chapter 10

8 2 0
                                        

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ.
___________ happy reading__________

"Nah ini orangnya dateng," seru Ama ketika
melihat ketiga temannya.

"Shafa, ini ada titipan dari Gus Zain." Shafa yang sedang memejamkan matanya sontak menatap ke arah Kaila.

"Si Agus?"

Plak...

"Awsh teh Salwa KDRT Mulu deh sama Shafa, heran!" kesalnya.

"Yang sopan! Gus Zain itu guru kamu!"

"Iyaa," balas Shafa malas.

"Nih," Kaila memberikan dua keresek, yang satu obat dan satu lagi titipan dari Zain, kemudian ia pergi dari kamar tanpa mengucap satu katapun.

"Makasih!" teriak Shafa  ketika Kaila sudah tidak terlihat dari hadapannya.

"Teh, aku susul Kaila dulu ya," ujar Tuti, yang di balas anggukan kepala oleh Salwa.

"Eh iya gue lupa, ini ada titipan dari babang tampan gue." Fitri memberikan keresek hitam berukuran sedang yang berisi empat buah jeruk dan dua buah roti serta susu kotak.

Shafa yang tadinya ingin kembali menidurkan dirinya di kasur, sontak duduk dan menatap Fitri tidak percaya. "Serius?" tanya Shafa antusias.

"Awsh." Shafa memegang kepalanya yang terasa berdenyut.

"Makannya pelan-pelan Shafa!" tegur Salwa, dengan cepat Salwa menyandarkan tubuh Shafa ke dinding, Ama pun duduk di dekat Shafa, ia mulai memijit pelipis gadis itu dengan telaten.

"Enak banget gue punya tukang urut peribadi," celetuk Shafa  yang sontak membuat Ama memijat pelipis Shafa dengan keras.

"Ama!" pekik Shafa  menatap sinis ke arah temannya.

"Hehe sorry aku repleks, habisnya mulut kamu gemes banget pengen aku gibeng," ucap Ama nyengir.

"Di terima gak nih?" celetuk Fitri, mereka kompak mempokuskan atensinya pada Fitri.

"Siniin," Shafa merentangkan kedua tangannya, setelah mendapatkan keresek tersebut ia memeluk keresek itu dengan erat, seolah-olah takut jika ada yang akan merebutnya.

"Biasa aja kali!" cibir Fitri melihat tingkah Shafa.

"Gimana gue mau biasa Safitri! Ini pertama kalinya A Fauzan ngasih beginian sama gue, gue seneng banget," pekiknya, ia menatap keresek itu dan tersenyum manis.

"Fit, emang kamu mau punya Kaka ipar kaya dia?" tanya Salwa.

"Apa maksud nih! Gini-gini juga gue idaman cowok-cowok di sekolah gue dulu."

"Belum tentu kamu jadi idaman kang Fauzan," celetuk Salwa spontan.

"Sakit tapi gak  berdarah tuh gini ya, jahad banget teh Salwa." Shafa memanyunkan bibirnya berpura-pura marah.

Salwa menoyor kepala Shafa  pelan, membuat sang empu mengelus-elus kepalanya dan menatap Salwa sinis.

Salwa hanya terkekeh menatap tingkah sepupunya.

Sesuai yang Salwa ucapkan keesokan harinya ia meminjamkan Shafa handphone milik Kaila, Shafa pun mulai mengetikan no sang bunda di handphone tersebut, selang beberapa detik telpon pun tersambung.

"Assalamualaikum, Bunda." Baru mengucapkan satu kata itu, Shafa sudah meneteskan air matanya. Jujur ia sangat merindukan bundanya, ia merindukan setiap omelan bundanya. Ia ingin memeluk malaikat tanpa sayapnya, ia ingin mengadukan semuanya kepada bundanya.

The story of Ma'had Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang