Part 2

58 8 0
                                    


4

Mungkin orang akan berpikir bahwa seorang Shikamaru tak memperdulikan banyak hal. Ekspresinya akan selalu datar bahkan saat timnya memenangkan kejuaraan basket, bahkan saat Ia terpilih mewakili jepang dalam olimpiade Fisika, atau bahkan saat dirinya dicetuskan sebagai salah satu manusia dengan IQ tertinggi di Jepang. Tak banyak yang tahu, bahwa Ia memperdulikan banyak hal bahkan hal-hal kecil bernama kebiasaan dan kenyamanan.

Hari-hari Shikamaru diisi dengan berbagai hal merepotkan, omelan Ibunya, sekolah, omelan Ino, omelan Ino, dan omelan Ino lagi. Yah 75% hari Shikamaru diisi dengan eksistensi gadis cerewet itu, bahkan saat Temari datang, gadis Suna itu hanya menyita 5% hari Shikamaru, yang dihabiskan lewat telepon setiap malam. Gadis suna itu hanya membicarakan hal-hal penting, beda lagi dengan Ino yang bisa membuat hal-hal tidak penting jadi penting untuk dibicarakan.

Berbekal Alasan itu, Shikamaru memahami perasaan khawatirnya saat melihat sahabatnya itu tak sadarkan diri dengan kaki dan tangan penuh gibs. Mungkin setiap saat Shikamaru berpikir, betapa merepotkan nya seorang Ino. Betapa merepotkannya menunggui seorang gadis belanja berjam-jam, menemaninya belajar sambil mendengar semua keluhan, memikirkan hadiah untuk setiap ulang tahunnya, membujuknya saat Ia tengah merajuk. Sungguh, jika dipikirkan itu sangat merepotkan, namun betapapun merepotkan, tak pernah terpikirkan olehnya kehilangan gadis itu.

Maka saat gadis itu membuka mata, menatapnya dengan sebuah senyuman, Shikamaru tak bisa membendung dirinya untuk tak menghambur dalam sebuah pelukan senang

"Oh Thanks God"

.....

"Kau tak tahu betapa khawatirnya aku"

....

.

.

.

5

Shikamaru berjalan cepat demi menyusul seorang perempuan berambut pink yang beberapa saat lalu bertemu pandang dengannya "Sakura, tunggu, kumohon" Shikamaru menahan dirinya untuk tak berteriak, agat tak memancing perhatian para pengunjung mall sore itu. Beruntungnya, gadis itu mendengarnya.

"Temari" Sakura berucap dengan nada mencemoh "Apa Ino tahu?" Shikamaru menatapnya, menghembuskan nafas kasar lalu menggeleng "Aku tak mungkin memberi tahunya, itu akan membuatnya sakit"

"Kau tahu kalau-" dan Sakura tak bisa lagi melanjutnya kalimatnya, tentu, tak perlu menjadi jenius untuk tahu betapa Ino menyukai Shikamaru, atensi seorang Ino hanya berpusat pada satu orang, Nara Shikamaru.

"Hari ini ulang tahunnya, dan kau di sini menikmati harimu bersama orang lain" Nada kalimat itu begitu sinis, Shikamaru bisa memahami betapa marahnya Sakura. Tentu, siapa pun akan marah kalau sahabatnya disakiti. Tapi apakah ini salahnya, Ia hanya jatuh cinta dan bukan pada Ino. Pikir Shikamaru

"Aku tak pernah meminta Ino menyukaiku" Shikamaru tak tahu kenapa mulutnya harus mengucap kalimat itu, dan sedetik setelahnya Ia menyesal. Sakura tersenyum, sinis dan Shikamaru jelas melihat emerald itu berkaca-kaca, tengah menahan tangis.

"Yah kau benar, kau tak pernah memintanya"

....

"Hanya Ino, yang jatuh pada tempat yang salah"

....

.

.

.

6

Hidup sesederhana mungkin, mempunyai istri yang tidak terlalu cantik tapi juga tidak terlalu jelek-sedang, lalu anak laki-laki selanjutnya perempuan, kemudian meninggal lebih dahulu sebelum istrinya, itu rencana hidup seorang Nara Shikamaru. Sangat sederhana. Pikirnya.

Fate or DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang