934 107 6
                                    

typo*

Bagian ini agak cringe!

*
*

Pagi ini begitu sunyi. bahkan suara kendaraan berlalu lalang pun tidak terdengar sama sekali.

ruangan kedap suara dengan suasana suram menyelimuti pagi remaja lemah itu.

"arrgh......." suara teriakan itu menggema dengan keras.

hitam. Itulah hal pertama yang ia lihat. Bau sesuatu yang asing menyapa Indra penciumannya.

nafas yang mendera dan keringat dingin yang menetes dapat menjelaskan keadaan remaja itu. 

Perlahan tapi pasti, Kesadarannya terkumpul dengan baik.

Dia Aidan. Aidan yang telah di kabarkan meninggal dalam tidurnya.

Aidan melihat sekeliling ruangan. Warna hitam sangat mendominasi ruangan ini.

"Gue di mana?" Tanyanya dengan pelan.

Saat mencoba untuk mendudukkan dirinya, Aidan merasakan sakit mulai mendera di sekujur tubuhnya. tulang-tulangnya terasa remuk hanya karena dia yang ingin duduk.

Melihat sekelilingnya yang nampak berbeda, dengan kepala yang terlilit perban, mampu membuat seorang Aidan mulai berfikir keras.

'kenapa gue bisa disini? Perasaan gue tadi lagi tidur dah.'

'Ugh... Kepala gue sakit banget. Padahal gue gak ketabrak apa-apa, Tapi kenapa kepala gua ada perbannya? atau... gue tidur sambil jalan, terus ketabrak truk? gak mungkin lah. masa iya begitu' Aidan sedikit terkekeh dengan pemikirannya.

'ingatan siapa tadi? Perasaan mukanya gak pernah gue liat...' Adian termenung dan memikirkan ingatan yang menjumpainya beberapa saat yang lalu.

lalu setelahnya, astaga-

"astaga! Gue ada janji sama si Hisyam buat nyeleksi anak basket." Menghilangkan pemikiran yang membuatnya bingung, Aidan menjadi kalang kabut saat mengingat dia memiliki janji dengan sahabatnya Hisyam.

2 minggu lagi, Ma'had nya akan mengadakan tanding basket, dan tanding silat antar univ. Aduh.... Bisa-bisanya dia melupakan hal ini.

Memilih abai dengan rasa sakit dan bingungnya, Aidan menuruni ranjang dan akan beralih menuju kamar mandi. namun sialnya, ia terjatuh karena kakinya malah terasa kaku. Akibatnya, Aidan menjatuhkan vas bunga di atas nakas dan itu menancap pada telapak tangannya.

Aidan linglung sejenak, kakinya kebas dan tidak bisa berjalan dengan baik.

Aidan mengucapkan istighfar untuk menenangkan dirinya, barang kali, sistem syaraf nya sedikit terganggu.

Beberapa saat dalam posisi yang sama, Aidan berusaha untuk perlahan bangkit dan berdiri dengan bantuan sisi ranjang di dekatnya.

setelah membiasakan sedikit rasa sakitnya, Aidan mulai melangkah dengan pelan  menggunakan tembok sebagai alat bantunya.

melihat kearah depan, aidan terdiam tak bisa berkata.

untuk beberapa alasan, aidan masih terdiam dengan pemandangan di depannya saat ini. Siapa remaja itu? kenapa dia bisa ada di sini? apa yang dia lakukan di dalam cermin itu? kenapa dia menatapnya? siapa dia.

aktivtas yang semulanya akan ia lakukan, berakhir dengan hal membingungkan, bahkan tidak bisa di jelaskan secara logika.

Darah dari telapak tangannya tak ia hiraukan. Pemandangan di depannya ini adalah fokus utama miliknya.

To Be Antagonis (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang