اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
_________ happy reading______________"Gila! Manis banget." Batin Shafa ketika melihat seorang pemuda yang baru saja datang dengan mengenakan kemeja warna moca, dan peci hitam serta sarung yang senada dengan pecinya.
Rafiqi Zain Artanabil atau kerap dipanggil Gus Zain, adalah putra bungsu kiyai Salman dan Umi Khadijah, seorang Gus muda yang berparas teduh. Satu tahun yang lalu Gus Zain sudah lulus kuliah di Tarim dan kini ia memutuskan untuk membantu mengajar di pesantren keluarganya.
Tapi yang menyita perhatian Shafa bukanlah Gus Zain melainkan seseorang yang sedari tadi duduk takdzim di belakang Gus Zain, yang tak lain dan tak bukan adalah Fauzan
Fauzan pemuda yang kharismatik dan manis, yang tentunya termasuk ke dalam kriteria idaman Shafa.
Fauzan merupakan sahabat terdekat Gus Zain, dan merupakan santri kepercayaan Kiyai Salman.
Zain berjalan lebih dekat ke arah wanita yang ia panggil umi. "Umi, Zain sama kang Fauzan mau ijin lihat-lihat tempat buat nanti bikin toko kitab."
"Ijin sama Abah kamu, Jangan sama umi," balas Bu Nyai Khadijah seraya menatap putranya.
"Tapi Abah lagi sibuk umi."
"Yasudah, tapi jangan malem-malem pulangnya, hati-hati juga bawa motornya," ucap Umi Khadijah lembut, dan Zain pun mengangguk lalu mencium tangan uminya.
"Assalamualaikum umi."
"Waalaikumsalam."
"Aaaaa gila, bisa-bisanya gue baru nemu cowok manis ke gitu." Shafa senyum-senyum sendiri ketika melihat Fauzan, walaupun Fauzan hanya menunduk bahkan sama sekali tidak menatap ke arahnya, barang sedetikpun.
Fatimah yang merasa heran menyenggol pelan tangan putrinya. "kenapa bund?" tanya Shafa dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya.
Fatimah mendelik ke arah putrinya, sejurus kemudian ia tersenyum canggung ke arah Bu Nyai khadijah. "Maafkan kelakuan putri saya Umi," ucapnya merasa tidak enak.
"Gak papa Bu, yasudah kalo begitu Shafa bisa ke asrama sekarang," ucap Umi Khadijah dan di angguki oleh Fatimah.
"Salwa ...," Panggil Bu nyai ketika melihat salwa yang sudah selesai dengan tugasnya.
"Inggih Umi," jawab Salwa dengan menunduk takdzim.
"Di asrama Aisyah, kamar mana yang masih kosong?"
"Kamar Salwa, cukup satu orang lagi umi."
"Yasudah kalo begitu, biar Shafa tinggal di kamar kamu," ucap umi Khadijah, dan Salwa pun mengangguk paham.
*******
"Bunda, sama Ayah pulang dulu, kamu baik-baik di sini jangan bandel, jangan bikin masalah, jangan repotin teteh kamu," ujar Fatimah mewanti-wanti putrinya.
"Iya-iya kalo Shafa gak lupa," balas Shafa sekenanya.
"Salwa, bibi titip Ade kamu ya, kalo nanti kamu kehabisan uang atau sabun dan lain-lain, pake aja punya Shafa," pinta Fatimah dan di angguki oleh Salwa.
"Yasudah Ayah sama Bunda pamit dulu, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Ana dan Salwa kompak.
Ana menatap kepergian Ayah dan Bundanya dengan perasaan yang hampa, entahlah Ana juga tidak tau kenapa?
"Bunda!"
Fatimah menghentikan langkahnya dan berbalik menatap putri semata wayangnya. Shafa berlari dan memeluk Fatimah dengan erat, tentu saja Fatimah sangat terkejut dengan perlakuan putrinya, pasalnya Shafa bukan anak yang suka memeluk orangtuanya kecuali jika ada alasan-alasan tertentu.
![](https://img.wattpad.com/cover/360316186-288-k340985.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The story of Ma'had
Ficção AdolescentePesantren, satu kata yang bahkan tidak pernah ada dalam pikiran Shafa. Kabar mengejutkan dari kedua orangtuanya mengharuskan ia tinggal di sebuah penjara suci yang bernama pesantren tersebut. Mau tidak mau ia harus menerima keputusan kedua orangtua...