5⁵

825 111 44
                                    


Typo*

idup untuk dirimu sendiri, dan jangan pedulikan perkataan mereka ~Ayah

*
*


Hari sudah mulai sore, dan jam pulang sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu.

Walau begitu, Aiden memilih untuk diam dalam kelasnya untuk sementara waktu. Entah kenapa perasaan nya menjadi kurang enak kali ini.

Ia ingin pulang, tapi pada tempat yang berbeda. Bukan rumah sepi tempatnya singgah saat ini.

"Umi... Aidan kangen umi." Lirihnya menatap kearah luar jendela.

Tak pernah terpikirkan olehnya, bahwa ia akan mengalami perpisahan seperti ini. Ia tak pernah membayangkan hal aneh seperti ini menimpanya dalam hidup.

Jiwanya tegar, bahkan raganya saat ini pun bugar. Walau memang terlihat lebih kurus dari remaja pada umumnya.

Aiden asli adalah anak yang begitu keras kepala dan egois. Ia tidak suka jika perkataan nya di bantah, walau sekecil apapun itu.

Meski begitu, Aiden adalah sosok anak yang taat dengan ibadah.

Dalam novel yang sempat Aidan baca, ada secuil part dimana Aiden yang tengah melaksanakan ibadah sholat fardhu, sebelum akhirnya ia melakukan yang namanya tawuran antar geng.

Ia begitu khusyuk, bahkan sempat berdo'a untuk di jauhkan dari orang-orang yang tidak baik untuk nya. Mungkin apa yang Aiden alami sebelumnya, adalah apa yang ia udarakan pada sang pencipta.

Geng yang ia naungi sebagai ketua, malah mengkhianati nya karena alasan satu orang anak perempuan.

Sama seperti ceritanya dalam kehidupannya sebagai Aidan. Ia di khianati, lalu di campakkan oleh sang kekasih yang ia perjuangkan selama lebih dari 2 tahun lamanya.

Tapi pada akhirnya, ia kembali lagi pada jalan yang benar. Mendekatkan diri pada sang pencipta, lalu berusaha memperbaiki segala kesalahannya pada orang tuanya.

Haa....

Aiden menghela nafas panjang, lalu berdiri dari duduknya.

Ini sudah cukup lama sejak ia memilih duduk dalam kelas.

Aiden berdiri, lalu melenggang pergi dengan tas yang ia sampir kan pada pundak nya.

Kondisi sekolah sudah terlihat sepi. Hanya ada beberapa kendaraan yang terparkir di area sekolah.

Memilih abai, Aiden melangkah pada motornya sendiri, lalu melajukannya keluar dari sana.

Angin sepoi menerpa wajah Aiden. Rasa nyaman dan tenang sedikit menghilang kan rasa kalutnya akan kenyataan.

Laju motornya terhenti, saat melihat beberapa anak sedang melakukan tawuran.

Tempatnya sepi dan tak begitu banyak pejalan kaki.

Aiden memilih untuk berhenti dari kejauhan. Tak ada niatan sedikit pun untuk menginterupsi atau bahkan membantu.

Hal ini memang sudah tertulis dalam alur novel 'Our Love'. Jadi ia tak memusingkan itu sedikit pun.

Bahkan ia pun tak begitu mengingat kejadian-kejadian kecil lainnya. Jadi ia biarkan saja seperti itu.

"SMA itu emang tempat nya per-gengan gak jelas. Dari pada tawuran, mending pada ngaji." Gumam nya menatap mereka semua dengan sinis.

Aiden kembali terdiam cukup lama. Karena memang jalan ini adalah satu-satunya jalan yang lebih cepat mengantarkan nya pada kediaman nya sendiri.

Aiden mengerutkan keningnya sakit. Sepintas ingatan muncul dalam benak nya.

To Be Antagonis (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang