PROLOGUE

2.7K 132 4
                                    

Adibrata Arkata Bagaskara, satu persatu dokumen yang tertumpuk di meja kerjanya sudah mulai selesai dikerjakan. Berkali-kali pria berkacamata tersebut meregangkan tubuhnya yang terasa begitu pegal sebab sudah duduk berjam-jam di kursinya. Semua orang yang mengenal Adibrata pasti tahu kalau pria itu sangatlah tergila-gila dengan pekerjaannya.

Jika bisa diselesaikan sekarang, maka tidak ada kata tertunda dalam kamus Adibrata.

"PAPAH!"

Wajahnya terlihat kontras sewaktu suara melengking itu memanggil dirinya. Adibrata yang jarang sekali tersenyum saat di kantornya, seketika mengembangkan senyuman manisnya untuk sang Putra. Namanya Adelaide Devano Harchie, wajahnya sangat mirip dengan sosok Adibrata sewaktu masih kecil.

Anak itu berlari cepat untuk mendekat pada sang Ayah. Tas kecil di punggungnya terlihat bergoyang mengikuti rambut ikalnya yang sudah mulai panjang. Abimanyu yang di belakangnya pun tak tahan untuk tersenyum gemas. Pria sekaligus sahabat karib Adibrata itu memilih duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut.

"Jagoan Papa, sudah pulang hm?"

Diangkatnya tubuh kecil sang Putra untuk duduk di pangkuannya. Kaca mata yang bertengger di hidungnya, dia lepaskan kemudian dia letakkan di meja. Setelahnya Adibrata memberikan kecupan gemas di seluruh wajah kecil Harchienya, sontak mengundang tawa geli dari Putra kecilnya tersebut.

"Geli hihihi."

Semakin gemas dengan sang Putra, Adibrata tak henti-hentinya memberikan kecupan sampai ke perut buncit sang Putra. Suara tawanya pun semakin terdengar keras sembari menggeliat meminta dilepaskan. Tak tega dengan wajah merah sang Putra, akhirnya Adibrata menghentikan aksinya itu.

"Huh lelah sekali." Harchie menyenderkan tubuhnya pada sang Ayah, energinya yang sudah habis semakin terasa habis karena tertawa terlalu banyak hari ini.

Adibrata tertawa kecil, tangannya mengusap keringat yang ada di kening sang Putra kemudian mengecupnya kembali dengan singkat. Dulu sewaktu masih kecil Adibrata itu sangat nakal, bahkan sang Ayah bercerita kalau sang Bunda pernah ingin menjualnya.

Masa remaja Adibrata juga hanya dihabiskan dengan main dan main. Adibrata tak pernah tahu dengan tujuan hidup yang sesungguhnya. Hanya saja ketika melihat sosok Ayahnya yang begitu hebat, Adibrata selalu bermimpi ingin menjadi sepertinya.

'"I really want to be a dad. Aku mau jadi Papa yang hebat, seperti Ayah." Ucapnya kala itu pada sang Ayah. Waktu itu keduanya tengah asik mengobrol sembari meminum kopi.

Waktu Harchie lahir, sang Ayah yang pertama kali datang memeluknya. Sang Ayah juga yang meyakinkan Adibrata, kalau Putra kecilnya itu akan bisa menjadi sosok Papa yang hebat untuk Harchienya.

Tujuan hidup Adibrata semakin nyata kala kehadiran sosok mungil Harchie muncul di kehidupannya. Tujuan hidup Adibrata kini adalah Harchienya, Putra kecilnya yang sangat lucu dan pintar.

"Tadi di sekolah ngapain aja? Cape banget kayaknya."

Harchie langsung bersemangat kembali mendengar pertanyaan itu. Harchie itu suka sekali ditanya-tanya, Anak itu persis sekali dengan Adibrata yang senang mengobrol dan bercerita.

"Tadi Echie menggambal gunung, belajal menulis ABDCEFH eum Echie lupa soalnya susah sekali kepala Echie jadi pusing. Telus tadi Echie lomba lali-lali sama Blian hihi. Echie menang lho Papa, hebat 'kan? Tadi Echie juga belnyanyi, telus Echie sama Blian bikin lusuh-lusuh ke Cellie sampe nangis hihi."

"Telus-telus Aleta bela-bela Cellie, sama Echie jambak aja lambutnya hehe. Jadi meleka beldua nangis baleng-baleng. Blian sama Echie tos, telus telnyata Cellie ngejal kita bawa penggalis panjang. Ya udah, Blian sama Echie lali-lali lagi sambil teliak-teliak gini aaaa ada cetan jelek, cetannya ngejal awas-awas minggil-minggil aaaaa."

Endless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang