10. Sosok Baru

72 8 1
                                    

Yoongi mengambil nafas sesaat sebelum akhirnya berani untuk memutar kenop pintu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yoongi mengambil nafas sesaat sebelum akhirnya berani untuk memutar kenop pintu. Pemuda turun dari kamar dan bersiap ke sekolah.

Seperti biasanya sebelum melakukan aktivitas harian, keluarga Yoongi tidak pernah melewatkan sarapan, baik itu Yoongi dan kedua orangtuanya. Tapi pagi itu Yoongi ingin sekali menghindar. Bukan tanpa alasan, hanya Yoongi merasa tidak nyaman dan masih belum terbiasa dengan suasana baru di keluarganya.

Cheon Seohee adalah alasan utamanya.

Sejak gadis itu hadir di tengah keluarga Min, perlahan semua berubah. Tak bisa di pungkiri, semenjak saat itu Na Hye Sung yang sering di abaikan dan lebih banyak diam kini memiliki teman bicara bahkan sering tertawa. Dari sisi Ayah Yoongi yang dikenal kaku dan dingin kini meleleh seperti es yang mencair, pria separuh baya itu lebih ramah dan murah senyum. Kehadiran Seohee di antara mereka seperti membawa angin musim panas yang penuh kehangatan serta memberi secercah harapan bagi keluarga Min.

Namun di sisi lain Yoongi yang masih belum terbiasa dan merasa semua itu sangat menggelikan. Melihat bagaiman di sekitarnya perlahan berubah baginya sangat aneh dan hatinya masih menolak. Yoongi tidak tahu sampai kapan akan terus menolak, Yoongi hanya butuh waktu.

"Yoongi kamu tidak boleh melewatkan sarapanmu" Ayah Yoongi bersuara di tengah suapannya. Sial sekali, Yoongi tidak bisa menghindari. Ayah Yoongi terlanjur menyadari kala Yoongi mengendap-endap kabur dan nyaris saja berhasil menyentuh kenop pintu. Dan sekarang pilihan Yoongi hanyalah bergabung bersama mereka.

Sesuai perkiraan cuaca, pagi itu hujan lebat di sertai angin kencang. Tentunya peramal cuaca di televisi akan menerima sedikit bonus karena berhasil meramal cuaca dengan cukup akurat. Namun dinginnya di luar sana malah berbanding terbalik di kediaman Min Yoongi. Kehangatan yang menjalar ke seluruh penjuru ruangan. Dilihat bagaimana Hyesung asik mengobrol dengan Seohee dan ayah Yoongi tampak sangat menikmati sarapan.

Semua itu tak luput dari pandangan Yoongi. Irisnya mencermati dengan jeli semua yang ada di sekitarnya. Jujur saja Yoongi masih merasa geli tapi entah kenapa pagi itu tiba-tiba Yoongi sedikit merasa lega. Yoongi menggulum senyum yang di sembunyikan di sela kunyahannya. Namun tak lama kemudian Yoongi tersedak kala tatapannya tidak sengaja bertemu dengan Seohee.

"Kau tidak apa-apa?" Seohee menyodorkan segelas air pada Yoongi. Cepat-cepat Yoongi meraih gelas itu lalu meneguknya. Yoongi tahu ia masih di perhatikan dan berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain. Yoongi hanya tidak tahu jika sebenarnya muka Yoongi sangat merah dan semua itu tak luput dari pandangan Seohee.

***

Yoongi menyalakan mobil dan bersiap ke sekolah. Dari dalam sana netranya tak luput memperhatikan Seohee yang pamit pergi pada Hyesung. Ketika sarapan tadi sebetulnya Ayah Yoongi sudah memintanya untuk memberikan tumpangan pada Seohee. Namun, gengsi yang entah kenapa besar membuatnya menolak ide itu.

Seohee berjalan meninggalkan komplek dan berhenti di halte terdekat. Dia berhenti dan memeriksa sakunya lalu kembali melanjutkan perjalanannya. Hujan masih belum reda dan angin bertiup semakin kencang membuat beberapa bagian seragam Seohee basah. Namun hal itu tak membuat Seohee patah semangat. Gadis itu berjalan menerjang badai dan akhirnya Seohee sampai pada tujuannya. Seohee membersihkan buliran air yang menempel di seragamnya.

Malangnya pagi itu Seohee malah ketinggalan bus, dan bus berikut akan datang akan sekitar sepuluh menit lagi yang artinya Seohee pasti terlambat. Kini Seohee hanya bisa melamun menatap sepasang sepatunya yang kotor berharap ada sedikit keberuntungan datang padanya.

Dari dalam mobilnya, Min Yoongi duduk diam, memperhatikan dari seberang halte. Matanya tertuju pada sosok Seohee, yang berdiri sendirian di tengah kerumunan. Seohee hanya bisa berteduh sebisanya di bawah atap halte yang sempit. Meski tidak basah kuyup, rambutnya mulai sedikit lembap, dan wajahnya tampak menahan dingin.

Yoongi menarik napas dalam-dalam.

"Kenapa harus aku yang menawarkan?" pikirnya sambil mengetukkan jemarinya di setir, berusaha untuk tidak terlihat terlalu peduli.

Namun, semakin lama ia memandang, semakin besar rasa bersalah yang mengganggu pikirannya. Dia tahu Seohee pasti merasa tidak nyaman berdiri di sana di tengah hujan. Dan lagi, bus yang akan datang tampaknya masih lama.

Setelah beberapa detik dalam kebimbangan, Yoongi menghela napas panjang, memutar kemudi, dan membawa mobilnya berhenti tepat di depan halte. Suara mobil yang mendekat membuat beberapa orang di halte menoleh termasuk Seohee.

Yoongi menurunkan kaca jendela mobilnya dan memandang Seohee dengan ekspresi datar yang berusaha ia pertahankan. Meski dalam hatinya ada ketegangan yang tak bisa disembunyikan. Sementara Seohee terlihat sedikit kebingungan dan kaget melihat keberadaan Yoongi di sana secara tiba-tiba.

"Masuklah, atau aku pergi sekarang juga" ucap Yoongi dengan nada setengah malas tapi tegas.

Seohee menatapnya, bingung dan agak ragu. "Aku tidak apa-apa, aku bisa tunggu bus" katanya sopan, meski suaranya terdengar pelan.

Yoongi menghela napas, menatap lurus ke depan sebentar lalu kembali menoleh ke arah Seohee berusaha menjaga gengsinya. "Hei, aku tidak akan mengatakannya tiga kali. Pilihannya cuma sekarang atau tidak sama sekali"

Seohee menunduk dan terdiam. Ia masih menimbang-nimbang tawaran Yoongi. Namun ia merasa canggung di bawah tatapan orang-orang sekitar yang kini memperhatikan interaksi mereka. Akhirnya, dengan perasaan tidak enak, Seohee mengalah. Seohee membuka pintu dan masuk ke dalam mobil, duduk di samping Yoongi yang tampak tetap berusaha menjaga wajahnya tetap datar. Yoongi melemparkan handuk kecil pada Seohee yang entah sejak kapan sudah berada di tangannya.

Di dalam mobil, Suara hujan di luar semakin keras, tapi keheningan di antara mereka seakan lebih menggema. Yoongi meliriknya sebentar.

"Setidaknya, berterima kasihlah," ucapnya singkat.

"Terima kasih, Yoongi," ucap Seohee, suaranya pelan namun tulus.

"Jangan salah paham dulu. Aku hanya disuruh ayahku." Dia mencoba terdengar dingin, tapi suaranya tidak cukup meyakinkan.

Seohee tersenyum kecil, seolah menangkap nada samar di balik sikap dingin Yoongi. "Tetap saja, kau tidak harus melakukannya jika tidak mau."

Yoongi terdiam sejenak, lalu berdeham, mencari alasan. "Kau pikir aku melakukan ini karena aku ingin?" jawabnya, meski jelas terlihat ada sedikit kepedulian yang tidak ia ungkapkan.

Seohee tersenyum lagi, kali ini lebih lebar, seolah menikmati sisi Yoongi yang gengsi tapi penuh perhatian. Mereka kembali terdiam, tapi kini suasana terasa lebih hangat di tengah hujan yang tak kunjung reda di luar. Yoongi melanjutkan perjalanan dengan raut wajah yang mencoba tenang, meski jantungnya berdebar sedikit lebih cepat dari biasanya.

***

Setelah tiba di sekolah, Yoongi memperhatikan bagaimana Seohee yang tadi terlihat hidupnya paling menderita selama perjalanan tiba-tiba saja berubah begitu memasuki ruang kelas. Seohee langsung tersenyum lebar, bercanda dan berbaur dengan teman-teman lain. Seperti yang selama ini  ia lakukan, seperti tidak ada sedikitpun beban di pundaknya.

Yoongi beranjak menuju bangkunya. pandangannya tak luput memperhatikan Seohee. Senyum cerah dan tawa kecil tampak begitu tulus di mata orang lain membuat Yoongi heran. karena sejak tinggal bersama, Yoongi melihat Seohee dari perspektif yang berbeda. Ia menyadari ternyata selama ini Seohee hanya mengenakan topeng untuk menutupi luka-lukanya. Ia berusaha bersikap tegar seolah dia sama seperti yang lain. Sambil mencuri pandang dari bangkunya Yoongi di ganggu pikirannya yang berisik.

"Sebenarnya apa yang ingin kau sembunyikan? Kenapa kau bepura-pura seolah semuanya baik-baik saja di depan orang lain?"

-tbc

Ethereal || Min YoongiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang