Lembar 6

27 3 4
                                    

Leedo menurunkan Hwanwoong dari gendongannya. Mereka berdua mendarat di rooftop gedung apartemen Hwanwoong setelah menghabiskan waktu bersama di pinggir air terjun.

Hwanwoong tersenyum pada Leedo. "Tadi itu luar biasa."

"Ya, pemandangan di sana memang sangat cantik pada malam hari."

"Tidak, tidak, suaramu yang luar biasa. Eh-maksudku, ya, pemandangan di sana memang indah, tapi suaramu juga tidak kalah indah. Jangan salah paham, aku hanya memuji tanpa maksud apapun," cercah Hwanwoong sedikit salah tingkah.

Leedo menyeringai tipis sambil mengangguk. "Aku mengerti. Kalau begitu aku akan kembali."

"Baiklah. Aku akan menemuimu pada bulan purnama selanjutnya."

Leedo tersenyum tipis kemudian pergi meninggalkan rooftop gedung apartemen itu.

****

Leedo duduk di puncak kastil Twilight Hill menatap langit yang masih gelap dan ditaburi bintang gemintang. Wajar saja matahari belum terbit, saat ini masih pukul 4 pagi.

Sementara itu di tangannya tergenggam sebuah buku yang dipinjamkan Hwanwoong.

Sedetik kemudian terlihat seekor kucing yang melompat entah dari mana, kemudian mendekati Leedo.

"Hey, Kawan," sapa Leedo pada kucing tersebut yang kini duduk tepat di samping Leedo, di puncak kastil Twilight Hill.

"Meow."

"Aku habis bertemu Hwanwoong. Kau ingat? Manusia yang beberapa hari lalu aku bawa ke kastil."

"Meow."

"Ya, yang bertubuh kecil itu. Kami pergi ke tepi air terjun, pemandangannya begitu indah. Dan dia membuatku bernyanyi lagi."

"Meow?!"

Leedo terkekeh. "Bukan hanya kau yang kaget, aku pun kaget. Akhirnya setelah ratusan tahun aku berani bernyanyi lagi. Kami berbincang-bincang, setelah itu dia memberiku buku dan aku mengantarnya pulang."

Kucing hitam itu memperhatikan Leedo, seakan ia melihat sesuatu yang berbeda dari Leedo. Mungkin kilatan di mata pria tersebut yang sudah lama tak terlihat, kini akhirnya muncul kembali. Oh, apakah Leedo sangat gembira? Pikir kucing itu. Seakan hal itu tergambar jelas di raut wajah Leedo dan si kucing hitam dapat membacanya.

Kucing itu pun mengeluskan kepalanya ke lengan Leedo.

Sontak Leedo tersenyum melihatnya dan kembali melempar pandangan pada bentangan langit di atas sana. Mungkin 1 jam lagi akan terlihat semburat jingga menyebar di atas langit. Cahaya mentari pagi yang hangat akan menerangi langit malam yang gelap dan dingin.

"Hey," panggil Leedo pada kucing tersebut. "Bagaimana rasanya menjadi manusia biasa?"

"Meow." (Mana kutahu, aku kan kucing).

Leedo menghela napas. Benar juga, baik ia dan kucing itu tidak tahu rasanya menjadi manusia biasa. Meskipun secara fisik Leedo nampak bagai manusia, tetapi ada beberapa hal yang membedakannya sebagai Blood Demon dengan manusia biasa.

Jujur saja, pertemuannya malam ini dengan Hwanwoong seakan membangkitkan hal lain dalam dirinya. Hatinya yang selama ini selalu sunyi dan gelap mendadak seperti disiram secercah cahaya mentari. Untuk pertama kali setelah sekian lama, Leedo bagai merasakan hangat di dalam dadanya. Ingatannya akan manik mata Hwanwoong yang indah seakan memberikannya harapan tentang kehidupan yang lebih menyenangkan.

Into The Blood Moon •ONEUS•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang