat yang mengerikan, membuat Hwanwoong terlempar ke realita bahwa ia dan Leedo jelas berbeda. Leedo bukanlah seorang manusia. Melainkan seorang Blood Demon, makhluk legenda yang dikisahkan sebagai sosok yang beringas dan haus darah.

Tentu saja Leedo seperti itu. Apa yang membuat Hwanwoong selama ini mempercayai dan merasa tenang berada di dekat makhluk itu? Pikir Hwanwoong.

"Hwanwoong? Kau baik-baik saja?"

Hwanwoong menghentikan langkah dan mendongak menatap Leedo. Di sana ia dapat melihat sepasang manik mata kemerahan yang tengah menatapnya khawatir. "Kau baik-baik saja?" tanya Leedo sekali lagi pada Hwanwoong.

Hwanwoong mengangguk dan memaksakan seulas senyuman. "Ya, hanya saja masih sedikit syok dengan insiden tadi," balasnya.

"Syukurlah kalau kau baik-baik saja. Maaf bila perkataanku tadi membuatmu tak nyaman."

Hwanwoong tak membalas, hanya tersenyum tipis. Seketika dirinya merasa bersalah karena tadi sempat berpikiran buruk mengenai Leedo. Pria ini tak sejahat yang dikatakan buku dongeng, pikir Hwanwoong.

"Maaf ..."

"Maaf untuk apa?" tanya Leedo, wajahnya tampak kebingungan.

"Maaf, aku sempat berpikir buruk tentangmu. Aku sempat ketakutan tadi."

Leedo mengangguk. "Aku mengerti perasaanmu."

"Tapi Leedo, mengapa kamu berkata demikian? Maksudku, kenapa kamu suka darah?"

"Entahlah, Hwanwoong. Itu sudah seperti naluri atau insting alami para Blood Demon. Darah adalah sumber kekuatan kami, kami dapat melakukan sihir darah, maka dari itu tiap kali melihat tetesan darah atau darah segar, dada kami bergejolak merasakan sensasi kekuatan dari tiap alirannya. Mungkin sama halnya seperti saat manusia menghirup udara segar, ada rasa lega dan bahagia dalam dirinya."

"Begitu rupanya. Dengan kata lain kalian seperti vampir?"

"Kami tidak mengkonsumsi darah untuk hidup, tapi kami menggunakan darah untuk menciptakan kekuatan. Itulah mengapa kami dinamakan Blood Demon. Apa kau takut denganku?"

Hwanwoong terdiam sejenak, bingung ingin menjawab apa.

“Jangan takut padaku, Hwanwoong. Kedatanganku ke kota ini hanyalah sia-sia jika kau takut bertemu denganku,” ujar Leedo. Akan tetapi Hwanwoong masih tak bergeming di tempatnya.

“Leedo, aku mau pulang saja. Mendadak perutku sudah tak lapar lagi,” ucap Hwanwoong tanpa membalas pertanyaan atau perkataan Leedo sebelumnya.

Leedo menghela napas, ia mengangguk. Dan akhirnya mereka berpisah di jalan itu menuju kediaman masing-masing.

****

Malam itu Leedo tidak kembali ke desa, ia mengepakkan sayapnya dengan kencang ke arah hutan belantara. Ia akan pergi ke kastil, suasana hatinya cukup kacau malam ini.


Sesampainya di kastil, Leedo masuk ke dalam ruangannya dan mengunci diri. Entahlah, Leedo ingin sendiri.

Sementara itu, jauh dari kastil Twilight Hill, nama Leedo sedang banyak diperbincangkan di internet perihal pertunjukannya yang dianggap sangat memikat hati khalayak ramai. Terutama di kalangan wanita.

Banyak cuplikan video dari pertunjukan teater tadi yang tersebar di internet. Di sana menampilkan sosok Leedo yang tengah menyanyi sembari membentangkan sayapnya. Ribuan komentar juga memenuhi video itu. Sebagian besar memuji suara dan paras Leedo.

Bahkan Leedo menjadi trending topic dalam mesin pencarian.

Hal itu tentu disadari oleh Hwanwoong dan juga Xion. Saat ini keduanya tengah berbincang lewat telepon, sedikit banyak membahas tentang Leedo. Lebih tepatnya Xion yang menginterogasi Hwanwoong mengenai Leedo.

“Jadi kamu bertemu dengan Leedo saat kamu hampir diculik. Beruntung sekali ya kamu ditolong oleh penduduk random seperti Leedo, seperti menemukan jarum dalam setumpuk jerami,” kata Xion dalam telepon.

Sementara Hwanwoong terkekeh kecil mendengarnya. “Yah, begitulah.”

“Tapi, Woong ... um bagaimana ya bilangnya ....”

“Ada apa?”

“Kamu dan Leedo, apakah ada hubungan yang lebih dari sekedar teman?”

“Tentu saja tidak. Bukannya baru tadi aku kenalkan kamu dengan Seoho Hyung?”

“Ya, memang apa hubungannya dengan itu.”

“Bodoh, maksudku kamu sendiri sudah tahu siapa pacarku kan. Aku yang sudah berpacaran begini, mana mungkin punya hubungan macam-macam dengan Leedo.”

“Siapa tahu kamu menyimpan rasa pada Leedo.”

“Pernyataan bodoh.”

“Atau mungkin Leedo yang menaruh rasa padamu? Memang kamu tidak perhatikan? Aku saja yang baru melihatnya bisa langsung sadar, loh.”

Hwanwoong tergelak kecil sembari menggeleng di ujung telepon——meskipun Xion tak dapat melihat gelengan itu.

Sebenarnya Hwanwoong ingin bertanya kenapa Xion sampai bisa berpikir seperti itu. Tapi Hwanwoong enggan, takut sahabatnya itu semakin membuat teori yang macam-macam. Meski sebenarnya Hwanwoong juga merasakan ada sebagian tingkah Leedo yang tak biasa, atau bahkan tindakannya yang terkadang membuat Hwanwoong salah tingkah.

“Ngomong-ngomong, Woong. Pacarmu itu sibuk sekali ya? Bisa-bisanya dia meninggalkan kamu saat sedang berkencan.”

“Biasalah, dia pilot. Tapi um ... menurutmu wajar tidak kalau pramugara dekat dengan pilot?”

“Pramugara? Mungkin ya, karena satu penerbangan.”

“Oh begitu ....”

“Iya. Memangnya ada apa Hwanwoong?”

“Sebenarnya aku cukup gelisah akhir-akhir ini, dengan salah satu pramugara bernama Keonhee ...” ujar Hwanwoong sambil menggigit kukunya. Hwanwoong agak enggan menceritakannya, tapi jujur saja terkadang hal ini tidak dapat ia pendam sendirian.

Selama beberapa hari belakangan Hwanwoong melihat gelagat aneh dari Seoho. Beberapa kali Seoho tidak bisa dihubungi, menolak ajakan kencan, dan sebagainya. Jika ditanya mengapa, alasannya selalu ada sangkut pautnya dengan Keonhee.

Hwanwoong menjadi was-was karena belakangan juga marak berita perselingkuhan di antara awak pesawat. Akhirnya Hwanwoong menjelaskan dan mencurahkan seluruh kegelisahannya pada Xion.

“Hmm begitu rupanya,” jawab Xion mendengarkan cerita Hwanwoong dengan seksama. Xion menatap langit-langit kamarnya, berusaha mengingat sesuatu. “Sejujurnya, aku seperti familiar dengan wajah kekasihmu. Rasanya aku pernah bertemu dengannya di suatu tempat, tapi aku tidak ingat.”

“Benarkah? Coba kamu ingat-ingat lagi, Xion. Mungkin di ruang publik seperti halte?”

“Hmmm ....” Xion masih nampak berpikir, “Pilot ya ... Seoho ... hmm pilot—ah!” Xion membelalakkan mata dan menutup mulutnya.

Xion ingat!!

Xion pernah melihat Seoho di cafe bersama seorang wanita, tepat sebelum ia bertemu dengan Hwanwoong.

“Astaga Hwanwoong!!! Aku ingat! Tapi ini bukan kabar yang baik.”

“Apa? Beritahu aku, Xion!”

“Aku pernah bertemu dengan Seoho Hyung, tak sengaja. Di cafe bergaya prancis saat aku menunggumu.

Dia adalah pria yang datang bersama wanita berambut pendek itu ....”

To Be Continued....

Into The Blood Moon •ONEUS•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang