Day 23

28 3 0
                                    

Watch The Sunrise Together

🌸

Joanne bangun lebih dulu dibandingkan Max yang punya ide untuk melakukan challenge hari ini. Jam menunjukkan pukul 4 pagi. Langit di luar masih gelap sepenuhnya. Matahari baru menampakkan dirinya sekitar satu jam lagi.

"Max, bangun..." Joanne menggoyang-goyangkan tubuh Max yang masih bergelung nyaman di bawah selimut. Laki-laki itu melenguh pelan, merasa terganggu dengan ulah Joanne. Joanne tidak memedulikannya dan terus melakukannya sampai Max bangun dari tidurnya.

Karena tak kunjung bangun, akhirnya Joanne menggunakan sedikit kekerasan. Ia memukul lengan Max dengan keras sampai laki-laki itu terlonjak dan bangun seketika. Max menatap Joanne yang memandangnya dengan kesal lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Ia masih mengantuk dan Joanne baru saja mengacaukan tidurnya.

"Lima menit lagi ya..." pinta Max dengan wajah memelas. Laki-laki itu hendak berbaring kembali, namun Joanne segera mencegahnya.

"No. Bangun sekarang atau kita gagal dalam menyelesaikan challenge hari ini," ancam Joanne. Max tidak punya pilihan lain selain beranjak pergi dari kasurnya, masuk ke kamar mandi untuk menggosok giginya, dan berganti pakaian olahraga.

Joanne menunggu Max selesai bersiap di halaman depan rumahnya. Ia melakukan sedikit pemanasan untuk menghindari cedera. Umurnya sudah tidak muda lagi, jadi ia harus lebih berhati-hati. Joanne menghirup dalam-dalam udara pagi itu. Rasanya menyegarkan dan sukses mengusir rasa kantuknya.

Max baru keluar dari rumah lima menit kemudian. Keadaannya jauh lebih baik dibandingkan saat baru bangun tidur tadi, meskipun rambutnya masih terlihat berantakan. Setidaknya kedua netra Max sudah terbuka sepenuhnya dan siap untuk berolahraga pagi itu.

Udara pagi terasa begitu dingin menusuk kulit. Max dan Joanne telah mengenakan jaket tebal, namun sepertinya benda itu tidak membantu mereka sama sekali. Bahkan ujung-ujung jari mereka mulai terasa membeku karena terlalu lama berdiri di tempat.

"Kita harus mulai lari sekarang sebelum mati kedinginan di sini," ujar Joanne. Max mengangguk setuju dan ia segera mengekor di belakang Joanne yang sudah berlari lebih dulu.

Max berhasil mengimbangi Joanne dan berlari beriringan dengan perempuan itu. Max pikir tidak banyak orang yang melakukan olahraga pagi di cuaca sedingin ini, namun ternyata perkiraannya itu salah. Ketika ia sampai di taman yang tak jauh dari rumahnya, sudah ada banyak orang yang berkumpul di sana. Jogging track telah dipenuhi oleh orang-orang dari berbagai usia, membuat Max dan Joanne tidak punya pilihan lain selain bergabung dengan orang-orang itu.

Tubuh mereka mulai menghangat seiring dengan banyaknya keringat yang keluar dari tubuh. Langit yang semula gelap mulai sedikit memudar. Sinar matahari perlahan-lahan menampakkan dirinya di sebelah timur. Udara sudah tak sedingin sebelumnya karena panas matahari mulai menyeimbangkannya.

Joanne berhenti di sebuah bangku panjang yang tak jauh dari tempatnya berada. Ia kehabisan napas karena terus memacu dirinya tanpa henti. Max ikut berhenti dan duduk di sampingnya. Laki-laki itu memberinya botol minumnya supaya ia bisa minum lebih dulu. Joanne menerima botol minum itu dan langsung menenggak isinya dengan cepat. Setelahnya Joanne memberikan botol minum itu kembali pada Max agar ia dapat meminum sisanya.

"Capek banget ya. Udah lama nggak olahraga juga sih, makanya kerasa berat banget," komentar Max. Tatapannya masih terfokus pada orang-orang yang berlalu-lalang di hadapannya.

Joanne menyetujui ucapan Max. "Kayaknya kita harus sering-sering olahraga mulai dari sekarang. Ini semua demi kesehatan kita," tutur Joanne. "Nanti kita ajak anak-anak juga supaya nggak terlalu bosen."

Max mengangguk setuju. Ia akan merelakan waktu tidurnya demi kesehatannya. Sebenarnya tidak terlalu buruk juga berolahraga di pagi hari seperti ini. Ia dapat menghirup udara bersih yang menyegarkan sepuasnya. Kapan lagi ia dapat merasakannya jika tidak di pagi hari seperti ini?

"Mau jalan lagi?" tawar Max. Joanne menganggukkan kepalanya. Max menggandeng tangan mungil Joanne dan mereka bersama-sama pergi meninggalkan tempat itu.

Kali ini mereka memilih untuk berjalan santai sambil menikmati pemandangan di sekitar mereka. Matahari telah menampakkan dirinya sedikit demi sedikit. Semburat warna orange menghiasi sisi timur langit biru. Gradasi warnanya begitu menakjubkan sampai-sampai Joanne tak tahan untuk segera memotret pemandangan itu dengan kamera ponselnya.

"Gimana menurutmu? Kamu lebih suka sunrise atau sunset?" tanya Max pada Joanne.

Joanne terlihat sedang memikirkan jawaban atas pertanyaan Max. Ia suka keduanya dan sulit bagi Joanne untuk memilih salah satu. Baik sunrise maupun sunset memiliki keindahannya masing-masing yang tidak dapat disandingkan.

"Entahlah. Aku suka dua-duanya. Mereka sama-sama indah," balas Joanne. "Kalau kamu sendiri suka sunrise atau sunset?"

"Sunset," jawab Max tanpa mempertimbangkannya lebih dulu. " Aku nggak suka bangun pagi, jadi aku pilih sunset."

Joanne memukul pelan lengan Max. Bisa-bisanya laki-laki itu tidak memikirkannya lebih dulu dan langsung mengambil kesimpulan. Namun bukan Max namanya jika ia berpikiran rumit – kecuali soal pekerjaan.

"Kita pulang sekarang?" tawar Max. Langit sudah terang dan orang-orang yang tadi berolahraga bersama mereka sudah pergi meninggalkan tempat itu.

"Yes. Kita harus pulang sekarang. Anak-anak pasti sudah bangun," ujar Joanne. "Tapi sebelum kita pulang, aku mau mampir dulu ke minimarket. Pembalut di rumah habis."

Max terkekeh pelan mendengar hal itu. Pantas saja beberapa hari ini emosi Joanne mudah terpancing. Rupanya perempuan itu sedang kedatangan tamu bulanan.

"Sekalian beli roti ya. Aku laper."

"Kalau cukup uangnya."

"Tenang, aku bawa dompet kok."

"Kalau gitu belanja pakai uangmu aja."

"Baik, Tuan Putri."

Challenge Day 23 - Finished

Marriage ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang