Part12

426 70 15
                                    

Adibrata baru menyelesaikan mandinya yang cukup lama, sekalian tadi berendam untuk menenangkan pikirannya. Rambutnya yang basah membuat ketampanannya bertambah berkali-kali lipat, dan sialnya hanya Harchie yang bisa menyaksikan itu. Ngomong-ngomong tentang Harchie, Anak itu tadi sedang menonton kartun sambil memakan puding coklat berbentuk beruang.

Namun saat Adibrata keluar, Anak itu tidak ada di kasur melainkan tengah berdiri di depan cermin. Dari belakang, tubuh kecilnya itu hanya nampak kepala bulatnya saja. Adibrata tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya, dari kemarin tingkah Harchie benar-benar membuat Adibrata sangat terhibur.

"Kenapa Echi pake jasnya, Papa?"

Saat Harchie berbalik, Adibrata semakin dibuat tertawa. Putranya itu ternyata memakai kaca mata minusnya yang terlihat kebesaran di wajah kecil Harchie. Kaca mata itu terus melorot ke bawah, Adibrata dengan cepat mengambilnya karena kalau dipakai terlalu lama bisa membuat mata bulat Putranya itu sakit.

"Bagus tidak, Echi sudah cocok sepelti Papa?" Tanyatanya sambil berjalan mendekat. Tubuhnya yang tenggelam terlihat kesusahan bergerak, sehingga persis seperti pinguin saat melangkah.

Adibrata masih berdiri di tempatnya, kedua tangannya dilipat di depan dada sambil terlihat sedang berpikir. Bibirnya dia lipat ke dalam berusaha menahan tawanya sekuat tenaga. Di depannya, Harchie nampak menunggu jawaban dari sang Ayah. Kepalanya mendongak ke atas dengan mata yang berkedip-kedip lucu.

"Jelek."

Mata bulat Harchie langsung melotot, tak terima dengan jawaban Ayahnya tersebut. "Kata Zala, Echi itu tampan. Zala cantik tau Papa, dia suka cium-cium pipi Echi—"

Kini giliran Adibrata yang melotot kaget. Harchie keceplosan mengatakan itu, kedua tangan mungil itu langsung menutupi mulutnya sendiri. Berniat ingin melarikan diri, jas kebesaran yang dipakainya berhasil membuat tubuhnya ditangkap lebih dulu oleh sang Ayah.

"Siapa yang ngajarin kaya gitu?" Tanya Adibrata cukup tegas. Adibrata pernah mendengar nama itu, seingatnya Zara itu teman kelasnya Harchie yang baru.

"Om Key. Echi tampan, jadi halus sombong. Kenapa? Papa ili?" Anak itu nampak menantang sekali menjawab pertanyaan sang Ayah.

"Dasar. Ngga sopan cium-cium begitu. Kalian masih kecil, jangan diulangin lagi."

"Tidak janji."

Adibrata langsung mengangkat tubuh kecil Harchie lalu membawanya ke kasur. Kedua tangannya bergerak untuk menggelitiki sang Putra yang kini kegelian meminta dilepaskan. Teriakan nyaringnya terdengar berisik membuat Adibrata mau tak mau menyudahinya.

"Huh, Echi lelah." Ujarnya yang kini matanya sudah berair, kedua pipinya juga memerah seperti tomat.

"Jangan diulangin hm? Ngga baik kaya gitu."

"Tapi Zala yang minta-minta. Katanya Pipi Echi lembut sepelti qusy."

Adibrata tertawa pelan, jas kebesaran miliknya segera dia lepaskan dari tubuh Harchie yang sudah terlihat kegerahan. Keringat di kening Putranya itu dia elap perlahan, dia lalu ikut berbaring di samping Harchie yang kini menghadap ke arahnya.

"Tadi Echi ngambil jas punya Papa dari mana?"

"Echi ambil dali lemali." Balasnya sambil menunjuk lemari di kamar itu.

"Bisa ngambilnya? 'Kan tinggi, sayang. Lain kali ngomong sama Papa, biar Papa yang ngambilin."

"Echi pakai kulsi."

"Kenapa tiba-tiba mau pakai itu? Kalo Echi mau, nanti Papa belikan yang seukuran Echi."

Harchie semakin merapatkan tubuhnya pada sang Ayah. Tangan pendeknya berusaha memeluk sang Ayah yang dari tadi menatapnya sangat lembut. Melihat itu, Adibrata langsung mendekap tubuh Harchie yang kini tengah menyandarkan kepalanya di dada bidang miliknya. Sambil mengusap rambut lebat itu, Adibrata menunggu jawaban dari Harchienya.

Endless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang