Lembar 9

22 4 8
                                    

Hari itu Leedo pulang ke desa Lilian dengan perasaan gembira. Gembira karena mendapatkan sejumlah uang yang meskipun tidak banyak tapi cukup untuk dijadikan pegangan, serta gembira karena mendapatkan tawaran menjadi pemeran figuran. Sesampainya di rumah Lilian, tentu saja Leedo menceritakan hal tersebut kepada wanita paruh baya itu.

“Aku memang percaya kalau bakatmu itu bukan main,” puji Lilian.

“Terima kasih.”

“Jadi kapan kau akan bermain peran di teater itu?”

“Aku belum tahu. Tapi, Xion memintaku untuk bertemu kembali di sudut jalan itu guna membicarakan perihal latihan,” jawab Leedo.

“Ah iya, kau belum memiliki ponsel, ya?”

Wajah Leedo sedikit heran mendengar kata ponsel. “Sebenarnya itu apa? Sudah dua kali aku mendengar orang menyebutnya. Pertama Xion, kedua kau,” ucap Leedo pada Lilian. Sepertinya ia lupa jika Hwanwoong sudah pernah memberitahunya soal ponsel saat di kastil.

Lilian terkekeh kecil, kemudian berjalan ke arah laci kecil yang ada di ruangan itu.

Lilian membukanya dan mengambil sesuatu. Kemudian menyerahkan sebuah ponsel lipat model lama untuk Leedo.

“Ini, memang model lama tapi setidaknya masih dapat digunakan untuk berkomunikasi,” ujar Lilian.

Leedo mengernyit namun tetap menerima ponsel itu. Dalam benaknya, benda ini hanyalah seonggok logam.

Menyadari akan ketidaktahuan Leedo, Lilian pun menjelaskan dan mengajari Leedo tentang cara penggunaan ponsel.



Keesokan harinya, Leedo bertemu dengan Xion di sudut jalan seperti yang telah mereka janjikan.

Saat itu Leedo tengah duduk di salah satu bangku panjang yang memang disediakan untuk umum. Hingga matanya tak sengaja melihat Xion yang tengah berlari kecil sembari melambaikan tangan ke arahnya dari kejauhan. Leedo pun tersenyum dan membalas lambaian itu dengan kaku.

“Ah, maaf telah membuat kamu menunggu, hah hah,” ujar Xion dengan napas yang terengah-engah. Leedo pun mempersilakan Xion duduk di sebelahnya.

Leedo menatap pria di sampingnya itu yang kini tengah menenggak minuman di botol, mengelap bibirnya, dan kemudian berkata, “Awalnya aku ragu kalau kita sungguhan bertemu lagi. Mengingat aku tidak punya kontakmu, Leedo.”

“Tapi sepertinya kamu merupakan pria yang selalu menepati janji,” timpal Xion lagi.

Leedo mengangguk, “Aku memang selalu menepati janjiku. Dan lagi, aku sudah mempunyai 'ponsel'.” Leedo mengeluarkan ponsel lipatnya dari saku, menunjukkannya kepada Xion.

Xion sedikit terdiam dan menaikkan alis saat menatap ponsel Leedo. Xion agak terkejut bahwa masih ada orang yang menggunakan ponsel dengan model jadul seperti ini. Tapi, Xion tidak mempermasalahkannya lebih jauh. Ia pun mengajak Leedo bertukar nomor.

Tapi tampaknya Leedo tidak mengerti cara bertukar nomor sehingga Xion berinisiatif untuk melakukannya.

“Nah, masalah ponsel sudah aman. Sekarang mari kita bahas mengenai kegiatan latihan, gladi, sampai hari H pertunjukan,” ucap Xion. Leedo mengangguk dan selanjutnya mendengarkan  Xion dengan seksama.

Dari apa yang Xion paparkan, diketahui bahwa mereka memiliki jadwal latihan 2 kali seminggu sebelum gladi dan hari h pada minggu kedua.

“Apakah kamu bisa ikut latihan hari ini? Jika kamu bisa, tepat satu jam lagi kita sudah harus ada di tempat latihan,” ajak Xion pada Leedo.

Leedo sendiri langsung menyanggupi karena hari ini ia memang tidak memiliki kegiatan penting apa pun.

Akhirnya, Leedo dan Xion pun bergegas pergi ke tempat latihan teater.




















Into The Blood Moon •ONEUS•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang