Adibrata duduk malu-malu di salah satu kursi yang isinya para wanita, terlihat dari pakaiannya kalau mereka masih muda seperti dirinya namun ada juga yang mungkin seorang pengasuh. Mereka pasti sangat senang, karena bisa melihat langsung bagaimana perkembangan buah hati mereka. Lalu saat pulang, ada sosok pria pekerja keras yang akan menyambut mereka sambil bercerita tentang hari ini.
Andai, dan masih berandai-andai. Adibrata juga mau merasakan itu. Dia ingin membuat keluarga yang lengkap untuk Putranya.
"Papanya Echi ya? Kenalin, saya Celine Mamanya Brian." Sapanya sambil mengulurkan tangan.
Adibrata menoleh saat mendapat sambutan hangat dari salah satu wanita cantik di sana, senyumnya sangat manis. Adibrata segera menjabat tangan itu sambil tersenyum canggung. Semuanya tengah menatap Adibrata, mereka berbisik-bisik entah apa itu. Yang Adibrata dengar sedikit, mereka semua memuji ketampanannya.
Adibrata jadi semakin malu.
"Iya, saya Papanya Echi. Anak saya banyak cerita tentang Brian, mereka kelihatannya sangat dekat." Ujarnya berusaha mengakrabkan diri.
"Sangat dekat. Saya senang, akhirnya anda bisa menemani Echi. Putra anda sering mojok di sana sendirian."
Celine menujuk sebuah pohon yang cukup besar. Celine merasa beruntung bisa bertemu dengan Ayahnya Echi, karena jujur Celine merasa sangat kasihan dengan Anak itu. Celine tidak tahu banyak mengenai kondisi keluarga Harchie, namun dia sangat ingin Ayahnya Echi itu tahu bagaimana sikap Putranya itu selama di sekolah.
Celine terkadang muak, dia tidak tahan melihat Anak sekecil itu harus dipaksa dewasa. Celine harap, setelah dia menceritakan semuanya, pria di sampingnya itu bisa lebih memperhatikan putranya.
"Saya kira, kita harus berbicara di sana saja? Ngga enak sama yang lain."
Adibrata mengangguk pelan, dia masih bingung dengan maksud wanita itu. Langkahnya mengikuti wanita itu untuk duduk di salah satu taman yang penuh dengan tempat bermain. Tatapannya menatap penuh tanya saat wanita di sampingnya itu tiba-tiba meneteskan air matanya.
"Maaf, sebentar." Celine segera mengambil sapu tangan yang ada di tasnya. Hatinya tiba-tiba sangat sakit, mengingat dia juga mempunyai seorang Putra yang seumuran dengan Harchie.
"Saya bingung harus mulai dari mana." Dia menarik nafas panjang sambil mengatur nafasnya.
Adibrata hanya bisa menatapnya, dia bingung harus melakukan apa. Namun perasaannya sungguh tak enak sekarang. Kesalahan apa lagi yang sudah dia buat kali ini. Kira-kira seperti itu ketakutannya muncul.
"Di bawah pohon itu, Echi sering banget ngumpet di sana......"
Adibrata menatap pohon itu, dia membayangkan Putranya berdiri di sana. Tapi kenapa?
"Anda tahu, saya sebenarnya tidak enak mengatakan ini karena bukan ranah saya. Tapi saya khawatir dengan Echi, saya ingin anda tahu semuanya."
"Setiap istirahat, Anak-anak bakal lari ke Ibunya buat minta bekal jajannya. Saya sebagai Ibu selalu bersemangat saat melihat Putra saya berlari ke arah saya kemudian memeluk saya. Mereka semua sama, mereka masih Anak-anak yang selalu ingin dimanja."
"Tapi Echi, Putra anda—" Celine menarik nafasnya lagi.
"D-dia selalu lari ke pohon itu sambil bawa kotak makannya. Dia jongkok di sana sambil melamun. Mata polosnya selalu mengarah ke kami, tapi kalau diajak buat makan barsama, Putra anda selalu menolak."
"Saya waktu pertama kali melihat itu mengernyit bingung, kenapa Anak itu duduk sendirian di sana, ke mana orang tuanya?"
"Putra saya berkata kalau temannya itu ternyata hanya sendiri, tidak ada yang menemaninya........"
