12¹²

832 130 20
                                    

Typo*

[INFO : Hae/Cal gua tunda dulu bentar buat update. Soalnya gua ngerasa kurang enak sama penulisan nya. Bagi kalian yang nunggu kelanjutannya, di mohon untuk bersabar sebentar.]

Terimakasih

Dua hari berlalu, dan kini jadwal turnamen akan di laksanakan.

Turnamen di langsungkan di lapangan sekolah Pelita Nusa, tempat Aiden bersekolah. Lapangan outdoor yang memiliki luas mencakup setengah dari lapangan GOR umum.

Kedua tim memiliki pendukung masing-masing. Baik dari orang tua, teman, keluarga, atau bahkan sahabat dan segala macamnya.

Jam masih menunjukkan pukul 07 : 34 am, dan jadwal turnamen akan di langsungkan saat pukul 08 tepat nanti.

Posisi tim Aldi kini tengah melakukan pemanasan ringan. Seperti merenggangkan kaki, tangan, dan juga badan. Begitu pula dengan tim lawan.

Mereka sesekali mendribble bola secara perlahan, saling passing dan juga lain sebagainya.

"Gue liat-liat, Aiden belom muncul." Celetuk Rico menatap tribun yang semakin memenuhi sekitar lapangan.

"Paling bentar lagi." Sahut Tomi menanggapi

"Bunda Lo dateng gak hari ini?." Tanya Ridho pada Aldi

Aldi tersenyum sejenak, "pastilah. Masa iya, anaknya turnamen malah gak dateng." Sahut Aldi dengan bangganya.

"Sayang banget ya Lo sama tante Vani." Celetuk Febian.

"Ya iyalah anj. Belio kan emak gua." Delik Aldi.

"Dia mah anak Bunda, jadi jangan di anggap remeh." Tukas Tomi

Aldi tak menjawab, tapi malah melihat tribun untuk melihat lambaian dari adiknya yang menyita perhatiannya.

Sejenak, Aldi menukikkan alisnya heran. Kenapa adiknya bertingkah seperti itu?

"Aduh... Malu banget." Lirih Aldi menutup wajahnya mengenakan bola di tangan nya.

Bagaimana tidak malu, jika adiknya berteriak seperti monyet lepas begitu?

Melambai-lambai bagaikan kera yang sedang bersemangat mencari pasangan. Sangat memalukan!

"Abang.... Lihat, raja mu ini sedang menonton! Awuwuwuwwu... Semangat bang, raja ini akan mendukung mu!."

Begitu teriak Septian. Anak itu bahkan bergaya sambil jingkrak-jingkrak karena terlalu semangat.

Tingkah nya benar-benar seperti monyet lepas, pikir Aldi.

"Septian.. hahaha ada bentukan raja begitu? Hahaha kocak." Ridho tertawa sambil memukul pelan bahu Febian.

Lucu sekali melihat Septian menganggap dirinya sebagai raja. Haha... Raja monyet, mungkin bisa di toleransi.

"Adek Lo lucu." Rico berujar sambil terkekeh pelan menatap tribun dimana Septian berdiri memberikan semangat.

"Terlalu semangat dianya." Celetuk Febian ikut terkekeh.

Febian tau bagaimana rasanya jadi Aldi, karena ia pun juga sama.

Maksudnya, yang memalukan itu bukan adiknya, tapi ayahnya.

Dengan pakaian berwarna pink di padu rumbai khas milik cheerleader, pria itu bersorak Sorai memanggil nama 'Febian' dengan sangat keras.

Kacamata hitam, topi pantai, wahh.... Sangat-sangat menyita perhatian.

Febian memilih untuk mengalihkan pandangannya. Telinga anak itu memerah karena merasa malu. Bukan karena tampilan ayahnya, tapi karena teriakan yang menyebut namanya.

To Be Antagonis (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang