Siang itu Hwanwoong dan Xion tengah berada di kantin kampus, mereka hendak makan siang. Keduanya mengantri sambil membawa nampan dan piring yang nantinya akan diisi lauk pauk oleh ibu kantin.
“Hah ... minggu depan akan jadi minggu yang berat untukku,” celetuk Xion sambil menghela napas.
Hwanwoong melirik Xion dan bertanya, “Ada apa? Apakah tugasmu banyak?”
“Tepatnya tugas di UKM teater.”
Ah ya, Hwanwoong teringat bahwa Xion merupakan anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (bisa disingkat UKM) teater. Semacam ekstrakulikuler berupa organisasi minat dan bakat di jenjang perkuliahan.
Di sana, selain sering mendapat peran, Xion juga aktif menjadi make up artist bagi para pemeran lainnya. Tak heran, Xion memang memiliki pekerjaan sampingan sebagai make up artist sehingga skill make up-nya tidak perlu diragukan lagi.
“Ada project baru di UKM teater?” tanya Hwanwoong sekali lagi. Yang kemudian dijawab anggukan oleh Xion.
“Masalahnya kami kekurangan dua orang pemeran figuran karena dua anggota kami sedang tidak bisa ikut. Minggu depan, dua orang figuran itu sudah harus didapatkan. Ah, Hwanwoong ... apa kau tidak punya teman atau kenalan yang merupakan anak teater? Atau minimal bisa akting dan menyanyi. Kalau ada, tolong tawari peran ini, akan diberikan uang juga kok,” ujar Xion.
Hwanwoong menggeleng, rasanya dia tidak memiliki kenalan yang ahli dalam dunia teater. Kecuali ...
Baru sedetik pikiran Hwanwoong tertuju pada Leedo, Xion sudah menyenggol bahu Hwanwoong untuk segera maju menuju antrian depan. Membuat Hwanwoong buru-buru mengalihkan pikirannya tentang Leedo.
Setelah nampan Xion dan Hwanwoong berisi makanan, keduanya berjalan ke salah satu meja di kantin untuk menyantap makanan mereka.
Di tengah aktivitas makan siang itu, Hwanwoong sedikit melamun akibat memikirkan Leedo. Ini sudah dua minggu sejak terakhir ia menunggu Leedo di pinggir hutan. Kemana kah pria Blood Demon itu? Kenapa ia hilang begitu saja? Bukankah Hwanwoong tahu bahwa Blood Demon bukanlah makhluk yang suka mengingkari janji seperti manusia?
“Hey!” tegur Xion pada Hwanwoong. Membuat Hwanwoong sedikit terperanjat dari lamunannya.
“Kamu terus-terusan melamun. Ada apa, sih?” tanya Xion memerhatikan wajah Hwanwoong.
“Oh? Tidak, tidak. Hanya memikirkan soal presentasi tugas."
“Begitukah? Santai saja, jangan terlalu dipikirkan. Nanti kamu jadi gugup sendiri.”
Hwanwoong hanya tersenyum tipis mendengar Xion. Sedetik kemudian, Hwanwoong memilih untuk membuka topik baru. “Xion, apakah kamu percaya bahwa Blood Demon itu nyata?”
Siang yang terik membuat Leedo berlindung di bawah pohon yang rindang sembari mengamati sapi-sapi yang tengah makan di ladang rumput.
Blood Demon tidak terbiasa dengan matahari yang begitu terik, karena mereka terbiasa keluar saat senja dan gelap menerpa langit. Tapi, bukan berarti mereka takut akan matahari seperti vampir. Mereka bisa menghadapi matahari, namun tidak sekuat manusia pada umumnya. Itulah yang menyebabkan kulit seorang Blood Demon cenderung pucat dan terasa lebih dingin.
Demi mengusir rasa bosannya, Leedo bersenandung pelan. Hingga lama kelamaan sebuah lagu mengalun merdu dari bibirnya yang pucat itu.
Tak lama setelahnya, Leedo melirik ke arah ujung mata karena ia mendengar langkah kaki dari jarak 5 meter, rupanya itu Lilian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into The Blood Moon •ONEUS•
FantasyPertemuan yang tak terduga antara Hwanwoong dengan sosok Blood Demon menjadi awal dari segalanya. Ratusan tahun Leedo menjalani hidup dalam kesepian, hingga suatu hari timbul keinginan untuk menjadi manusia agar dapat hidup bersama Hwanwoong. =====...