Typo*
Bel pulang sudah berbunyi sejak 30 menit yang lalu. Dan Aiden tengah duduk di pinggiran lapangan, sambil menatap pada tim Aldi, juga pelatih basket mereka.
Dengan instruksi dari sang guru, mereka bergerak dan mendribble bola untuk di giring sedemikian rupa.
Sebenernya, Aiden sudah berencana untuk pulang lebih dulu menggunakan bus. Namun Aldi dengan keukeuhnya meminta Aiden untuk tetap diam, agar ia bisa mengantar remaja itu sendiri.
Dan dengan Aiden yang tak suka keributan, memilih untuk diam mengikuti permintaan Aldi.
Aiden menyandarkan kepalanya pada tembok di belakangnya, sambil memejamkan mata sejenak.
Entah kenapa kepalanya selalu saja sakit belakangan ini. Bukan hanya karena ingatan, bahkan tanpa ingatan pun, kepalanya selalu saja terasa sakit. Aiden tidak tau penyebab pastinya apa.
Ugh...
Satu lenguhan berhasil keluar dari celah bibir Aiden. Sakitnya tidak main-main!
Saat membuka matanya perlahan, Aldi juga yang lainnya sedang berjalan menghampiri nya.
"Udah?." Tanya Aiden setenang mungkin.
Dengan keringat yang masih membasahi mereka, Aldi juga yang lainnya mengangguk pelan.
"Ayok pulang." Ajak Aldi, lalu menyalurkan tangannya untuk membantu Aiden berdiri.
Aiden mengangguk dan menerima uluran tangan itu.
Setelahnya, mereka mulai berjalan beriringan menuju area parkir.
***Aid/En***
Selepas pulang diantar Aldi, Aiden memilih untuk mengistirahatkan tubuh nya sejenak. Rasanya lemas sekali, meskipun ia tidak melakukan apapun.
Dalam ruang monochrome itu, Aiden terlelap dengan setelan sehabis sholatnya.
Wajah putih pucat khas miliknya, terlihat begitu nyenyak saat terlelap tenang.
Dengan satu tangan yang menggenggam kitab di sebelahnya, bisa menjelaskan bahwa remaja 17 tahun itu terlelap setelah membaca beberapa lembar saja.
Aidan terlihat berdiri di dekat ruangan luas berwarna putih. Sejauh mata memandang , warna putih begitu mendominasi.
Cukup lama Aidan memandang sekitar, sampai pada akhirnya tempat itu seperti terwarnai oleh kanvas berwarna.
Dalam sekejap, ruangan putih itu berubah menjadi ruangan luas dengan berbagai banyak furnitur.
Di sana, Aidan melihat seorang anak laki-laki berseragam basket.
Dengan tampilan wajahnya, Aidan rasa anak itu berumur antara 14 atau 15 tahun, dengan tinggi sekitar 170-an. Bisa dibilang cukup tinggi untuk ukuran anak SMP sepertinya.
Dengan senyum manis khas miliknya, anak itu mendekat pada satu keluarga di tengah sana. Wajahnya berseri sambil berjalan gembira dengan piagam bahkan piala di tangannya.
"Ayah, lihat Aiden bawa apa buat ayah." Anak itu berujar dengan girang sambil menyembunyikan piagam serta piala nya di belakang punggung.
Niatnya akan memberikan surprise pada pria yang menyandang gelar sebagai ayahnya itu.
Walau begitu, pria yang di panggil ayah itu tak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari anak laki-laki yang sedang ia dekap sayang sambil mengelus halus surai itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be Antagonis (Slow Up)
Teen Fiction🚫VOTE AND KOMEN BRO BRO SEKALIAN!!!🚫 Aidan adalah seorang mahasantri yang memiliki segudang prestasi. Ia menjadi presiden mahasiswa yang begitu di segani di Ma'had nya. Ketua tim basket juga perwakilan taekwondo, begitulah banyak nya prestasi Aida...