Chapter 01

28 4 9
                                    

Hallo! Assalamualaikum temen-temen, terimakasih untuk yang berkenan mampir ke cerita aku yang masih jauh dari kata sempurna ini, sebenarnya bisa di bilang ini cerita ke dua aku, tapi cerita pertama aku aku unpubhlis karena beberapa alasan, semoga sekarang aku bisa menyelesaikan cerita ini 🤲. Dan semoga kalian suka sama ceritanya🤗🥰.

Absen dulu yuk, kalian dari Askot mana aja nih?

Jangan lupa votmen yaw Bubay✨

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
_________ happy reading____________

"Aaaaa ... Bundaaa! Tolongin Shafa!"

Seorang gadis tengah menenteng sendal jepit di tangannya, dan berlari sekuat tenaga berusaha menyelamatkan diri dari segerombolan bebek yang tengah mengejarnya.

Ia terus menoleh ke belakang hingga tak sadar ada selokan di depannya hingga ....

Byur ....

Tubuhnya melayang dan masuk kedalam selokan yang penuh dengan lumpur lengkap dengan air comberan yang berwarna hitam.

"Huaaaaa ... Bebek sialan gue mutilasi juga lo!" teriaknya dengan melempar sendal jepitnya ke arah gerombolan bebek tersebut hingga bebek-bebek itu berhamburan kesegala arah, karena amukan Shafa.

Shafa hampir muntah akibat bau dari air comberan tersebut, dengan susah payah ia berusaha ke luar dari selokan itu dan mengambil sendalnya yang sudah tergeletak mengenaskan.

Beberapa menit berjalan akhirnya Shafa sampai di depan rumah yang cukup besar, ia melihat ada mobil yang terparkir di garasi. Ia pastikan jika ayahnya sudah pulang dari kantor.

Shafa tidak berani menginjakan kakinya ke teras apalagi melihat teras yang sudah sangat mengkilap, ia takut di amuk oleh bundanya.

Tak butuh waktu lama Fatimah, yang merupakan bundanya Shafa ke luar dengan membawa wadah untuk membawa jemuran yang sudah kering, Fatimah membulatkan matanya terkejut ketika melihat penampilan gadis di hadapannya yang sudah seperti gembel.

"Ka-kamu siapa?" tanya Fatimah seraya menunjuk Shafa.

Shafa menunduk seraya memainkan kakinya yang penuh dengan lumpur. Sejurus kemudian ia menatap Fatimah dengan mata yang berkaca-kaca. "Bunda ..."

"Astaghfirullah Shafa! kenapa badan kamu penuh dengan lumpur gitu?! Jangan bilang kamu jailin bebeknya pak RT lagi! Bunda kan tadi nyuruh kamu buat beli gula, kenapa kamu malah main-main sama bebek? Kamu itu udah 19 tahun udah bukan bocil lagi, ngapain kamu-" 

"Bunda jangan marah-marah terus! Shafa pengen muntah."

Fatimah melotot mendengar ucapan putrinya. "Heh! Kamu ngatain bunda?!"

"Enggak bunda, maksud Shafa, Shafa pengen muntah gara-gara badan Shafa bau air comberan. Shafa mau cepet-cepet mandi," jelas Shafa dengan wajah memelas.

"Kenapa gak bilang dari tadi sih, yaudah sana, lewat jalan belakang nanti bunda bawain baju kamu."

Shafa mengangguk paham, dan berjalan menuju kamar mandi, sedangkan Fatimah kembali ke niat awalnya untuk mengambil baju yang ia jemur.

******

kini Shafa tengah duduk di sofa ruang tamu, tatapannya pokus pada layar televisi yang menampilkan si botak kembar yang gak besar-besar. Ia menaikan satu kakinya dan menjadikannya sebagai tumpuan, tangannya dengan telaten menyuapkan mie instan ke dalam mulutnya, mie instan yang sudah di sediakan oleh Fatimah.

Shafa yang pokus dengan dunianya tidak sadar bahwa di sampingnya sudah ada Abidzar yang merupakan ayahnya, dan tengah menatap ke arahnya.

"Ekhem." Abidzar berdehem membuat Shafa sontak menoleh ke sebelah kirinya. Abidzar tersenyum tipis kepadanya, iapun kembali menoleh ke sebelah kanan dan di sana sudah ada Fatimah yang juga tengah menatap kearahnya dengan senyuman yang tidak seperti biasanya.

The story of Ma'had Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang