How This All Started

200 19 0
                                    

Tok tok tok

Peter masuk ke dalam ruang kerja Max dengan sedikit terburu-buru. Max yang melihat itu hanya memasang wajah kebingungan. Jarang sekali Peter masuk ke dalam ruangannya seperti ini, apalagi dalam kondisi terburu-buru.

"Max Max Max! Aku minta tolong dong!" ujar Peter sambil menunjukkan layar ponselnya pada Max. "Please pilihin satu baju yang bagus buat aku. Dari tadi aku bingung harus milih yang mana."

Max menatap layar ponsel Peter yang menampilkan beberapa macam setelan jas. Max mengamatinya satu persatu sambil sesekali melirik ke arah Peter. Setelah menemukan yang pas, ia menunjukkapn pilihannya itu pada Peter. "Kayaknya sih ini."

"Oke, thanks bro. Aku beli yang ini aja kalau gitu," ujar Peter yang kemudian mulai sibuk dengan ponselnya sendiri dan mengabaikan Max yang masih menatapnya kebingungan.

Max menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Ia menunggu Peter menyelesaikan kegiatannya lebih dulu sebelum menginterogasi laki-laki itu.

"Sip! Aku sudah beli. Tinggal kuambil sore nanti." Peter menutup ponselnya dengan puas lalu menoleh ke arah Max yang masih setia menatapnya. Sadar bahwa mereka masih ada di sekolah, cepat-cepat Peter menundukkan kepalanya. Tidak seharusnya ia memperlakukan Max seperti temannya sendiri saat berada di sekolah seperti ini karena Max adalah atasannya.

"Maafin aku," ujar Peter pelan. Max mendengus kecil lalu tersenyum simpul.

"Ngapain minta maaf? Memangnya kamu salah apa?"

"Eum...itu...nggak seharusnya aku ganggu kamu kerja dan memperlakukanmu seperti temanku sendiri saat di sekolah," jawab Peter. Max tak bisa menahan tawanya lebih lama lagi. Ia langsung menyemburkan tawanya begitu Peter menyelesaikan kalimatnya. Laki-laki itu sangat lucu sekali, mustahil untuk tidak tertawa karena sikap polosnya itu.

"Sudahlah, nggak usah kamu pikirin lagi. Sekarang kamu jelasin ke aku kenapa kamu tiba-tiba beli setelan jas. Setahuku kita masih belum punya acara resmi apapun." Max kembali memajukan tubuhnya dan menopang dagunya dengan sebelah tangannya.

"Hmm...jadi aku sama Anne sepakat untuk ikut 30 days marriage challenge. Sebenarnya udah dari dulu aku sama Anne pingin ngelakuin challenge-challenge semacam itu, tapi karena masa pacaran kita cuman sebentar akhirnya yang bisa kita lakuin sekarang ya challenge semacam ini." Peter kembali mengotak-atik ponselnya lalu menunjukkan layar ponselnya pada Max.

Peter menunjukkan sebuah poster berjudul '30 day marriage challenge'. Dalam poster itu, ada challenge-challenge yang harus dilakukan setiap harinya selama 30 hari penuh. Max membaca setiap challenge yang ada dan cukup tertarik untuk melakukannya bersama dengan Joanne.

"Aku mau gambarnya dong. Kirimin ke aku," ujar Max setelah membaca semua tulisan yang ada di sana. Dengan senang hati Peter mengirimkan gambar itu pada Max.

"Kalau gitu aku pamit pergi dulu ya. Habis ini aku harus mengajar di kelas." Max mengangguk dan membiarkan Peter keluar dari ruangannya.

Max mengambil ponselnya yang tergeletak di samping dokumennya lalu mengecek foto yang dikirimkan oleh Peter. Max membaca tulisan yang ada di gambar itu sekali lagi. Semakin lama membacanya membuat Max semakin tertarik untuk mencobanya.

"Semoga aja Joanne mau..."

🌸🌸🌸

Malam harinya setelah Joanne berhasil menidurkan anak-anaknya, ia masuk ke dalam kamarnya lalu berbaring di samping Max. Secara naluriah Max menarik Joanne ke dalam pelukannya dan mengelus puncak kepala perempuan itu.

"Kamu sudah berusaha keras hari ini. Istirahatlah..." ujar Max. Joanne tersenyum lebar dan membalas pelukan Max tak kalah eratnya.

"Ah ya sebelum kamu tidur, aku mau nunjukin sesuatu ke kamu." Max melepaskan pelukannya lalu mengambil ponselnya yang ada di atas nakas samping tempat tidur. Ia menunjukkan gambar yang dikirim Peter siang tadi pada Joanne.

"30 Day Marriage Challenge?" Joanne membaca judul dari gambar itu lalu mengamati satu persatu challenge yang ada. "Kamu mau ajak aku main challenge ini?" tanya Joanne yang seperti bisa membaca isi pikiran Max saat ini.

Max menganggukkan kepalanya lalu tersenyum simpul. "Aku mau kita lakuin challenge yang ada di sini selama 30 hari. Gimana? Kamu mau kan?" Bukannya menjawab pertanyaan Max, Joanne justru tertawa dan membuat Max kebingungan. Memangnya apa yang lucu dari ajakannya? Begitu pikir Max.

"Ya ampun. Kamu ada-ada aja deh. Kita ini udah tua, nggak pantes main challenge-challenge kayak anak muda gini. Hahaha..." Joanne tidak bisa menghentikan tawanya begitu saja. Menurutnya keinginan Max itu sangat konyol.

"Memangnya kenapa? Peter dan istrinya juga lagi ngelakuin challenge itu. Kalau mereka bisa, kenapa kita nggak?" Max memasang wajah cemberut karena Joanne masih terus menertawainya. Melihat itu cepat-cepat Joanne meredam tawanya semaksimal mungkin.

"Tapi kita kan sama-sama sibuk. Kita nggak punya waktu lebih untuk melakukan hal itu," ujar Joanne sambil menggandeng tangan Max dan mengelusnya pelan.

"Kalau gitu biarin aku aja yang ngelakuin semua ini. Kamu cuman perlu menerimanya, gimana? Aku akan luangin waktuku sebisa mungkin demi challenge-challenge ini." Joanne tersenyum simpul sambil menggelengkan kepalanya.

"Jangan buang waktumu untuk hal seperti ini. Lebih baik kamu gunain buat hal yang lebih bermanfaat, hm?"

"Tapi bagiku ini sangat bermanfaat." Max mulai menundukkan kepalanya dalam-dalam sambil memainkan ujung piyamanya. "Aku ingin menebus dosaku yang nggak pernah memperlakukanmu dengan baik dulu. Aku ingin menebusnya dengan cara ini, walaupun aku tau ini aja nggak cukup untuk menebus semuanya."

Joanne menarik tubuhnya ke arah Max lalu memeluk laki-laki itu. "Kamu nggak perlu lakuin itu untuk menebus kesalahanmu di masa lalu karena aku sudah maafin kamu. Biarkan masa lalu tetap menjadi masa lalu. Lebih baik kita fokus di masa sekarang dan masa yang akan datang daripada terus bergelut di masa lalu." Joanne menepuk-nepuk punggung Max pelan untuk menenangkan laki-laki itu.

Max tersenyum kecil lalu mulai membalas pelukan hangat Joanne. "Terima kasih Joanne. Kamu perempuan paling baik yang pernah kutemui selama ini," ucap Max. Joanne ikut tersenyum dan semakin mengeratkan pelukannya pada Max.

"Tapi kalau kamu pingin banget ngelakuin, ayo kita lakuin sama-sama. Aku juga akan meluangkan waktuku sebisa mungkin. Setelah kupikir-pikir lagi sepertinya challenge-challenge itu nggak terlalu kekanak-kanakan. Judulnya aja marriage challenge, harusnya cocok untuk pasangan suami-istri seperti kita."

Max melepaskan pelukan Joanne dan menatap perempuan itu dengan kedua netranya yang membulat sempurna. "Kamu serius mau lakuin challenge itu?" tanya Max.

Joanne mengangguk dengan penuh semangat. "Itupun kalau kamu tetep mau melakukannya."

"Tentu saja aku mau melakukannya," sahut Max dengan penuh antusias sambil menggengam kedua tangan Joanne. "Aku akan melakukannya dengan sebaik mungkin. Percaya sama aku." Joanne tertawa kecil melihat reaksi antusias Max yang berlebihan itu.

"Aku akan sangat menantikannya."

TBC 

(Source : Pinterest)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Source : Pinterest)

Komen nih kalian nungguin hari ke berapa hehehe

💕Happy reading!💕

Marriage ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang